Oleh : Rindoe Arrayah
Pandemi Covid-19 yang hingga kini belum ada kepastian kapan akan berakhir, ternyata telah mengalami perkembangan dengan munculnya varian baru. Makin beragam varian Covid-19, makin sulit mengendalikan agar tidak menginfeksi dan menelan lebih banyak lagi korban. Seperti dilansir cnbcindonesia.com (28/11/2021), Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito menyatakan pihaknya sedang melakukan analisis situasi, dan negara merespon pencegahan agar Indonesia terlindungi dari potensi penularan varian terbaru dari Covid-19 tersebut.
Varian Covid-19 ini disebut Omicron. WHO telah menetapkan Omicron sebagai Varian of Concern atau VOC. Varian B 1.1.529 disebut memiliki banyak strain atau mutasi bahkan melebihi varian lain yakni Alpha, Beta, dan Delta. Menurut Ilmuwan Genom Afrika Selatan, varian Omicron punya mutasi yang sangat banyak lebih dari 30 protein lonjakan kunci yaitu struktur yang digunakan virus untuk masuk ke dalam sel yang diserang. Adapun negara lain yang melaporkan keberadaan variasi tersebut antara lain Inggris, Hongkong dan Belgia.
Tidak adanya solusi pasti terkait keseriusan dalam menangani pandemi ini semakin membuat rakyat menderita. Beban yang harus dipikul rakyat semakin terasa berat. Di tengah himpitan ekonomi yang begitu sulit, rakyat juga harus dibenturkan dengan biaya kesehatan yang melambung tinggi. Padahal rakyat membutuhkan peran negara untuk menjaga kesehatan dan pengobatan mereka. Apalagi di masa pandemi, pelayanan kesehatan secara menyeluruh semisal tes Covid-19 dan perawatan serta jaminan hidup tidak mungkin dapat dipenuhi warga secara mandiri. Negara seharusnya hadir untuk memberikan pelayanan kesehatan secara gratis dan memberikan perlindungan penuh kepada rakyatnya. Namun dalam sistem kapitalis ini, kesehatan dan nyawa manusia justru menjadi ajang komoditi bisnis. Dalam kasus pandemi misalnya, negara membiarkan para pengusaha berlomba-lomba mengambil keuntungan besar dari bisnis di bidang kesehatan.
Berbeda halnya dengan sistem kesehatan Islam. Dalam sistem Islam, pelayanan kesehatan merupakan kewajiban negara. Salah satu tanggung jawab pemimpin negara adalah menyediakan pelayanan kesehatan dan pengobatan bagi rakyatnya secara cuma-cuma alias gratis. Pemimpin menyadari kepemimpinannya sebagai pelindung dan perisai bagi umat, dan kelak akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah Swt.
Untuk itu, penerapan seluruh syariat Islam termasuk di bidang layanan kesehatan merupakan sebuah kewajiban. Hal ini hanya bisa diwujudkan di bawah sistem yang telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad Saw yang kemudian dilanjutkan oleh Khulafaur Rasyidin dan generasi berikutnya hingga keruntuhannya yang dilakukan oleh seorang pengkhianat, yaitu Musatafa Kemal Attaturk pada 3 Maret 1924. Oleh karenanya, menjadi kewajiban kita bersama untuk kembali menegakkan kembali sebuah institusi yang akan menerapkan syariat-Nya dalam seluruh aspek kehidupan.
Wallahu a'lam bishshowab.