KDRT dalam Pandangan Islam




Oleh: Andini


Potongan ceramah Ustadzah Oki Setiana Dewi yang membahas tentang sebuah kisah mengharukan sepasang suami istri, ternyata ramai menjadi perbincangan.

Dalam kisah yang diceritakan oleh beliau, sang suami marah luar biasa kepada istrinya sampai memukul wajahnya. Istrinya pun menangis. Tetapi yang menjadi sorotan adalah ketika sang istri menutupi kejadian tersebut. Bahkan berbohong kepada orang tuanya.

Ustadzah Oki menjelaskan bahwa itu merupakan sikap seorang istri shalehah, menutupi aib suami dikala ia sebenarnya mampu untuk mengadukannya.

Isi ceramah tersebut rupanya membuat Ketua Tanfidziyah PBNU Alissa Wahid bersuara. Alissa menegaskan, Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Pasalnya KDRT adalah bentuk kekerasan yang seharusnya diselesaikan.

"KDRT itu tidak boleh dianggap sebagai aib yang harus ditutupi. Itu sebuah kekerasan dan kekerasan itu harus diselesaikan," kata Alissa dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV. (tribunnews.com, 05/02/2022)

Tidak hanya Alissa, beberapa pihak pun ikut merespon video tersebut. Bahkan hingga menuding "dakwah menutupi aib suami" sebagai normalisasi KDRT. Dakwah seperti ini dianggap upaya untuk membungkam perempuan dari menyuarakan haknya.

Mencuatnya hal itu dijadikan kesempatan para aktivis liberal untuk menggembar-gemborkan HAM dan kesetaraan yang selama ini mereka perjuangkan. Mereka menggiring opini bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan yang selalu meningkat setiap tahunnya karena hak-hak dan ide-ide yang mereka usung tentang HAM dan kesetaraan tidak juga diterapkan.

Sebagai kaum muslim tentu kita juga merasa miris ketika melihat banyaknya kasus kekerasan pada perempuan di ruang domestik ataupun publik. Tetapi kita tidak boleh serta merta mengiyakan opini-opini yang senantiasa dibawa oleh kaum liberal.

Justru kita seharusnya memahami mengapa kekerasan pada perempuan kian meningkat dan kasusnya seperti fenomena gunung es.

Banyaknya kasus kekerasan terhadap perempuan, dan bervariasinya permasalahan rumah tangga hari ini dilatar belakangi oleh gaya hidup sekuler yang manusia jalani. Enggan diatur oleh Allah yang menciptakan kita, dan mengelu-elukan hak kita terhadap hidup dan pilihan kita tanpa campur tangan Tuhan ataupun agama.

Keadaan ini membuat kaum muslim tidak memahami syariat Islam secara utuh. Kaum muslim pun kabur dan bingung mendudukan pemikiran dan penerapan syariat Islam dalam kehidupan. Termasuk dalam aturan berumah tangga antara suami dan istri.

Sejak syariat Islam kaffah ditinggalkan, dan dunia digenggam kapitalis sekuler, tidak ada ketenangan, keamanan dan kesejahteraan bagi perempuan, bahkan bagi umat manusia.

Disini seharusnya kita menjelaskan dengan jelas dan benar bagaimana Islam memandang kehidupan, termasuk kehidupan rumah tangga antara suami dan istri.

Hubungan suami istri dalam Islam adalah hubungan persahabatan. Bukan seperti majikan dan pembantu, ataupun seperti bos dan karyawan. Suami istri mempunyai hak dan kewajiban yang telah diatur oleh Islam.

Adapun apabila istri tidak menjalankan perannya, maka disini tugas suami untuk menasehatinya dengan cara yang ma'ruf. Jika istri masih tidak taat, maka ia boleh diberi sanksi. Sebagaimana firman Allah,

"...Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka...' (TQS. An-Nisa: 34)

Tetapi sanksi ini hanya berlaku ketika istri berbuat dosa. Sanksi pukulan yang diberikan juga tidak boleh menyakitkan, berbekas dan tidak pula di wajah. Adapun bila istri telah taat pada suami, maka suami tidak boleh mencari-cari kesalahannya.

"...Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar." (TQS. An-Nisa: 34)

Begitu pun jika istri mendapati ketidaksempurnaan suami, itu bukan alasan untuk mengumbar kekurangannya kepada orang lain, sekalipun orang tua kita sendiri.

"...Sebab itu maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)..." (TQS. An-Nisa: 34)

Tetapi jika dalam rangka mencari solusi untuk mengatasi kekurangan atau kejelekan pasangan, maka dibolehkan menceritakannya kepada orang yang bijak, yang dipercaya dan sudah pasti bisa memberikan solusi, bukan menambah keruh kondisi.

Dalam sejarah Islam sendiri tidak ada kasus KDRT, karena suami dan istri masing-masing telah memahami hak dan kewajibannya. Jika terjadi kekerasan pun, ada sanksi yang akan diterima pelakunya. Sanksi yang tegas, yang bersifat sebagai pencegah dan penebus.

Tetapi semua itu tentunya hanya bisa terwujud di bawah syariat Islam kaffah. Bukan aturan yang lain, apalagi aturan yang berasal dari akal manusia yang sarat dengan hawa nafsu.

Hanya dengan syariat Islam lah, suami istri, bahkan setiap individu dan masyarakat akan memahami tujuan dan aturan kehidupan, termasuk urusan berumah tangga.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak