Bulan Mulia Rajab, Momen Masifkan Islam Kaffah




Oleh Ade Irma


Memasuki bulan Rajab, salah satu bulan yang Allah muliakan sebagaimana bulan Zulhijah, Zulkaidah, dan Muharam. Allah Swt. berfirman,

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ۚ

“Sesungguhnya jumlah bulan menurut Allah ialah dua belas bulan, (sebagaimana) dalam ketetapan Allah pada waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya ada empat bulan haram…”(QS at-Taubah : 36)
Imam Qurthubi dalam tafsirnya menyatakan bahwa keistimewaan bulan-bulan haram, termasuk Rajab, adalah dilipatgandakannya pahala dan dosa dari setiap perbuatan. Beliau berkata,

فيضاعف فيه العقاب بالعمل السيئ كما يضاعف الثواب بالعمل الصالح

“Perbuatan dosa di bulan haram hukumannya dilipatgandakan, sebagaimana pahala amal saleh dilipatgandakan.” (Tafsir al-Qurthubi 8/68).

Selain keistimewaan bulan mulia Rajab ini. Dibulan ini pula banyak peristiwa penting dan bersejarah bagi umat Islam.
Di antara peristiwa itu adalah hijrah pertama kaum muslim ke Habsyah yang terjadi pada tahun ke-5 kenabian, peristiwa Isra Mikraj pada tahun ke-10 kenabian, perang Tabuk melawan adidaya Romawi pada tahun ke-9 setelah hijrah, serta pembebasan Baitulmaqdis oleh pasukan muslim di bawah pimpinan Shalahuddin Al-Ayyubi pada Rajab tahun 583 H.

Namun pada bulan Rajab pula ada satu peristiwa penting yang tak boleh dilupakan oleh umat Islam. Sebuah peristiwa yang menandai hilangnya kemuliaan umat, yakni runtuhnya institusi khilafah yang selama 14 abad menaungi kehidupan umat Islam dan umat lain di seluruh dunia.

Peristiwa memilukan ini terjadi pada 28 Rajab 1342 H, bertepatan dengan tanggal 3 Maret 1924 M. Saat itu, kepemimpinan umat Islam dunia sedang berada di tangan Bani Utsmaniyah yang berkuasa sejak 1299 M. Pada hari itu, khalifah terakhirnya, Abdul Majid II dan keluarganya, diusir dari istana dan diasingkan ke Swiss dalam keadaan sangat terhina.

Keruntuhan khilafah benar-benar telah membuka pintu keburukan bagi umat Islam. Negeri-negeri Islam tercerai-berai, masuk dalam cengkeraman penjajahan. Harta kekayaan mereka dijarah, kehormatan mereka dilanggar, pemikiran dan budaya mereka pun dirusak.

Kemerdekaan yang akhirnya didapat justru menjadi pengukuh keterpecahbelahan. Satu negeri muslim dengan negeri muslim lainnya tersekat oleh dinding nasionalisme dan kehilangan makna ukhuwah.

Bahkan tak jarang mereka bertikai demi memperebutkan sejengkal tanah. Tak sadar bahwa meski musuh tak hadir secara fisik, penjajahan masih ada dalam benak dan sistem hidup yang mereka terapkan.

Dahulu negeri-negeri Islam atur dengan Islam, namun sekarang 'bercengkrama' melanggengkan UU dan sistem hidup warisan penjajah. Sistem politik, pemerintahan, ekonomi, sosial, budaya, persanksian, dan hankam, semua meniru dan membebek aturan-aturan Barat.

Dengan aturan hidup sekuler, umat Islam dan negaranya alih-alih bisa hidup damai sejahtera sebagaimana saat khilafah dulu tegak, yang terjadi justru umat ditimpa krisis di berbagai bidang kehidupan. Termasuk krisis politik, ekonomi, dan moral hingga taraf yang mengerikan.

Semua ini menjadi bukti atas firman Allah Ta’ala dalam QS Thaha 124,

وَمَنْ اَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَاِنَّ لَهٗ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَّنَحْشُرُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اَعْمٰى

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, dia akan menjalani kehidupan yang sempit, dan Kami akan mengumpulkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.”
Di bawah naungan sistem sekuler, kehidupan anak dan kaum perempuan juga jauh dari kemuliaan. Hak-hak dasar mereka sebagai manusia dan makhluk yang harus dijaga juga telah dirampas.

Berbeda jauh dengan saat khilafah tegak, semuanya terjamin hingga tumbuh kembang anak dan fungsi politis-strategis kaum perempuan sebagai pencetak generasi cemerlang bisa berjalan dengan sempurna. Tak heran jika peradaban emas Islam mampu tegak selama belasan abad.

Sudah selayaknya datangnya bulan Rajab menjadi momentum yang tepat untuk merenungkan kembali sejarah umat Islam dan mengambil ibrah tentang apa yang semestinya dilakukan. Nyatanya, pada masa lalu, bulan ini menjadi pembatas yang jelas antara kondisi umat dalam naungan khilafah dengan kondisi umat tanpa naungan khilafah.

Keduanya seperti terang dengan gelap. Dan kehidupan hari ini adalah kehidupan yang serba gelap bagi umat Islam. Tak ada kebaikan sedikit pun saat umat hidup jauh dari aturan Islam. Mereka bukan hanya berkubang dalam kehinaan, tetapi yang lebih mengerikan, mereka terus berkubang dalam dosa berkepanjangan. Sungguh kehidupan di sistem sekuler ini adalah kehidupan yang tidak ideal untuk umat Islam khususnya. Maka apakah kita masih memilih kehidupan yang sempit ini tatkala aturan Allah dicampakkan? Masihkan kita berdiam diri dalam kemaksiatan dan menutup mata akan kerusakan disana-sini.

Bulan Rajab saatnya kita bangkit dan berjuang sebagaimana Rasulullah dan pejuang terdahulu.
Wallahu a'lam.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak