Oleh Desi Ernawati, S.Si
Pemerintah melalui Balai Besar Wilayah Suangai Serayu Opak (BBWSSO) Direktrat Jenderal Sumber Daya Air, Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sedang membangun Bendungan Bener di Desa Guntur, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah. Bendungan Bener merupakan salah satu proyek strategi nasional, berdasarkan Peraturan Presiden nmor 56 tahun 2018 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategi Nasinal. Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah nmr 590/41/2018, Desa Wadas adalah lokasi untuk pengambilan material berupa batuan andesit untuk pembangunan Bendungan Bener, dengan luas tanah yang terdampak 114 hektar. Lokasi Bendungan Bener terletak sekitar 10,5 KM sebelah barat Wadas. Sebuah jalan akan dibuat untuk perjalanan truk yang mengangkut batuan andesit dari Wadas ke lokasi Bendungan Bener.
Kepala Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Bendungan Bener, M. Yushar, mengatakan bukit di Wadas menyimpan batu andesit sebanyak 40 juta meter kubik. Tetapi, yang diambil hanya 8,5 juta meter kubik selama dua hingga 3 tahun. Sebenarnya menurut Peraturan Daerah Kabupaten Purworejo, No. 27/2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), Desa Wadas ditetapkan sebagai kawasan perkebunan. “Bukit di Wadas dipilih karena batunya memenuhi spesifikasi teknis, seperti kekerasan dan sudut gesernya. Volumenya paling memenuhi dan jarak angkut ke Bendungan Bener paling ideal,” ujarnya, kamis (20/5/2021). Nantinya, pemilik tanah dibukit itu akan mendapat penggantian atas tanah mereka, minimal Rp. 120.000,- per meter persegi. Setelah itu tanah dikuasai pemerintah tetapi setelah direstorasi, masyarakat dapat memanfaatkannya lagi melalui kesepakatan antara Badan Usaha Milik Desa dengan BBWSSO.
Pada hari Selasa, 8 Februari 2022, pasukan polisi mengawal tim BPN untuk melakukan pengukuran lahan di Wadas. Namun, anggota kepolisian tak hanya mengawal tim BPN, mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan menangkap warga yang dianggap memprovokasi penolakan rencana penambangan itu. Penduduk Desa juga mengatakan, jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sejumlah 64 orang, beberapa diantaranya anak-anak dan orang lanjut usia. Kejadian ini mendapat banyak kritikan keras dari berbagai elemen masyarakat seperti PBNU, Muhammadiyah, dan KontraS. Meski sehari setelahnya, para penduduk Desa Wadas dipulangkan kembali. Tetapi, menimbulkan trauma pada anak-anak yang ditangkap.
Jurnalis lingkungan, Paul Brown dalam reportase berjudul “ The unacceptable cost of big dams” di The Guardian edisi Jumat, 17 November 2000 juga menyuarakan dampak negatif dari bendungan besar. Mengutip pernyataan Komisi Dunia untuk Bendungan, sekira 45.000 bendungan besar yang dibangun di seluruh dunia mempunyai dampak merugikan sangat besar, merugikan kelompok miskin dan gagal memberikan pasokan listrik dan irigasi seperti yang direncanakan.
Oleh karena itu, selama gaya kepemimpinannya adalah kapitalis, yang menguntungkan segelintir orang saja, maka akan menimbulkan kerusakan dimana-mana. Berbeda halnya dengan gaya kepemimpinan islam yakni sistem khilafah. Dalam islam, tugas negara adalah mengayomi rakyat. Untuk mengelola sumber daya alam, islam memiliki cara pandang yang khas. Untuk sumber daya alam yang jumlah/depositnya banyak merupakan milik umum (milik rakyat) wajib dikelola oleh negara.
Rasulullah saw. Bersabda “kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api”. (HR. Abu Dawud)
Adapun salah satu cara pemanfaatannya, jika pemanfaatannya secara langsung oleh masyarakat umum, seperti pemanfaatan air, padang rumput, api, jalan umum, laut, samudera, sungai besar, maka siapa saja dapat mengambil manfaat dari dzat tersebut. Dalam konteks ini, negara tetap mengawasi pemanfaatan milik umum ini agar tidak menimbulkan kemudaratan bagi masyarakat. Seperti halnya yang terjadi di Desa Wadas, bertahun-tahun mereka hidup dari memanfaatkan sumber daya alam yang ada di bukit Wadas. Dalam khilafah, fungsi ini tidak akan diusik.
Adapun tentang pembangunan, islam memiliki cara pandang yang khas, pembangunan dilakukan bukan untuk memenuhi kebutuhan segelintir pihak, namun kebutuhan rakyat.
Schnitter (1994) mengatakan pada era kekuasaan khilafah Abbasiyah, peradaban islam telah membangun sejumlah bendungan di Bagdad,Irak. Kebanyakan bendungan itu terletak di dekat sungai Tigris untuk mengatasi banjir. Jika seandainya pun harus melakukan pembangunan, yang materialnya harus ditambang terlebih dahulu maka kerugian dan kerusakan akibat aktivitas tersebut akan dipastikan sangat minimalis, sehingga alam dan warga tetap terjaga tidak hilang mata pencahariannya.
Wallahu’alam bisshawab.
Tags
Opini