Oleh Siti Uswatun Khasanah
(Aktivis Dakwah Millenial)
Pada agenda Halaqoh Kebangsaan Optimalisasi Islam Wasathiyah dalam Mencegah Ekstrimisme dan Terorisme yang digelar oleh MUI pada Rabu 26 Januari 2022, Direktur Keamanan Negara Badan Intelijen Keamanan Mabes Polri Brigjen Umar Effendi menyampaikan bahwa akan melakukan pemetaan terhadap masjid-masjid untuk mencegah adanya paham terorisme dan radikalisme. Pemetaan akan dilakukan pada masjid yang cenderung keras menurutnya.
Selain itu, menurutnya paham terorisme dan radikalisme juga tersebar luas di media sosial.
Selain masjid, rezim hari ini juga mengincar pondok pesantren yang dituduh sebagai sarang lahirnya paham terorisme dan radikalisme. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar mengatakan masih menemukan adanya pondok pesantren yang diduga terafiliasi jaringan terorisme. Setidaknya ada ratusan pondok pesantren dari berbagai wilayah seluruh Indonesia yang dituduh menjadi sarang paham terorisme ini. Namun hal ini ditanggapi oleh beberapa tokoh.
MUI meminta untuk menghentikan narasi yang menyudutkan pesantren sebab bisa mencoreng nama baik pesantren. Begitupun dengan KH. Akhmad Alim, Sekjen BKSPPI yang menyampaikan bahwa pesantren merupakan produk asli pendidikan Indonesia sebelum adanya pendidikan nasional. Warga pesantren dari mulai santri, kiai, habib, tuan guru dan para ulamanya telah bersatu untuk mengusir penjajah.
Sekjen MUI Buya Amirsyah mengatakan " Jadi saya mengajak semua pihak hentikan narasi yang menyudutkan kelompok tertentu dengan Islamophobia."
Rencana pemetaan masjid dan tuduhan terhadap pondok pesantren terkait terorisme dan radikalisme ini merupakan sebuah ekspresi daripada islamophobia, menakut-nakuti masyarakat agar anti terhadap ajaran Islam yang murni. Bukan nama Islamnya, namun ajaran Islamnya. Ajaran Islam yang tidak sesuai dengan keinginan penguasa seperti ajaran khilafah, jihad serta ajaran Islam lainnya diframing negatif dan diklaim radikal. Hari ini umat menjadi anti dengan ajaran Islam, sehingga menormalkan apa yang diharamkan Islam dan membenci apa yang ada dalam ajaran Islam.
Sedikit demi sedikit kaum Muslim dijauhkan dari ajaran Islam. Beberapa ormas Islam dibubarkan dan dituduh sebagai penyebar paham radikal, bahkan MUI sempat hendak dibubarkan dan dituduh sebagai sarang terorisme. Ajaran khilafah dikatakan membawa bencana dan perpecahan. Adanya kriminalisasi terhadap ulama, hingga persekusi terhadap beberapa acara-acara keagamaan seperti kajian Islam dan majelis ta'lim. Hal ini tentu saja menunjukan ketidakadilan terhadap Islam, mengapa hanya masjid yang diawasi dan diberlakukan pemetaan? Mengapa hanya pondok pesantren yang mengajarkan ajaran Islam saja yang dituduh berkaitan dengan terorisme? Mengapa dunia hari ini selalu menuding Islam menyebarkan paham radikalisme dan terorisme?
Bahkan di tengah-tengah kondisi negara Indonesia yang sedang sulit perekonomiannya, hutang negara terus meningkat, korupsi seolah menjadi budaya, sumber daya alam yang menjadi kekuasaan asing, tetapi justru penguasa hanya fokus terhadap radikalisme-terorisme yang tidak jelas definisinya. Penguasa menggunakan isu ini untuk mengalihkan fokus ummat agar tetap bisa melancarkan aksi kapitalisnya.
Jurnalis Australia, John Pilger menyatakan "Korban terbesar terorisme adalah umat Islam. Hakikatnya tidak ada perang terhadap terorisme, yang ada adalah perang menggunakan alasan terorisme."
Apa yang dikatakannya benar adanya, karena faktanya saudara-saudari kita di Palestina, Khasmir, Suriah, Uyghur dan Rohingnya merupakan Ummat Muslim yang menjadi korban penjajahan namun merekalah yang dituduh sebagai teroris. Namun, mereka yang jelas dan terang melakukan aksi teror, melakukan pembantaian dan menakut-nakuti ummat tidak disebut sebagai teroris.
War on terrorism and radicalism yang tak usai-usai programnya hingga hari ini, dilanjutkan oleh adanya program moderasi beragama di negeri ini yang bertujuan membentuk masyarakat Islam moderat yang melawan Islam radikal.
Padahal keduanya adalah ketidakjelasan, definisinya rancu dan sulit dimengerti oleh masyarakat. Sehingga masyarakat hanya angguk-angguk dan mudah diprovokasi, sampai akhirnya timbul pembenturan antara Al-Qur'an dengan Pancasila, antara Islam dengan NKRI. Seolah-olah yang memilih Islam dan Al-Qur'an adalah kaum radikal, teroris dan ekstrimis di mata mereka. Orang-orang yang menginginkan penerapan Islam secara kafah dianggap sebagai pemecah belah NKRI, dikirimnya buzzer-buzzer untuk menggaungkan opini ini. Hal ini tentunya akan menimbulkan perpecahan dan kegaduhan antara masyarakat.
Tuduhan atas ajaran Islam, bahwasannya ketika ajaran Islam Kaffah diterapkan dalam akan memicuh perpecah belahan adalah salah besar, justru tidakadanya khilafah inilah yang menjadikan ummat berpecah belah sulit bersatu apalagi dengan adanya paham nasionalisme yang menimbulkan sekat-sekat negara antara kaum Muslim. Justru hanya khilafah yang dapat membersatukan seluruh umat Muslim, bahkan menjadikan manusia bisa saling bertoleransi meski berbeda agama. Justru, tindakan penguasa yang beralasan ingin mencegah radikalisme inilah yang mampu menimbulkan perpecahan, adanya pro dan kontra dikalangan masyarakat inilah yang menjadi kontroversi.
Bahkan Barat mengidentifikasi kaum Muslim berdasarkan pemahamannya menjadi beberapa kelompok, seperti fundamentalis dan radikal yang mengemban Islam sebagai ideologi yang dianggap mengganggu kepentingan kaum kapitalis. Pengelompokan lainnya seperti kaum tradisionalis, sekuler-liberalis serta moderat yang dianggap sepihak dengan barat karena kerap mentoleransi penyimpangan yang dilakukan barat.
Adanya pengelompokan inilah menjadikan kaum Muslim sendiri terpecahbelah. Bahkan perbedaan pendapat dikalangan kaum Muslim hari ini saja dapat menjadikan umat terpecahbelah, padahal perbedaan itu datang dari hal-hal cabang yang memang dibolehkan berbeda. Sedangkan pada hal-hal akar tampaknya perbedaan justru diwajarkan, padahal itu adalah penyimpangan.
Beberapa kalangan dari kaum Muslim yang terpapar virus Islamophobia justru lebih akrab dengan kaum kafir yang memerangi ajaran Islam daripada dengan saudara sesama Muslimnya sendiri.
Mesti disadari bahwasannya narasi-narasi terkait radikalisme, ekstrimisme maupun terorisme merupakan jebakan politik yang digaungkan penguasa untuk memecahbelah umat Islam. Sebabnya Barat tahu bahwa persatuan merupakan kekuatan umat Islam, maka Barat senantiasa berupaya menghancurkan itu semua dengan menimbulkan perpecahan dengan narasi-narasi basi ini. Umat Muslim pun mesti sadar bahwa jauhnya kaum Muslim dari Islam inilah yang mengakibatkan adanya perpecahan diantara kita inilah yang menjadikan kita lemah dan mudah diprovokasi. Padahal kita adalah umat terbaik. Perpecahan inilah yang menjadikan kita mudah dijajah, secara fisik maupun secara pemikiran. Dapat dikatakan bahwa perpecahan lebih berbahaya daripada penjajahan, sebab persatuan akan membentengi diri kita dari penjajahan.
Maka kita harus tetap fokus pada persatuan dan kebangkitan umat ini, jangan mudah terbawa arus. Fokus pada perjuangan ini, fokus untuk mempelajari Islam Kaffah, dan fokus untuk mencerdaskan ummat dengan Islam kafah, karena hanya Islam kafah yang mampu menghangusbumikan orang-orang yang membenci Islam.
Kita pun mesti kritis dan berani. Kritis terhadap kondisi ummat hari ini, kritis terhadap kebobrokan-kebobrokan yang terjadi pada sistem ini, kritis terhadap kebijakan-kebijakan para penguasa kapitalis. Kita harus berani beramar ma'ruf nahi munkar, berani mengatakan yang hak adalah hak dan yang bathil adalah bathil, tidak boleh takut terhadap apapun, menanamkan rasa takut hanya pada Allah.
Kita mesti lantang bersuara, berani menggunakan kecerdasan intelektual kita untuk bersuara dan melawan kezaliman tanpa kekerasan.
Yang mesti disuarakan dan disadarkan pada umat, bahwa sistem hari inilah yang menjadikan kita terpecahbelah. Jangan lelah menyuarakan bahwa sistem Islam kafah dalam bingkai khilafah adalah pemersatu umat. Bahwa sistem Khilafah yang akan memberikan solusi pada permasalahan yang terjadi hari ini. Saatnya kita tinggalkan sistem warisan penjajah sekuler kapitalis demokrasi dan kembali pada sistem warisan Rasulullah, yaitu kistem khilafah islamiyyah.
Wallahu a'lam bishshawab.