Resmi IKN Baru Disebut 'Nusantara' Tapi Masyarakat Merana, Kok Bisa?




Oleh : Ummu Mustanir



Mengapa Ibu Kota Harus Pindah?

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa dalam keterangannya di DPR, mengatakan terdapat setidaknya lima pertimbangan pemindahan IKN ke Kalimantan.

Pertama, adalah lokasi yang sangat strategis karena berada di tengah-tengah wilayah Indonesia yang dilewati alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) II di Selat Makassar.

Kedua, lokasi IKN memiliki infrastruktur yang relatif lengkap, yaitu bandara, pelabuhan, dan jalan tol yang baik serta ketersediaan infrastruktur lain, seperti jaringan energi dan air minum yang memadai.

Ketiga, lokasi IKN berdekatan dengan dua kota pendukung yang sudah berkembang, yaitu Kota Balikpapan dan Kota Samarinda.

Keempat, ketersediaan lahan yang dikuasai pemerintah dan sangat memadai untuk pengembangan IKN. Terakhir, minim risiko bencana alam.

Luas IKN sebesar 256.142 hektare, yang lokasi inti untuk pusat pemerintahan seluas 56.180 hektare dan kawasan pengembangan IKN seluas 199.962 hektare.

Lokasi IKN berbatasan dengan Kabupaten Panajam Paser Utara, Kabupaten Kutai Kartanegara. (bbc.com Selasa 18/1/2022).

Mimpi IKN Baru, Buat Aktivis Lingkungan Pilu, Masyarakat Jadi Kelu

Pembangunan IKN jika sampai masanya tidak terjadi maka akan menjadi beban marwah pemerintah yang terlanjur menghembuskan rencana yang masih berupa ilustrasi ke seluruh dunia. Merujuk situs ikn.go.id, pembangunan IKN membutuhkan waktu puluhan tahun yang terbentang dari 2022 sampai 2045 nanti.
Di periode 2022-2024, akan dilakukan pemindahan tahap awal ke Kawasan IKN, pembangunan infrastruktur utama seperti Istana Kepresidenan, Gedung MPR/DPR RI dan perumahan, juga meliputi pemindahan ASN tahap awal, serta pembangunan dan beroperasinya infrastruktur dasar untuk 500.000 penduduk tahap awal. Presiden RI direncanakan akan merayakan HUT RI ke-79 di Kawasan IKN pada 17 Agustus 2024.

Di periode 2025-2035, pemerintah akan membangun IKN sebagai area inti yang tangguh, mengembangkan fase kota berikutnya seperti pusat inovasi dan ekonomi, menyelesaikan pemindahan pusat pemerintahan IKN, mengembangkan sektor-sektor ekonomi prioritas, menerapkan sistem insentif untuk sektor-sektor ekonomi prioritas, serta mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.

Di periode 2035-2045, akan ada pembangunan infrastruktur dan ekosistem tiga kota di Kawasan IKN. Pemerintah juga hendak menjadikan IKN sebagai destinasi FDI nomor satu untuk sektor-sektor ekonomi prioritas di Indonesia serta menjadi 5 besar destinasi utama di Asia Tenggara.
Pada periode ini pula pemerintah akan mendorong jaringan utilitas yang berkelanjutan di IKN dengan mengimplementasikan enablers ekonomi sirkuler, serta mengembangkan pusat inovasi dan pengembangan talenta.
Adapun di periode 2045 dan selanjutnya, IKN ditargetkan akan dikukuhkan reputasinya sebagai “Kota Dunia untuk Semua” dan menjadi kota terdepan di dunia dalam hal daya saing.

Di masa tersebut, IKN juga diharapkan masuk dalam 10 kota layak huni terbaik serta mencapai net zero carbon emission dan 100% energi terbarukan pada kapasitas terpasang. IKN juga ditargetkan menjadi kota pertama di dunia dengan jumlah penduduk lebih dari 1 juta jiwa yang mencapai target netral karbon tersebut.

IKN nantinya akan dijadikan sebagai superhub yang terdiri dari 6 kluster ekonomi. Di antaranya, kluster industri teknologi bersih, kluster farmasi terintegrasi, kluster industri pertanian berkelanjutan, kluster ekowisata dan wisata kesehatan, kluster bahan kimia dan produk turunan kimia, dan kluster energi rendah karbon.
IKN juga akan memiliki dua kluster pendukung yaitu kluster pendidikan abad ke-21 serta kluster smart city dan pusat industri 4.0.

Berdasarkan berita sebelumnya, anggaran IKN mencapai Rp 466 triliun yang dipenuhi dari tiga skema, yakni APBN langsung, Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), serta skema swasta dan BUMN/D. (Kontan.co.id Minggu, 23 Januari 2022)


Pada 2019 lalu, sebelum pandemi, Presiden Joko Widodo mengatakan, dana APBN yang digunakan untuk pemindahan IKN sebesar 19% dari APBN dengan sisanya dari swasta dan BUMN.

Namun, dilansir dari situs IKN, yang juga dikutip beberapa media, tertulis sebesar 53,5% pendanaan IKN dari total sekitar Rp466 triliun menggunakan APBN dan 46,5% sisanya menggunakan dana lain dari skema KPBU, swasta, dan BUMN. Namun menteri keuangan Sri Mulyani sempat membantah mengenai besarnya dana APBN untuk proyek IKN sebelum disahkannya undang-undang mengenai IKN.

UU IKN telah disahkan lewat satu ketukan palu Ketua DPR Puan Maharani setelah mendapat persetujuan secara aklamasi oleh para anggota rapat paripurna ke-13 DPR masa sidang 2021-2022 pada Selasa (18/01/2022). Dalam pembicaraan tingkat I pada rapat kerja bersama pemerintah pada 18 Januari pukul 00.30 WIB, dengan agenda mendengarkan pandangan mini fraksi-fraksi, pendapat Komite I DPD dan juga pemerintah terhadap pembahasan RUU IKN. Pertemuan tersebut telah disepakati ibu kota negara yang baru diberi nama Nusantara, yang selanjutnya disebut Ibu Kota Nusantara.

Lalu bagaimana dengan klaim pemerintah yang saling bertentangan dengan kenyataan yang terjadi? Konon kondisi ekonomi negara belum pulih, banyak masyarakat terdampak oleh pandemi Covid-19 akibat kehilangan pekerjaan yang menyebabkan angka kemiskinan bertambah. Utang pemerintah sebesar Rp6.687,28 triliun, setara dengan 39,69 % produk domestik bruto, sedangkan kebutuhan anggaran untuk IKN, diperkirakan kurang lebih Rp466 triliun. Sehingga pembangunan IKN baru tentu akan membebani keuangan negara dan membuat negara menjadi tidak fokus dalam penanganan pemulihan ekonomi. 

Selain masalah anggaran yang membebani APBN proyek IKN juga menuai kritik karena Memasukkan proyek IKN ke dalam program PEN yang nampak sebagai tindakan yang kontradiktif dengan semangat pemulihan ekonomi nasional itu sendiri. Merujuk pada UU Nomor 2 Tahun 2020, khususnya pasal 11 ayat 2 maka proyek IKN jelas tidak bisa masuk sebagai salah satu kategori program PEN. Mengapa bisa sebuah regulasi melahirkan kebijakan yang kontradiktif terhadap regulasi sebelumnya? Itulah ciri khas pelaksanaan pemerintahan yang menjadikan asas manfaat sebagai landasan kebijakan nya, hukum akan tebang pilih tumpul kepada pemodal dan tajam kepada analis kebijakan serta regulasi yang tumpang tindih maupun saling bertentangan akan terus lahir selama sistemnya masih memusatkan perhatian hanya untuk keuntungan bisnis semata.

Selanjutnya mengenai minim terjadinya bencana alam di sekitar wilayah IKN baru terbantahkan dengan terjadinya banjir yang terhitung dua hari hingga Selasa 18/01/2022. Masyarakat di sekitar wilayah IKN baru yang hingga saat ini bergelut dengan aktivitas bercocok tanam justru khawatir kehadiran IKN yang akan memperburuk kondisi lingkungan yang telah rusak akibat dibabat 'izin perkebunan sawit dan kayu'.

Direktur Walhi Kalimantan Timur, Yohana Tiko, mengatakan, banjir yang kerap melanda wilayah di sekitar IKN menunjukkan, area ini telah dibebani oleh masalah lingkungan dari lama, sejak investasi masuk pada rezim Soeharto.

Perusahaan sawit, kayu, dan pertambangan mengeksploitasi wilayah tersebut dan merusak lingkungan. Dua tahun ini saja terjadi banjir besar hingga awal Januari ini.

Pembangunan IKN akan menghancurkan kawasan hutan lindung Sugai Wain, Sungai Manggar, sumber air masyarakat Balikpapan. Lalu ancaman kepunahan hewan endemik seperti pesut, bekantan, dugong.

Hulu habis dengan konsensi, pembangunan IKN, lalu daerah tengah dan hilir dengan industri, dan pelabuhan. Ditambah hilangnya ruang hidup masyarakat, berladang, berburu, mencari ikan. Selain itu proyek IKN juga menjadi jembatan pemutihan tanggung jawab korporasi yang telah menyebabkan 162 konsesi tambang, kehutanan, perkebunan sawit, dan PLTU batu bara. Terdapat, juga konsesi kehutanan dan 94 lubang bekas tambang batu bara yang tersebar di kawasan IKN.

Sehingga pembangunan IKN yang dikebut dan disahkan undang-undang nya pada tengah malam tersebut benar-benar kental tujuannya untuk melayani kepentingan para pemilik modal dan sama sekali tidak senada dengan kehendak masyarakat adat dan masyarakat yang hingga kini bermukim di sekitar wilayah IKN yang mayoritas adalah bertani dan berladang. Lantas apakah Islam 
sebagai agama yang paripurna dapat menjawab persoalan perpindahan ibu kota?

Pindah Ibu Kota Dalam Pandangan Islam

pemerintahan negara Islam juga pernah memindahkan ibu kota negara Khilafah sebanyak empat kali, mulai dari Madinah ke Damaskus, ke Bagdad, ke Kairo, terakhir ke Istanbul.

Alasan perpindahan ibu kota negara Khilafah ke Bagdad adalah untuk kemaslahatan umat, yaitu karena lokasinya strategis, air di sana tersedia sepanjang tahun, serta dan Bagdad menjadi kontrol atas rute perdagangan sepanjang sungai Tigris ke laut dan dari Timur Tengah ke Asia. Semua ini dilakukan sama sekali tidak berkaitan ambisi penguasa atau kepentingan segelintir orang.

Perencanaan wilayah dan tata ruang kota di negara Islam juga diatur sedemikian rupa sehingga warga negara Khilafah dapat mengakses masjid, sekolah, perpustakaan, taman, area komersial, dan lain-lain dengan mudah. Perencanaan yang matang tentu diimbangi oleh kemampuan perancang yang handal dan juga memahami kondisi masyarakat yang sesuai dengan faktanya. Sehingga pembangunan ibu kota baru benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat serta bertujuan untuk kesejahteraan umat secara keseluruhan.

Pendanaan ibu kota baru juga tidak mungkin mengorbankan kepentingan rakyat tapi akan diambil melalui pos kepemilikan umum dan pos kepemilikan negara. Kepemilikan umum (milkiyah ammah) atau public property adalah kepemilikan yang memiliki manfaat besar bagi masyarakat dan menyangkut hajat hidup orang banyak. Kepemilikan umum tidak dapat dikuasai perseorangan apalagi swasta. Negara juga tidak boleh menguasainya, melainkan mengelolanya untuk kepentingan umat. Contohnya, sumber daya alam, seperti air dan barang tambang.

Kepemilikan negara (milkiyah daulah) atau state property yang pada dasarnya adalah hak milik umum, tetapi hak pengelolaannya menjadi wewenang dan tanggung jawab negara/pemerintah. Contohnya, ganimah, fai, khumus, kharaj, jizyah, usyur, dan pajak. Pajak dalam hal ini tidak menjadi sumber utama pendapatan negara, sebab pajak dalam sistem Syara' sifatnya insidental atau hanya boleh diberlakukan dimana saat pos kepemilikan negara benar-benar kosong serta yang menjadi wajib pajak hanyalah orang-orang yang dianggap memiliki kepemilikan pribadi berlebih sehingga tidak wajib bagi masyarakat miskin bahkan yang bukan beragama Islam tidak menjadi wajib pajak. Maka dari itu ibu kota yang dibangun dengan perencanaan yang matang serta pertimbangan kondisi yang seimbang akan menjadikan sebuah ibu kota baru yang disegani oleh masyarakat karena mampu memberikan kesejahteraan padanya. Wallahu'Alam bish shawwab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak