Oleh: Hamnah B. Lin
Dunia pendidikan terus dirundung duka, berita viralnya mahasiswi bunuh diri karena cinta di Malang, berita bunuh diri seorang siswi karena asmara di Blitar, dan sederet kasus lain yang tak tersorot kamera dan telinga netizen. Miris sekaligus menyayangkan, kejadian yang serupa namun tak segera ada upaya penyelesaian dari akarnya.
Kami ambil dari kompas.com, 20/12/2021, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbud Ristek), Nadiem Makarim mengungkapkan saat ini dunia pendidikan Indonesia mengalami tantangan besar dengan adanya "tiga dosa besar".
Tiga dosa besar berupa perundungan, kekerasan seksual, dan intoleransi, tak hanya menghambat terwujudnya lingkungan belajar yang baik, tetapi juga memberikan trauma yang bahkan dapat bertahan seumur hidup seorang anak. Untuk itu, Nadiem mengatakan Kemendikbud Ristek akan lebih serius menangani "tiga dosa besar" di dunia pendidikan ini, salah satunya dengan membentuk Kelompok Kerja (pokja) Pencegahan dan Penangananan Kekerasan di Bidang Pendidikan yang spesifik menangani isu "tiga dosa besar" dunia pendidikan.
Pembentukan pokja, lanjut Nadiem, dimaksudkan untuk semakin memperkuat upaya dan kolaborasi dalam pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan. Konsep Merdeka Belajar yang Kemendikbud Ristek usung, lanjut dia, tidak hanya berfokus pada proses penyampaian materi di dalam kelas.
Lebih lanjut, Nadiem menyampaikan perlunya menjadikan kebijakan pencegahan dan penanganan juga sebagai gerakan. Saat ini terdapat dua aturan yang memberikan panduan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Satuan Pendidikan. Serta Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.
Perlu kita apresiasi setiap upaya pemerintah dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencari jalan atas permasalahan yang terjadi. Tapi sepanjang pemikiran sekuler yang masih menjadi panduannya, sampai kiamat tak akan pernah menemukan solusi tuntas yang yang benar. Tak ayal hanya solusi tambal sulam bahkan malah menimbulkan masalah baru yang semakin runyam.
Coba kita cermati aturan Permendikbud Nomer 30 Tahun 2021 yang dijadikan aturan pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di lingkungan pendidikan, ternyata mengantongi draft lama Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang telah diprotes keras oleh masyarakat luas dan DPR pada periode 2014-2019. Keduanya memiliki landasan filosofis yang sama, yakni paradigma sexual-consent. Standar benar dan salah dalam melakukan aktivitas seksual tidak lagi berpijak pada nilai-nilai agama, tetapi pada penilaian individu semata. Jika dibiarkan, tentu sangatlah berbahaya.
Dan faktanya Permendikbud Nomer 30 Tahun 2021 ini sudah banyak yang menolak, salah satu pihak yang bersuara dalam menolak adanya Permendikbud 30 ini adalah MOI (Majelis Ormas Islam). Nazar Haris, Ketua MOI mengatakan bahwa adanya Permendikbud ini berarti mengizinkan terjadi praktik perzinaan dan penyimpangan seksual seperti lesbian, gay, biseksual, transgender. Seks bebas, pornografi, pornoaksi dibolehkan atas persetujuan kedua belah pihak atau sexual-consent. Asalkan tidak ada paksaan, sudah dewasa, dan dengan dalih suka sama suka, maka perbuatan haram dan terlarang ini pun menjadi ‘halal’ dilakukan (Kumparan.com, 2/11/2021).
Sungguh Permendikbud Nomer 30 Tahun 2021 adalah kebijakan atau aturan yang kosong dari solusi. Bahkan arahnya malah melegalkan 3 dosa besar di dunia pendidikan itu sendiri. Karena aturan ini berasaskan dari pemikiran sekuler bahkan liberal.
Maka Islam sebagai agama yang memiliki seperangkat aturan yang berasal dari Allah SWT, memiliki solusi atas 3 dosa besar di dunia pendidikan.
Adalah sistem pergaulan dalam Islam yang menetapkan bahwa naluri seksual pada manusia adalah semata-mata untuk melestarikan keturunan umat manusia. Islam mengatur hubungan lawan jenis dengan aturan yang rinci agar dalam pemenuhannya disalurkan dengan cara yang benar dan mendapatkan rida dari Allah SWT. Ada beberapa prinsip dalam sistem pergaulan Islam yang harus dipahami oleh setiap individu masyarakat, di antaranya:
Pertama, Islam memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan untuk menundukkan pandangannya. Hal ini sesuai dengan firman Allah dalam surat An-Nur ayat 30-31.
Kedua, Islam memerintahkan kepada perempuan untuk menutup aurat dan mengenakan pakaian sempurna yakni kerudung (QS An-Nur:31) dan jilbab (QS Al-Ahzab: 59).
Ketiga, Islam melarang perempuan untuk bepergian sendirian tanpa mahramnya jika perjalanan tersebut lebih dari sehari semalam. Diriwayatkan oleh HR Bukhari dan Muslim, Rasulullah Saw. bersabda:
“Tidak diperbolehkan bagi seorang wanita yang melakukan perjalanan selama sehari semalam kecuali jika disertai dengan mahram.”
Keempat, Islam melarang berkhalwat (berdua-duaan antara laki-laki dan perempuan). Diriwayatkan oleh HR Muslim, Rasulullah saw bersabda:
“Jangan sekali-kali seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya.”
Kelima, Islam melarang perempuan keluar rumah tanpa seizin suaminya jika sudah menikah atau izin dari bapak/wali jika belum menikah.
Keenam, Islam memerintahkan komunitas pria dan wanita terpisah, tidak bercampur baur.
Ketujuh, interaksi laki-laki dan perempuan diperbolehkan dalam hal yang bersifat umum/mu’amalah saja, bukan hubungan khusus seperti saling mengunjungi atau liburan bersama.
Kedelapan, Islam melarang segala sesuatu yang mengantarkan pada perzinaan.
Jika pun ternyata masih ada yang melakukan perbuatan terlarang ini, maka Islam menetapkan sanksi yang tegas bagi pelakunya, yakni dicambuk seratus kali bagi pezina ghayr mukhsan dan di rajam bagi pezina mukhsan (sudah menikah). Disamping itu, Islam juga melarang melakukan qadzaf (menuduh wanita berzina tanpa bukti) karena sama saja dengan mencederai kehormatan wanita. Maka, jika ada yang melakukannya, pelakunya dicambuk sebanyak delapan puluh kali.
Inilah solusi Islam atas 3 dosa besar di dunia pendidikan, maka kebutuhan kita hari ini adalah menerapkan Islam sebagai aturan yang menyelimuti seluruh pelosok negeri hingga dunia ini. Berpangku tangan amatlah rugi, ambil peran berjuang terapkan Islam sebagai solusi. Ridha Allah harapan yang pasti, aturan manusia segera campakkan jangan menunggu nanti.
Wallahu a'lam biasshawab