PTM 100%? Kebahagiaan yang Dibayangi Kekhawatiran

Oleh : Ummu Khielba
(Komunitas Pena Pejuang Dakwah)


Semua orang tua menyambut gembira terkait PTM 100%, empat semester bahkan lebih ananda harus belajar di rumah dengan berbagai kendala dan tantangan yang dihadapi siswa dan orang tua, karena mau tidak mau harus memfasilitasi gadget untuk buah hatinya. 

Komisioner KPAI Retno Listyarti mengkhawatirkan sekolah-sekolah yang tidak memiliki kemampuan memenuhi sarana prasarana untuk adaptasi kebiasaan baru di masa pandemi. Padahal, sarana dan prasarana menjadi hal penting dalam pelaksanaan PTM.
 
Retno menyarankan pemerintah daerah untuk menganggarkan dana daerahnya untuk sekolah yang tidak mampu memenuhi infrastruktur sekolah di masa adaptasi kebiasaan baru. Mengingat PTM 100 persen akan tetap dibuka meski infrastruktur sekolah belum siap.
 
“Ini penting dipikirkan, pemerintah daerah harus support banget, dan Satgas Covid-19 harus memastikan persiapan infrastruktur dan mengawasi secara langsung sekolah-sekolah,” ucap Retno. (Medcom.id,30 Desember 2021).

Berbagai program dibuat untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, mulai dari PTM hybrid sampai PTM 100%. Apakah solutif? Sementara itu masih berseliweran informasi di beranda media sosial, media cetak dan media elektronik yang memberitakan terkait bermutasinya covid-19. mulai dari alfa, betha, delta dan Omicron masih menghantui negara Indonesia.

Kebijakan yang berubah-ubah dan minimnya sarana prasarana yang tidak merata didapatkan oleh sekolah-sekolah yang tersebar di seluruh nusantara. Mengakibatkan kesulitan akses teknologi saat diberlakukannya "Daring" dan kurangnya fasilitas yang menunjang saat diberlakukannya "Prokes" oleh pemerintah di lingkungan sekolah menyambut PTM 100% ini.

Kebijakan yang disandarkan pada pertumbuhan ekonomi menjadikan hasil yang sarat akan kepentingan antara oligarki dan korporasi. Sehingga yang tercium adanya "bau bisnis" dalam mensahkan setiap kebijakan Inilah watak kapitalistik dalam kubangan neoliberalis sekularis.

Negara hanya menjadi fasilitator dan regulator bukan sebagai perisai dalam mengurus rakyatnya dan pengawasan secara berkala untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. 

Berbeda dengan sistem Islam yang agung, kebijakan awal seorang khalifah dalam mengatasi pandemi dengan cara memisahkan yang terkena wabah dan yang sehat juga menghentikan jalur transportasi dan ekspedisi keluar negeri dan dalam negari, yang saat ini kita kenal dengan kata "Lock down". Bahkan memfasilitasi kebutuhan pokok yang terkena wabah supaya tidak perlu keluar rumah, sementara yang sehat masih bisa beraktivitas sebagaimana mestinya.

Dalam sistem Islam, upaya penanggulangan pandemi dengan penerapan teknologi yang canggih dengan SDM yang mumpuni untuk melakukan riset dan menghasilkan vaksin atau antivirus yang sesuai dengan standar hukum syariat Islam. Bukan malah menghalangi bahkan meniadakan para aset bangsa melahirkan karya bahkan mengimpor vaksin tersebut.

Saat ini, vaksinasi menjadi syarat dalam melakukan berbagai aktivitas pelayanan umum terkhusus pendidikan. Standarisasi PTM 100% ya dengan vaksinasi, namun menjamin kesehatan dan keamanan jiwa dan raga juga seharusnya peran dari negara bukan sekelompok orang atau perorangan. Yang kemudian siswa tenang dalam aktivitas belajarnya dan orang tua percaya penuh pada sekolah dan pemangku kebijakan.

Apakah kondisi seperti diatas terjadi saat ini? semoga menjadi bahan renungan buat kita semua. Cukuplah Allah mejadi penolong kita dan ikhtiar kita menolong agama Allah.

Wallahu A'lam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak