Harga Kedelai Naik, Adakah Solusi Efektif?




Oleh. Iis Siti Maryam

 Gemah ripah loh jinawi itulah peribahasa yang disematkan untuk negeri ini. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya adalah tentram dan makmur serta sangat subur tanahnya. Ya, Indonesia memang negeri yang subur dan memiliki kekayaan yang melimpah, bahkan ada syair yang mengatakan "Tongkat kayu dan batu jadi tanaman" itulah Indonesia. 

Namun alih-alih sebagai negeri yang subur makmur, kenyataannya segala sesuatunya masih ketergantungan dengan impor. Salah satunya adalah impor kedelai. Kebutuhan kedelai di tanah air mencapai 3 juta ton per tahun. Sementara, produksi dalam negeri hanya 20%, jadi kedelai ini tergantung sepenuhnya pada produk impor. 
Baru-baru ini harga kedelai impor melonjak tinggi mengakibatkan para pengrajin tahu tempe pusing, sebab mereka mengaku meski harga kedelai naik, mereka belum bisa menaikkan harga tempe di pasaran.

Menteri perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan penyebab harga kedelai naik belakangan ini karena suplai impor di pasar internasional terbatas. Diketahui, mayoritas kebutuhan kedelai di dalam negeri disuplai dari impor. Masalahnya, pasokan yang terbatas saat ini membuat harga melompat dari US$12 per gantang (bushel) menjadi U$18 per gantang.

"Kedelai ini ada berbagai macam permasalahannya. Salah satunya karena badai La Nina di Argentina dan Amerika Selatan (AS), sehingga suplainya sangat terbatas," ujarnya usai meninjau pasokan minyak goreng di Makassar, (CNNIndonesia, Kamis 17/2/2022).

Sementara itu, ketua umum Gabungan Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo) Aip Syarifuddin mengatakan, kenaikan harga tahu tempe dipicu oleh harga kedelai di AS. Ia mengungkapkan bahwa harga komoditas kedelai sedang mengalami kenaikan dari Juli 2021 yang mencapai 14 dollar AS atau setara dengan 8.924 per kilogram landed price per bushel sementara harga bulan sebelumnya 13 dollar AS per bushel. (Kompas.com, 15/1/2022)

Jika kita telusuri ketergantungan impor pangan ini kerap sekali digunakan sebagai strategi oleh berbagai negara di dunia dalam perdagangan Internasional. World Trade Organization (WTO) adalah organisasi yang mengatur perdagangan internasional dengan menuntut negara-negara anggotanya untuk membuka pasar seluas-luasnya bagi perdagangan Internasional melalui penghapusan berbagai hambatan dalam perdagangan. WTO juga menjadi organisasi yang bertanggung jawab dalam menangani jalur maupun aturan dalam perdagangan ini.

Indonesia sendiri juga menggunakan perdagangan Internasional ini sebagai strategi dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat. Indonesia resmi menjadi anggota WTO melalui ratifikasi UU no.7 tahun 1994 tentang ratifikasi pembentukan WTO. Namun pada akhirnya perdagangan bebas WTO telah mengancam negeri ini untuk menentukan kebijakan pangan dan pertanian yang berguna bagi kepentingan rakyat. Terutama dalam pemaksaan untuk membuka keran impor maupun pasal-pasal dalam WTO dan perjanjian perdagangan bebas jelas merugikan negeri ini. Lantas bagaimana pengaturan dalam Islam terkait masalah pangan ini? 

Sebuah negara dikatakan sebagai negara ketahanan bukan hanya dilihat dari ketahanan militernya saja, tetapi juga bagaimana ketahanan pangannya. Karena kebutuhan rakyat merupakan persoalan yang harus segera diselesaikan dan ini adalah bagian dari peran negara. Negara harus menyediakan masalah ketahanan pangan, karena hanya negara yang  memiliki kapasitas dalam menyelesaikan masalah tersebut.

Islam sangat memperhatikan bagaimana manusia membentuk ketahanan pangan yang baik. Terlebih, kebutuhan akan makanan merupakan hal yang primer bagi manusia untuk keberlangsungan hidupnya. Ketahanan pangan dalam pandangan Islam dikaitkan dengan keimanan kepada Allah Swt. terkait dengan maqashid syariat yaitu menjaga jiwa, agama, akal dan harta benda. Oleh karena itu pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban dalam menyejahterakan rakyatnya. Rasulullah saw. menegaskan bahwa "Imam atau Khalifah adalah pengurus dan ia akan dimintai pertanggung jawabannya terhadap apa yang ia urus." (HR.Muslim dan Ahmad).

Sementara itu, syariat Islam menetapkan beberapa dasar untuk membangun ketahanan pangan, yaitu:

1. Melakukan optimalisasi dalam produksi. Artinya seluruh lahan yang berpotensi dioptimalkan untuk usaha pertanian dalam menghasilkan makanan pokok. Penguasa bisa mencari akses untuk mendapatkan lahan yang optimal untuk benih tanaman tertentu, pemupukan, teknik irigasi, penanganan hama dan bagaimana pengolahan pasca panen. Disini peran adanya aplikasi teknologi sebagai informasi pencarian lahan.

2. Adanya adaptasi gaya hidup. Yaitu dengan memberikan pemahaman kepada rakyat untuk tidak mengkonsumsi makanan secara berlebihan, karena dapat mengganggu kesehatan, seperti obesitas dan juga dapat meningkatkan persoalan limbah. Selain itu Rasulullah saw. pun mengajarkan untuk makan sebelum lapar dan berhenti sebelum kenyang.

3. Adanya pengaturan logistik. Pada saat masalah pangan menimpa rakyat peran penguasa yang harus bisa menyelesaikannya, yaitu dengan cara memperbanyak cadangan produksi dan mendistribusikannya dengan selektif pada saat ketersediaan mulai berkurang.

4. Dapat memprediksi iklim. Yaitu dengan menganalisa kemungkinan terjadinya perubahan cuaca yang ekstrem dan iklim yang tidak menentu yaitu dengan cara mempelajari fenomena alam seperti curah hujan, kelembaban udara, penguapan air permukaan serta intensitas sinar matahari.

5. Adanya mitigasi bencana kerawanan pangan yaitu adanya upaya mengantisipasi terjadinya rawan pangan yang bisa disebabkan oleh perubahan alam dan lingkungan, dalam mitigasi ini beserta tuntunan untuk saling berbagi dengan yang lain.

Maka dari itu, jelas Islam telah memberikan solusi efektif bagi manusia dalam hal ketahanan pangan berdasarkan ilmu yang bersumber dari sang Pencipta. Sehingga pengaturan alam dan isinya bisa secara optimal dirasakan oleh manusia tatkala manusia dan makhluk lainnya membutuhkannya. Dengan begitu, Islam benar-benar bisa menjadi rahmat bagi seluruh alam. Namun kenyataan ini tidak bisa dirasakan dalam sistem yang kapitalisme seperti saat ini. Melainkan hanya bisa diterapkan dalam institusi yang menerapkan syariat Islam secara kafah yaitu Khilafah Islamiyah. Wallahu'alam bi ashshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak