Oleh: Afid
Harga minyak yang melejit di pasaran mencapai 28 ribu/liter membuat para ibu rumah tangga dan industri rumahan menjerit dengan kebutuhan minyak sebagai bahan pokoknya. Minyak merupakan kebutuhan pokok rumah tangga sehingga mau tidak mau mereka pasti akan tetap membelinya meski harga melejit. Hal ini berdampak pada harga-harga yang menggunakan bahan minyak juga ikut naik, terutama kerupuk. Masyarakat mengeluh dengan kenaikan harga minyak yang melejit.
Akhir bulan Januari kemarin pemerintah memberikan subsidi minyak goreng dengan harga 14 ribu/liter membuat panik warga masyarakat. Mereka berduyun-duyun antri mendatangi toko dan waralaba yang menjual minyak goreng harga murah. Masyarakatpun rela berjejer antri meskipun dengan pembatasan pembelian hanya satu-dua liter tiap orang. Bahkan ada pula para warga yang membawa sanak saudaranya agar mendapatkan minyak goreng dengan harga murah. Berbagai toko dan waralaba yang menyediakan minyak goreng harga murah begitu cepat ludes.
Fenomena panic buying minyak goreng dengan tindakan membeli sejumlah besar produk tertentu dikarenakan ketakutan mereka jika tiba-tiba akan terjadi kenaikan harga di waktu yang akan datang. Berdasarkan informasi dari Kementerian Perdagangan, kebijakan subsidi harga minyak goreng akan dibuka dalam jangka waktu 6 bulan, tidak hanya beberapa hari saja. Namun, nyatanya panic buying tidak bisa dihindarkan di hari pertama pemberlakuannya. Banyak toko dan waralaba langsung kehabisan stok minyak goreng bahkan sebagian masyarakat tidak kebagian.
Dalam proses transisi ini, pemerintah juga memberikan kesempatan kepada pedagang yang masih memiliki minyak goreng dengan modal lama agar segera menjual produk mereka. Sebab para penjual juga tidak mau ikut merugi, sehingga pada masa transisi sebagian minyak di pasar tradisional maupun toko-toko masih menjual harga mahal. Pemerintah menghimbau agar warga masyarakat tidak panic buying dengan cara memborong dan membeli minyak goreng dengan sewajarnya saja.
Pemerintah memberikan dana subsidi minyak goreng triliunan rupiah kepada perusahaan-perusahaan produsen minyak goreng kemasan saja dan tidak memberikan subsidi kepada minyak goreng curah dengan alasan pemerintah menilai minyak goreng kemasan produk dari pabrikan dapat bekerja sama dengan memberikan minyak goreng subsidi dan dapat memberikan laporan keuangan dengan baik. Hal ini terlihat bahwa pemerintah lebih berpihak pada korporasi produsen minyak goreng. Fakta yang terjadi di lapangan ketika subsidi minyak goreng diberikan alih-alih masuk ke dalam kantong para korporasi produsen minyak goreng yang dengan leluasa memainkan harga minyak goreng.
Kemendag menetapkan kebijakan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk seluruh produsen minyak goreng dalam negeri agar mereka memberikan pasokan minyak dalam negeri dan mengurangi kuota ekspor. Tentunya hal ini pemerintah akan memberikan iming-iming keuntungan bagi produsen minyak goreng kemasan. Selain itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia juga banyak yang dikuasai oleh investor asing. Meski Indonesia dikenal dengan penguasa minyak sawit secara global. Namun, naik turunnnya harga komoditas sawit dikendalikan oleh Bursa Malaysia Derivates (BMD) serta mengacu pada bursa komoditas Rotterdam, Belanda. Hal ini dikarenakan Malaysia memang merupakan Negara penghasil CPO terbesar di dunia sehingga posisi BMD sebagai penentu harga sawit global.
Teramat ironis fakta dilapangan menyaksikan naik-turunnya harga minyak goreng yang tentunya sangat mempengaruhi ekonomi masyarakat kecil jadi terpontang-panting. Semuanya termasuk scenario dari para kapitalisme yang rakus meraup keuntungan sebesar-besarnya. Suatu hal yang wajar, para pemodal kapitalisme akan menciptakan mekanisme harga komoditas di pasaran karena menurut mereka harga akan memengaruhi keseeimbangan ekonomi secara otomatis.
Hal ini sangat berbeda dengan tata aturan sistem ekonomi Islam yang melarang negara untuk mematok harga untuk umum. Allah melarang patokan harga yang memaksa masyarakat melakukan tranksaksi jual beli dengan harga yang telah ditetapkan. Dalam Islam, Allah swt memberikan hak kepada setiap orang untuk membeli dengan harga yang ia sukai. Jika terjadi kelangkaan barang, sudah semestinya penguasa harus melayani kepentingan umum dan berusaha mencukupi pengadaan barang di pasaran dengan mengambil dari tempat logistik barang sehingga stok barang akan tetap ada, dan tidak terjadi kelangkaan barang. Sehingga melambungnya harga tidak akan terjadi di pasaran.
Tags
Opini