Honorer Dihapus, Harapan Sejahtera Pupus

 


Oleh Khaulah

Aktivis BMI Kota Kupang


Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB), Tjahjo Kumolo menyampaikan wacana pemerintah menghapus tenaga honorer di 2023. Status pegawai pemerintah di 2023 nanti hanya ada dua yaitu Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Kedua status tersebut, PNS dan PPPK disebut dengan Aparatur Sipil Negara (ASN). (Liputan6, 22/1/ 2022).


Wacana ini tentu menuai penolakan. Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I), Titi Purwaningsih menilai kebijakan penghapusan status tenaga honorer pada 2023 itu tidak manusiawi. Tersebab pemerintah tidak memberikan solusi pasti mengenai nasib tenaga honorer kategori 2 (K2) ke depannya.


Honorer K2 sendiri adalah pekerja yang mendapatkan gaji dari anggaran non-APBN/APBD. Tenaga honorer K2 sudah didata pemerintah sejak 2010 dan seharusnya diangkat melalui seleksi PPPK pada 2018-2019 lalu. Maka menjadi kewajiban pemerintah untuk menyelesaikan hingga tuntas, yaitu diangkat menjadi ASN baik PPPK maupun PNS. Apalagi jumlah honorer K2 (saja) tergolong besar yaitu 300 ribu orang (cnbcindonesia, 22/1/ 2022).


Kalangan pengamat juga memberikan pandangan terkait wacana penghapusan honorer ini. Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah menilai, kebijakan tersebut tidak tepat dan jadi ironi. Tegasnya, kebijakan ini sekadar kebijakan tanpa solusi bahkan menimbulkan masalah jangka panjang.


Apalagi permasalahan tenaga honorer cukup pelik belakangan ini, terlebih soal gaji. Harusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan yang membuat tenaga honorer bernapas lega, bukan semakin menghimpit mereka. Perlu diingat pula bahwa honorer menyerap tenaga kerja. Banyak rakyat menggantungkan hidupnya sebagai tenaga honorer. Sedangkan di sisi lain pemerintah tak bisa menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat, maka tentu berbuntut pada lahirnya masalah yang lebih banyak lagi.


Senafas yang diungkap Menpan RB, sebagai "solusi" pemerintah akan mengganti tenaga honorer dengan PPPK. Tetapi yang diutamakan ialah pada sektor pendidikan dan kesehatan. Sedangkan angka tenaga honorer di negeri ini bejibun, tersebar di berbagai sektor. Seperti diungkapkan sebelumnya, hal ini berbuntut pada tingginya angka pengangguran.


Sekali lagi diingatkan, penghapusan honorer tidak berarti semua akan diangkat menjadi pegawai pemerintah. Memang betul, eks tenaga honorer tetap diberi kesempatan masuk ke dalam pemerintahan namun harus mengikuti seleksi dalam bentuk PPPK dan CPNS. Pihak yang tidak lolos di kedua tes tersebut tetap mendapat perlakuan baik dari pemerintah yaitu pendekatan kesejahteraan oleh Pemda dengan wacana penambahan transfer keuangan dari pusat. Tetapi, betulkah hal ini akan terealisasi, mengingat pemerintah acapkali berani dan luar biasa hanya di atas kertas.


Sudah menjadi rahasia umum, tes PPPK maupun CPNS memiliki persyaratan yang banyak lagi ketat, misalnya perkara usia. Selain itu jumlah yang diterima jauh lebih sedikit dibanding yang mengikuti tes. Harusnya pemerintah lebih jeli, mempertimbangkan hal seperti ini ketika membuat kebijakan.


Tetapi memang begitulah. Kejadian seperti ini menjadi hal yang lumrah terjadi di sistem kapitalisme. Pemerintah dengan wewenangnya sebagai regulator, pada fokusnya hanya membuat kebijakan. Tak penting kebijakan tersebut berdampak baik atau tidak untuk rakyat.


Interaksi pemerintah dan rakyat bak penjual dan pembeli meniscayakan pemerintah kerapkali diuntungkan dari kebijakan yang dibuat. Pemerintah buram dalam menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai orientasi kebijakannya. Rakyat bahkan tak jarang jadi tumbal akibat keserakahan dari kebijakan yang dibuat pemerintah.


Begitulah situasi di sistem kapitalisme hari ini. Tatkala tenaga honorer dihapus tentu saja harapan akan kesejahteraan kian pupus. Tak ada lagi ruang yang menjadi tempat mencari penghidupan. Tak ada negara tempat rakyat meminta perlindungannya. Ya, dalam sistem ini terjadi disfungsi makna pelayanan negara bagi rakyat.


Hal ini bertolak belakang dengan fungsi penguasa dalam sistem Islam. Penguasa sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah saw. ialah sebagai pelindung dan pelayan rakyat. Menyediakan lapangan pekerjaan untuk rakyat, bukan sebaliknya membuat rakyat terkatung-katung.


Di dalam Islam, semua pekerja diberikan gaji yang teratur dan adil. Tak ada diskriminasi atau perbedaan perlakuan antara yang ASN dan honorer.  Dimana hari ini tampak jelas kezaliman terhadap tenaga honorer misalnya pemberian gaji yang tak sepadan yang berbuntut pada banyak dari mereka yang terjun ke pekerjaan serabutan. Padahal ASN dan honorer sama-sama bersumbangsih pada pekerjaan yang dipikulnya.


Negara tak pelit seperti sistem hari ini, yang selalu mempertimbangkan untung rugi ketika berinteraksi dengan rakyat. Negara Islam adalah negara mandiri yang bisa berdiri dengan kaki sendiri, tak membiarkan diintervensi negara lain. Memanfaatkan dengan semestinya sumber daya yang ada untuk kepentingan rakyat.


Dengan penerapan syariat Islam secara kafah ditambah pemimpin yang bertanggung jawab penuh terhadap urusan rakyatnya, maka kesejahteraan merupakan keniscayaan. Tak pupus seperti di sistem kapitalisme.


Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak