Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Polemik seputar pemetaan masjid masih terus berlanjut. Sebagiamna diketahui, Direktur Keamanan Negara Badan Intelejen dan Keamanan Polri Brigjen Umar Effendi mengatakan Polri berencana melakukan pemetaaan masjid sebagai upaya pencegahan penyebaran paham radikal. Rencana ini, kata dia, merujuk pada masih banyaknya masjid yang berindikasi sebagai pusat penyebaran paham radikal.
"Kemarin kita juga sepakat dalam diskusi pemetaan masjid, pak mohon maaf, di masjid ini juga sekarang warnanya juga macam-macam ada yang hijau, ada yang keras, ada yang semikeras dan sebagainya. Nah, ini juga menjadi perhatian khusus kita semua," kata Umar dalam kegiatan Halaqah Kebangsaan MUI, Kamis (27/1/2022).
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Masjid Indonesia (DMI) Imam Addaruquthni menanggapi pemetaan masjid dalam upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia. Menurutnya, di beberapa negara tidak ada pemetaan tersebut. Sehingga menurutnya ada logika yang perlu diluruskan. Ia juga melanjutkan, bahwa di Indonesia belum ada radikalisme di masjid-masjid dan terjadi terorisme misalnya pengeboman seperti yang terjadi di Iran pada era pasca-revolusi Islam Iran. Tetapi, memang ada sejumlah aksi kekerasan di masjid yang menimpa sejumlah kiai atau ustadz meski pada akhirnya oleh aparat dinyatakan dilakukan oleh orang-orang tidak waras. (www.republika.com, 3/2/2022)
Selian sekjen DMI, masih banyak tokoh yang juga mengkritisi adanya upaya pemetaan masjid. Diantaranya adalah Pengamat Politik Islam Dr. Riyan, M.Ag. mengkritisi rencana Kepolisian Republik Indonesia (Polri) memetakan masjid dan pesantren terkait radikalisme. Menurutnya, hal itu menunjukkan ada framing jahat dan islamofobia akut.
“Ini menunjukkan ada dua hal, yaitu framing jahat dan islamofobia akut, yaitu ketakutan terhadap Islam tanpa ada alasan yang jelas,” ungkapnya pada Forum Kajian Siyasi “Ada Apa di Balik Gaduh Pemetaan Masjid dan Pesantren?” di YouTube Ngaji Shubuh, Senin (31/01/2022).
Ia pun mengaitkan framing jahat dan islamofobia ini dengan kasus-kasus sebelumnya, yaitu ramainya tagar #bubarkanMUI dan banyak pengamat yang mengatakan hal ini tidak beralasan secara hukum.
Kalau kita perhatikan, sungguh narasi radikalis sangat tidak tepat disampaikan di tengah krisis multi dimensi yang belum berkesudahan. Kelangkaan minyak goreng, sengkarut pandemi yang belum selesai, PHK massal, angka kemiskinan tinggi, riuhnya pemindahan Ibu Kota Negara dan lain – lain, adalah kondisi yang lebih tepat untuk segera dicarikan jalan keluar. Maka tidak heran jika banyak pihak yang kemudian menyayangkan dan menganggap bahwa agenda pemetaan masjid hanyalah upaya pengalihan isu.
Dan satu hal lagi, isu ini tidak bisa dilepaskan dari upaya war on terrorism and war on radicalism, yang pada hakikatnya adalah war on Islam. Karena sasarannya jelas, hanya kepada muslim yang berusaha taat, serta simbol – simbol Islam lainnya, tak terkecuali masjid. Padahal kalau kita mau jujur, radikalisme dan terorisme bisa terjadi di mana saja, kenapa harus masjid?
Maka, sangat jelas terlihat, agenda ini ada kaitannya dengan upaya untuk terus memerangi Islam, dimana pada akhirnya akan diimplementasikan melalui berbagai produk undang-undang dari hard ke soft power. Jika terorisme terkait dengan fisik, maka radikalisme akan dikaitkan dengan program-program, seperti deradikalisasi dan moderasi beragama, dengan menyusun [ke] berbagai kebijakan yang menjadi payung hukum bagi terealisasinya proyek tersebut.
Oleh karena itu, kaum muslimin tidak boleh diam saja. Kita harus menyampaikan dengan sikap kritis. Jika melihat apa yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, maka umat Islam harus bicara. Sebagai bentuk dari apa yang disebut dengan amar ma’ruf nahi mungkar. Masyarakat juga membutuhkan edukasi, sehingga masyarakat tersebut tumbuh kesadaran politik Islam dan mewujudkan Islam yang paripurna. Islam yang bukan hanya sebuah agama spiritual, tetapi juga agama dalam konteks untuk mengatur urusan kehidupan.
Umat Islam harus tetap fokus untuk memperjuangkan tegaknya Islam dan terus melakukan dakwah untuk melanjutkan kehidupan Islam. Karena persoalan yang ada pada kita hari ini, berbagai kerusakan, kesempitan, dan kefasadan terus-menerus terjadi, justru akibat tidak diterapkannya Islam.
Wallahu a’lam bi ash showab.