Siap Hadapi Omicron, Dengan Apa?



Oleh: Hamnah. B. Lin

          Jumlah pasien Covid-19 varian omicron makin bertambah di dunia, tak terkecuali di Indonesia, bahkan di Jawa Timur. 
          Sebagaimana kami lansir dari detik.jatim, 25/1/2022, pada Senin (24/1), Omicron di Jatim bertambah menjadi 26 pasien. Terbanyak dari Kota Surabaya "Ada 26 kasus Omicron di Jatim, itu total ya," kata Dr Joni Wahyuhadi, Ketua Satgas Kuratif COVID-19 Jatim kepada awakmedia di Grand City Surabaya usai Rakor Penanganan COVID-19 Forkopimda Jatim, Senin (24/1/2022).
          Joni mengungkapkan, tambahan 18 kasus Omicron berasal dari transmisi lokal, atau perjalanan dalam negeri. Dari data Satgas COVID-19 Jatim, ada tambahan 18 kasus Omicron di Jatim pada Sabtu (18/1). Sehingga totalnya kini ada 26 kasus COVID-19 Omicron. Sebaran 26 kasus Omicron di Jatim yakni 12 dari Kota Surabaya, 7 dari Kabupaten Pasuruan, Kota Malang 3 kasus. Kemudian di Kota Madiun, Kota Malang, Kabupaten Madiun, dan Sidoarjo masing-masing memiliki satu kasus Omicron.
          Untuk membendung gelombang Omicron, Pemprov Jatim menyusun berbagai strategi. Khofifah bekerja sama dengan sejumlah pihak. Khofifah membeberkan seluruh rumah sakit di Jatim telah siaga. Khofifah juga meminta isolasi terpusat (isoter) di Kabupaten/Kota kembali diaktifkan kembali dengan tenaga medis dan relawan yang mumpuni. Ketum PP Muslimat ini juga memastikan, kesiapan oksigen di rumah sakit rujukan COVID-19 di Jatim. Belajar saat gelombang ke-2 COVID-19 Juli 2021 lalu, Khofifah menyebut telah menyiapkan fasilitas memadai.
          Tak hanya itu, patroli protokol kesehatan (prokes) menggunakan motor juga akan kembali diperketat. Patroli ini bertajuk Pamor Keris atau Patroli Motor Penegakan Protokol Kesehatan di Masyarakat. Nantinya, petugas gabungan akan bergerak menggunakan motor dan menertibkan kembali prokes di masyarakat. Kemarin, Gubernur Khofifah Indar Parawansa memimpin langsung apel gelar pasukan ini. Khofifah didampingi Pangdam V/Brawijaya Mayjen TNI Nurchahyanto, Kapolda Jatim Irjen Nico Afinta, Pangkoarmada II Laksda TNI Iwan Isnurwanto, serta Pj Sekdaprov Jatim Wahid Wahyudi. Tak hanya digelar di Surabaya, gerakan Pamor Keris juga serentak dilaksanakan seluruh kabupaten/kota se-Jawa Timur. Harapannya, akan memasifkan upaya penegakan prokes di Jatim.
          Jika menilik perjalanan munculnya virus Covid-19 ini, banyak negara yang terlambat dalam menangani penyebarannya. Akibatnya sejumlah negara lumpuh, termasuk pertumbuhan ekonomi melemah. 
          Hingga ditemukannya vaksin Covid-19 dan sudah digunakan banyak negara, membuat negara-negara tadi merasa 'aman' dan mulai 'membuka' pintu perekonomian. Akibatnya merekamulai fokus dengan pertumbuhan ekonomi dengan menerapkan kebijakan new normal life.
          Inilah yang menjadi ciri negara-negara pengemban kapitalisme. Saat pandemi belum usai, mereka justru disibukkan dengan pertumbuhan ekonomi, bahkan dalam penanganan pandemi sering terjadi kapitalisasi (baca: mengedepankan materi). 
          Terbukti, negara-negara penganut sistem kapitalisme telah gagal menyelesaikan pandemi. Alih-alih menghentikan arus penyebarannya, justru muncul lagi momok varian baru yang berpotensi lebih cepat menyebar. Standar mereka dalam membuat kebijakan adalah materi, yaitu ada tidaknya manfaat yang diraih bukan pada keselamatan nyawa manusia. 
         Maka dalam kondisi seperti ini tak menutup kemungkinan varian baru dan gelombang baru pandemi Covid-19 terus menghantui dunia. Makin beragam varian Covid-19 dan makin sulit mengendalikannya. Karenanya, ini menjadi bukti kegagalan rezim global untuk segera menghentikan potensi penularan Covid-19.  
         Jika saja pada awal virus muncul ditangani dengan serius, maka kita tidak akan kewalahan mengatasi laju penyebarannya seperti sekarang ini. Kesalahan fatal dalam menangani wabah adalah saat pemerintah tidak menutup pintu masuk dan keluarnya orang ke negara-negara lain. Semua itu demi perekonomian negara, hingga mengabaikan keselamatan rakyat.
          Dalam sistem saat ini, negeri kita yang didominasi kebijakan sekuler kapitalistik yang masih tarik ulur antara lockdown atau kepentingan ekonomi. WNA dan TKA pun masih leluasa bermigrasi ke sini. Malah mereka sengaja diundang “atas nama pariwisata yang kolaps selama pandemi. Akibatnya, lockdown pun setengah hati. Bagaimana mungkin pandemi bisa teratasi dengan efektif? 
         Berbeda dengan konsep lockdown yang dilakukan oleh negara  yang menerapkan sistem Islam. Negara tidak berorientasi ekonomi, melainkan fokus pada aspek kesehatan dan penyelamatan jiwa rakyatnya. 
          Oleh karena itu, dunia membutuhkan sistem alternatif yang mampu menghentikan pandemi. Sistem ini harus sahih dan mampu menangani masalah-masalah yang di hadapi umat. 
          Penanggulangan wabah dalam sistem pemerintahan Islam ditopang oleh dua tujuan pokok, yakni: Pertama, menjamin terpeliharanya kehidupan normal di luar areal terjangkiti wabah. Kedua, memutus rantai penularan secara efektif yakni secepatnya, sehingga tiap orang tercegah dari bahaya infeksi dan keadaan yang mengantarkan pada kematian.
          Untuk mencapai tujuan tersebut maka berikut beberapa hal yang akan dilakukan sang  pemimpin dalam sistem Islam:
Pertama, penguncian area wabah (Lockdown syar’i). Sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Apabila kalian mendengar wabah di suatu tempat, maka janganlah memasuki tempat itu, dan apabila terjadi wabah sedangkan kamu sedang berada di tempat itu, maka janganlah keluar darinya, (HR Muslim). 
Artinya tidak boleh seorang pun yang berada di area terjangkit wabah keluar darinya juga tidak boleh seorang pun yang berada di luar wabah memasukinya. Prinsip ini sangat efektif untuk pemutusan rantai penularan wabah karena dapat menutup rapat celah penularan. 
Kedua, isolasi bagi yang sakit.
Rasulullah SAW menegaskan yang artinya: “Sekali-kali janganlah orang yang berpenyakit menular mendekati yang sakit”. (HR. Imam Bukhari).
Hal ini di implementasikan antara lain dengan testing masif yang cepat dengan hasil akurat pada setiap orang yang berada di area wabah. Sebab mereka semua berpotensi terinfeksi dan berisiko sebagai penular. Selanjutnya yang positif terinfeksi harus segera diisolasi dan diobati hingga benar-benar sembuh. Deteksi dan tracing contact dilakukan untuk keberhasilan testing masif.
Ketiga, pengobatan segera hingga sembuh bagi setiap orang yang terinfeksi meski tanpa gejala. Hal ini karena setiap penyakit dapat disembuhkan sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit dan obat dan diadakannya bagi tiap-tiap penyakit obatnya maka berobatlah kamu, tetapi janganlah berobat dengan yang haram.” (HR. Imam Bukhari). 
Di samping itu kesehatan adalah kebutuhan pokok publik yang dijamin negara sehingga masyarakat dapat mengakses fasilitas kesehatan tanpa biaya.
Keempat, melakukan penelitian.
Negara akan membiayai berbagai penelitian terkait pengobatan yang efektif dan efisien baik itu berupa vaksin, obat-obatan atau sejumlah upaya mitigasi untuk menangani pandemi. Semua ini akan ditanggung negara. Karenanya, pelaksanaan keempat ini akan menutup rapat penyebaran virus. 
          Namun pelaksanaan semua ini hanya akan terwujud dalam sistem kehidupan Islam. Karena didukung sepenuhnya oleh sistem kesehatan Islam yakni khilafah islamiyah. 
Wallhu a'lam biashowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak