KDRT dan Perlindungan Perempuan

 


Oleh: Juwita Rasnur, S.T. 

(Relawan Media)


Isu kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali mengemuka. Isu ini adalah isu sensitif yang selalu mencuri perhatian berbagai kalangan. Hal ini terlihat ketika ustazah Oki Setiana Dewi menyampaikan sebuah kisah dalam majelis terkait menggambarkan fragmen kehidupan suami istri yang menutup aib pasangan.


Berikut kutipan isi ceramah beliau, "Padahal bisa loh istrinya ngadu sama orangtuanya, 'Aku baru dipukul, ada KDRT kekerasan dalam rumah tangga, suamiku itu". "Kan kalau perempuan kadang-kadang suka lebai ceritanya enggak sesuai kenyataan. Orang kalau lagi marah, lagi sakit hati ceritanya suka dilebih-lebihkan," imbuhnya. Suaminya luluh hatinya, menyimpan aibku sendiri, luar biasa. Makin sayang dan cintalah suaminya tersebut,". (Kompas.com, 11/02/2022)


Isi ceramah tersebut mendapat respon dari berbagai pihak. Oleh Ketua Tanfidziyah PBNU Alissa Wahid, merespon dengan menyampaikan "KDRT itu tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Itu sebuah kekerasan dan kekerasan itu harus diselesaikan," dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (5/2/2022).


Lebih lanjut ustadzah Oki Setiana Dewi memberikan klarifikasi terkait isi ceramahnya tersebut yang kemudian oleh sebagian orang digiring ke ranah pro KDRT. Beliau menyampaikan pada akun Instagram miliknya bahwa beliau juga menolak tegas terkait dengan KDRT.


Sampai saat ini kekerasan dalam rumah tangga atau KDRT memang isu yang tidak pernah selesai untuk diperbincangkan. Bahkan pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk meminimalisir kejadian KDRT. 


Sebut saja adanya undang-undang perlindungan perempuan dan anak diantaranya: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.  Didirikannya Komisi Nasional (Komnas) perlindungan ibu dan anak dan berbagai aturan lainnya. 


Aturan tersebut diharapkan mampu menjadi payung yang melindungi perempuan dan anak dari berbagai macam kekerasan.  Namun  faktanya  data kekerasan terhadap perempuan pada 2019 tercatat sekitar 8.800 kasus, kemudian 2020 sempat turun di angka 8.600 kasus, dan mengalami kenaikan berdasarkan data hingga November 2021 di angka 8.800 kasus. Sedangkan berdasarkan pengumpulan data milik KemenPPPA, kekerasan pada anak di 2019 terjadi sebanyak 11.057 kasus, 11.279 kasus pada 2020, dan 12.566 kasus hingga data November 2021. (CNNindonesia.com, 11/02/2022)


Hal tersebut menunjukkan bahwa kasus KDRT mengalami tren kenaikan dari tahun ke tahun, padahal pemerintah telah melakukan berbagai upaya untuk mencegahnya.


Melihat hal ini seharusnya kita bisa memahami bahwa ada hal yang kurang bersinergi dalam menyelesaikan kasus tersebut dengan aturan yang telah ada. Aturan yang ditetapkan oleh pemerintah belum mampu memberantas kasus ini sampai ke akar-akarnya. 


Kekerasan terhadap perempuan dan anak memang adalah kasus yang kompleks dan butuh tinjauan yang lebih dalam untuk mengatasinya. Hal ini tidak akan terselesaikan jika diarahkan pada kesetaraan gender yang oleh sebagian pihak dianggap sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalah tersebut. 


Dalam pendangan mereka perempuan dan anak sering mengalami kekerasan, karena perempuan itu lemah baik dalam pandangan masyarakat maupun di mata hukum. Maka mereka menuntut agar perempuan dan laki-laki harus memiliki hak yang sama dalam segala aspek kehidupan masyarakat. 


Namun hal ini bukanlah solusi yang tepat untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.  Mengingat perempuan dan laki-laki memang berbeda secara kodrat. Sehingga sebaiknya yang perlu diperhatikan adalah memaksimalkan peran laki-laki dan perempuan sesuai dengan kodratnya. 


Di sisi lain, hukum harus tegak dan tidak pandang bulu sehingga hukum membawa rasa adil dan ketakutan terhadap setiap pelanggaran yang terjadi termasuk kekerasan terhadap perempuan dan anak dan peran pemerintah harus mampu menciptakan rasa aman dengan segala peraturan yang telah ditetapkan yang hanya akan bisa terwujud jika dilaksanakan sesuai dengan Al-Qur'an dan Sunnah. Wallahu alam bishowab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak