Islam Bukan Hal yang Harus Ditakuti



Oleh Cahaya Septi

Pelajar dan Aktivis Dakwah

Masyarakat kini mulai sadar bahwa negeri ini tidak sedang baik-baik saja. Hal itu terlihat dari banyaknya masalah yang terjadi mulai dari korupsi makin menjadi-jadi, penguasa lahan dan SDA  oleh segelintir pemilik modal dan penjualan infrastruktur yang bersifat publik oleh pemerintah.

Di dunia usaha, banyak pengusaha skala kecil dan menengah yang terpuruk akibat diterjang pandemi Covid 19, hal itu otomatis menyebabkan angka kemiskinan menanjak. Di tengah berbagai keterpurukan ini, pemerintah malah mengesahkan rencana pemindahan ibukota baru ke Kalimantan dengan rencana biaya ratusan triliun rupiah dari APBN. 

Dari sederet masalah tersebut pemerintah beserta seluruh jajarannya selalu mengatakan bahwa akar masalah dari semua itu adalah radikalisme. BNPT misalnya, baru-baru ini merilis pernyataan ratusan pesantren yang dituding radikal padahal tidak jelas apa tolok ukur yang dipakai dalam pembuatan datanya. BNPT selanjutnya berencana melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid demi mencegah radikalisme. Sebelumnya, terjadi ‘razia’  yang dilakukan oleh Densus 88 terhadap ratusan kotak amal yang dituding terkait pendanaan terorisme atau radikalisme.

Dari uraian di atas telah tampak jelas di hadapan masyarakat bahwa sejatinya isu radikalisme di tengah berbagai keterpurukan negeri ini adalah isu politis dan tampak sangat dipaksakan. Di sisi lain, istilah radikalisme seringkali digunakan sebagai alat untuk memukul siapapun yang anti rezim terutama tokoh Islam atau kelompok Islam yang kritis terhadap rezim.

Dengan alasan untuk mencegah radikalisme, berbagai pihak kemudian mengkampanyekan moderasi agama. Moderasi agama secara garis besar adalah paham keagamaan yang moderat. Moderat sering dilawankan dengan radikal. Kedua istilah ini bukanlah istilah ilmiah, tetapi cenderung merupakan istilah politis untuk menyerang pihak yang berseberangan dengan Barat dan mengangkat pihak yang mau sejalan dengan Barat.

Dalam Dokumen RAND Corporation 2006 bertajuk, “Building Moderate Muslim Networks” disebutkan bahwa kemenangan AS yang tertinggi hanya bisa dicapai ketika ideologi Islam terus dicitraburukkan di mata mayoritas penduduk di tempat tinggal mereka. Salah satunya dengan labelisasi “radikal”, “fundamentalis”, “ekstremis”, dan lain-lain.

Oleh karena itu, narasi perang melawan terorisme, radikalisme dan ekstremisme adalah upaya untuk menebar islamophobia di tengah masyarakat,  dan Barat selalu berusaha menyebarkan Islamophobia ini di negeri kaum  muslim lewat para anteknya agar cahaya Islam bisa dipadamkan. Padahal Allah berfirman yang artinya :

”Mereka ingin memadamkan cahaya Allah dengan mulut-mulut mereka, sementara Allah enggan kecuali menyempurnakan cahaya-Nya meski orang-orang kafir tidak menyukainya.(QS at-Taubah [9]: 32)

Melalui ayat ini Allah Swt. mengingatkan kita bahwa musuh-musuh Islam tidak pernah melewatkan satu pun kesempatan yang dapat mereka gunakan untuk menyerang Islam dan kaum muslim. Semuanya demi suksesnya tujuan besar mereka yaitu melenyapkan Islam   sampai akar-akarnya.

Karena itu umat muslim tidak boleh terpengaruh dengan isu kaum kufar berupa  islamophobia atau mengambil Islam moderat sebagai ajaran kekinian yang maju, padahal Islam adalah agama yang benar, lurus, sempurna, membawa perdamaian bahkan mampu menyelesaikan masalah apapun. Islam sudah sempurna sejak ia diturunkan kepada Baginda Rasul saw., dan seharusnya umat islam bangga  dan tidak boleh takut dengan stigma negatif yang disematkan pada Islam. Semakin kita takut dengan Islam  semakin kita jauh dalam kedamaian atau perlindungan dari Allah Swt.

WalLâhu a’lam bi ash-shawâb.


Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak