Oleh: Elly Waluyo
(Anggota Aliansi Penulis Rindu Islam)
Kasus Covid-19 varian Omicron melonjak, kali ini memiliki gejala yang ringan bahkan tidak bergejala sama seperti saudaranya sebelumnya yaitu Covid-19. Meski tak seganas varian Delta namun penularan varian Omicron 5 kali lebih cepat dan pandai menyelinap menghindari antibodi. Erlina Burhanudin yang merupakan spesialis Paru di Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabat mengatakan bahwa gejala yang ditemukan pada pasien Covid-19 varian Omicron yang dirawat, umumnya berupa batuk dan gatal pada tenggorokan. Sekitar 20 persen yang mengalami demam berbeda dengan varian delta yang 90 persen mengalami demam. Virus ini berkembang pada saluran pernapasan atas, dan tidak menimbulkan kerusakan pada paru sehingga tidak membutuhkan oksigen. Oleh karena itu disarankan tidak perlu melakukan perawatan dirumah sakit bagi pasien yang tidak bergejala, bukan komorbid untuk melakukan isolasi mandiri dirumah saja. (https://travel.tempo.co : 28 Januari 2022)
Besarnya pasien Covid-19 varian delta yang tidak sesuai dengan BOR (Bed Occupancy Rate) yang sebelumnya pernah terjadi, tidak lantas serta merta melonjaknya pasien Covid-19 varian Omicron yang saat ini terjadi tercukupi kebutuhan tempat tidurnya di sejumlah rumah sakit di Jakarta. Meski masih 45 persen saja, bed yang terisi di sejumlah rumah sakit, namun warga Jakarta mengaku kesulitan mencari rumah sakit. Sebagaimana yang dituturkan oleh Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo dalam siaran Pers, “KSP sudah mulai menerima laporan warga yang kesulitan mencari rumah sakit”. Keterisian bed dirumah sakit yang harusnya diutamakan untuk yang berusia lanjut atau yang memiliki komorbid, malah didominasi oleh pasien tanpa gejala atau yang memiliki gejala ringan saja.
(https://kabar24.bisnis.com : 28 Januari 2022)
Pemerintah tak mampu membendung kepanikan masyarakat akan melonjaknya pasien covid-19 varian Omicron. Hal tersebut cukup beralasan karena masyarakat belajar dari lonjakan yang pernah terjadi sebelumnya, kebutuhan faskes berupa tempat tidur, tenaga medis, bahkan obat-obatan tidak tercover dengan baik bahkan jauh dari kata cukup. Hal tersebut membuat masyarakat berduyun-duyun segera memeriksakan diri ke rumah sakit dengan harapan akan segera mendapatkan penanganan yang baik karena masih banyaknya ketersediaan faskes diawal-awal lonjakan seperti ini. Masyarakat tak lagi menghiraukan himbauan pemerintah dan WHO (World Health Organization) yang menyatakan bahwa varian Omicron ini tidak seberbahaya varian Delta, dan pemerintah juga berusaha menambah kebutuhan bed dan obat-obat.
Ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan Faskes yang sesuai dengan jumlah warga negaranya merupakan suatu bentuk kegagalan dari sistem kapitalis yang diusung di negeri ini. Orientasi seorang pemimpin dalam sistem kapitalis bukanlah Ra’in (pengurus rakyat), melainkan hanyalah sebagai regulator untuk memuluskan dan memuaskan kepentingan oligarki. Selalu menimbang segala hal dengan untung dan rugi bukan halal dan haram sehingga mustahil jika mengharapkan akan tersedianya kebutuhan rakyat dan fasilitas kesehatan yang layak.
Fasilitas kesehatan dikomersialkan dan malah dengan teganya membebani rakyatnya dengan segudang alasan untuk dapat menarik pajak. Negara mewajibkan setiap rakyatnya untuk mengikuti asuransi kesehatan, tak perduli jika perekonomian rakyatnya berada diujung tanduk, seakan tak mampu bernapas, bahkan banyak yang sudah terperosok ke lembah kemiskinan. Hilangnya pekerjaan karena perusahaaan- perusahaan atau pabrik-pabrik tempat rakyatnya bernaung untuk mengais rizki gulung tikar, tak lantas membuat pemerintah menghapuskan pajak yang dibebankan malah ditambah.
Berbeda halnya dengan Sistem Islam yang orientasi kepemimpinannya adalah pengurus rakyat. Tak hanya Fasilitas kesehatan yang layak saja yang bisa diakses secara gratis dengan mutu yang bagus, namun juga fasilitas-fasilitas lain yang merupakan kebutuhan pokok rakyat dipenuhi dengan gratis. Pembiayaan yang berasal dari Baitul mal pada pos kepemilikan umum yang bersumber dari pengelolaan sumber daya alam secara mandiri sangat lebih dari cukup untuk meng-cover warga negaranya meski disaat pandemi.
Fasilitas kesehatan yang menentramkan jiwa karena memiliki kualitas yang bagus, mudah diakses dan gratis. Pelayanan kesehatan terhadap pasien yang menjalani rawat jalan dirumah sendiri atau rawat inap hingga melakukan pengawasan pasca perawatan sampai dengan pelayanan door to door dilakukan, sebagai bentuk tanggung jawab Negara terhadap warga negaranya
Tags
Opini