Oleh: Althaf Almuti'ah
(Pemerhati Masalah Kesehatan asal Kendari)
Sulawesi Tenggara kini berada di posisi genting urutan 5 besar nasional terhadap kasus stunting atau gizi buruk. Data Dinkes menunjukkan bahwa kasus ini terus bertambah. Di tahun 2019 terdapat 2.920 kasus. Sedangkan di 2020 terdapat 1. 472 kasus.
Jumlah ini menjadi lebih besar ketika digabungkan menjadi 4.392 kasus dengan ciri tubuh anak pendek dan sangat pendek. Menurut Plt. Dinkes Sultra, dr. Andi Hasanah, hal ini disebabkan adanya kekurangan gizi pada anak sejak di dalam kandungan.
Dampak dari Gizi Buruk
Tumbuh kembang anak sangat dipengaruhi oleh asupan gizi yang ada dalam tubuhnya. Jika hal tersebut tidak terpenuhi, maka akan banyak masalah yang kemungkinan besar terjadi. Salah satunya adalah terjadinya kegagalan dalam proses pertumbahan ukuran badan anak. Dengan kata lain anak berada pada kondisi gagal tumbuh. Fakta menunjukan bahwa sejumlah anak yang ada di beberapa daerah Sulawesi Tenggara, seperti Kolaka Utara berada pada urutan pertama dan yang paling rendah kabupaten Wakatobi.
Maka dari itu, pemerintah memandang perlu untuk mencari solusi atas kasus ini agar dapat menekan laju pertambahannya. Beberapa langkah yang di tempuh antara lain dengan melakukan intervensi gizi, mengantisipasi keberadaan bayi sejak dini dalam kandungan ibu hamil, serta pemberian asupan makanan tambahan pada mereka. Namun apakah solusi ini bisa efektif?
Distribusi Pangan yang Tidak Merata
Indonesia merupakan negara agraris, sangat berpotensi untuk meningkatkan ketahanan pangan yang handal. Sulawesi tenggara memiliki daerah yang kaya akan sumber daya alam. Memiliki lahan pertanian yang luas serta hasil bumi yang melimpah. Bahkan menjadi salah satu propinsi yang siap menjadi pendukung terwujudnya ketahanan pangan nasional.
Hanya saja kondisi ini tidak berbanding lurus dengan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya. Sebagian dari masyarakat menengah ke bawah tidak bisa dengan leluasa memperoleh kebutuhan dasar mereka. Disebabkan harga yang dipatok begitu tinggi. Ditambah pula adanya para penimbun sembako yang membuat harga semakin melabung. Hal ini semakin membuat mereka kesulitan mendapatkannya.
Padahal, negara memiliki tanggung jawab yang besar dalam mengurusi rakyatnya. Termasuk dalam hal pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya. Akan tetapi pernyataan tersebut di atas, tidak akan didapati dalam sistem sekuler kapitalis saat ini.
Sebab orientasi dari sistem ini adalah mendapatkan keuntungan yang sebesar - besarnya dengan meminimalisir sekecil mungkin pengeluaran. Pemerintah hanya sebagai perantara, tanpa ikut terlibat langsung dalam hal mengurusi urusan rakyat. Lebih memilih mengorbankan rakyat di atas berbagai kepentingan mereka. Tambahan pula sistem ini tidak memiliki mekanisme dalam hal mengatur pendistribusian harta dari orang kaya ke orang miskin.
Jaminan Negara terhadap Pangan dalam Kacamata Islam
Pemenuhan akan pangan yang mengantarkan pada terpenuhinya asupan gizi masyarakat, terutama pada ibu dan anak, menjadi salah satu prioritas negara. Karena anak merupakan aset negara.
Maka dari itu, Islam menetapkan kewajiban bagi negara untuk berperan dalam memastikan serta menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar harian rakyatnya orang perorang. Termasuk memastikan asupan gizi pada ibu dan anak terpenuhi secara maksimal serta melarang aktifitas penimbunan terhadap barang yang dibutuhkan oleh semua orang.
Selain itu, Islam juga memiliki mekanisme tersendiri yang tidak ada dalam sistem lain terkait dengan pendistribusian harta, agar harta yang ada, tidak hanya beredar di kalangan orang kaya saja tetapi juga beredar ke orang miskin. Sehingga setiap orang atau individu memiliki daya beli untuk membeli makanan yang baik serta kaya akan gizi. Wallahualam.