Pola Asuh Berwawasan Kebangsaan, Mampukah Wujudkan Generasi Harapan?



Oleh : Ummu Hanif, pemerhati Sosial Dan Keluarga

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Jogja melakuan upaya penguatan wawasan kebangsaan (wasbang) dengan melibatkan partisipasi keluarga. Ini untuk menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme pada anak sejak dini.

Seperti yang dilansir www.radarjogja.com, 3/11/2021, Kepala Badan Kesbangpol Kota Jogja, Budi Santosa mengatakan dari kajian-kajian yang dilakukan belum lama ini, peran keluarga untuk mengenalkan wasbang perlu ditingkatkan lagi. Ada pun, ketika anak berusia sekolah melalui pendidikan karakter. Maka, perlu adanya intervensi dengan mengenalkan pola asuh berwawasan kebangsaan melalui program parenting. Budi menjelaskan program parenting kebangsaan ini disinergikan dengan penguatan kegiatan yang sudah berjalan seperti kampung KB dan program Bina Keluarga Balita yang selama ini sudah ada ditiap kelurahan. Namun demikian, program perdana ini baru diuji cobakan di dua Kampung KB yang berada di Kelurahan Notoprajan dan Sosromenduran. 

Pihaknya juga menyiapkan modul sebagai panduan orang tua dalam menjalankan pola asuh berwawasan kebangsaan ke anaknya masing-masing. Modul itu disusun bersama akademisi dan psikolog. Pun sebagai upaya evaluasi atau mengukur keberhasilan, terhadap penerapan parenting atau pembinaan kebangsaan. Ada salah satu produk yang di-launching berupa Si Kumbang, semacam kartu menuju kebangsaan.

Demikianlah kalau kita perhatikan, pengarusan moderasi telah mendapat tempat di negeri ini. Sepintas, ide ini terlihat membawa sangat besar manfaat, namun sejatinya membawa dampak yang merusak. Salah satu contohnya adalah penerapan parenting atau pembinaan kebangsaan ini, sepintas diharapkan bisa menghapus radikalisme, namun sejatinya justru membahayakan generasi. 

Ada setidaknya tiga hal yang perlu ditimbang. Pertama, terkait pendangkalan akidah anak. Memahamkan anak untuk tidak menganggap agamanya adalah satu-satunya yang paling benar (pluralisme) akan menimbulkan keraguan pada diri anak atas kebenaran agamanya. Bukankah ini akan mengantarkan pada kemurtadan? Sementara murtad adalah dosa besar.
 
Kedua, makin tertancap kuatnya paham sekuler liberal pada anak. Sedari dini mengajarkan anak untuk tidak menjadikan agama sebagai pedoman hidup. Sekularisme memberi dogma pada manusia untuk menjauhkan agama dari kehidupannya. Bukankah ini juga berarti mencampakkan syariat? Menganggap Allah itu tidak mampu untuk mengatur kehidupan, menganggap bahwa manusia lebih jenius daripada allah?
 
Begitu pun liberalisme yang akan menjadi landasan mereka dalam bertingkah laku. Mereka akan merasa bebas berbuat apa pun dalam mencari kesenangan dunia. Bukankah ini memicu terjadinya kenakalan remaja, seperti seks bebas, aborsi, narkoba, tawuran, geng motor, dan perilaku kriminal lainnya? Bukankah ini pun merupakan kerugian negara sebab negara telah kehilangan generasi cemerlang untuk membangun bangsa? Maka, generasi apa yang bisa kita harapkan dari sosok generasi seperti ini?
 
Bahaya ketiga adalah hilangnya pemahaman Islam politik. Ketika moderasi terus diaruskan untuk melawan pemahaman radikal—yang sebenarnya ditujukan pada ajaran Islam politik—bukankah ini yang menyebabkan anak bangsa makin tidak peduli walau SDA-nya dikeruk asing? Padahal, pencaplokan sumber daya alam milik umat menyebabkan kesengsaraan umat berlipat-lipat!

Bukankah ini sebenarnya sumber kesengsaraan bangsa ini? Generasi yang yang jauh dari agamanya, generasi yang hanya mengenal kesenangan tanpa kerja keras, generasi yang minim rasa kebangsaan, yang menjual harta negara untuk kepentingan pribadi dan golongannya. Maka, bukan lagi generasi ideal harapan umat yang bisa diraih, justru program ini akan mengokohkan penjajahan atas negeri ini. 
  
Sejatinya, inilah agenda global dalam membendung kebangkitan Islam. Barat sangat meyakini jika umat muslim kembali pada ajarannya dengan benar, kebangkitan Islam akan segera kembali dan menghancurkan peradaban Barat yang memang sudah rapuh. Dengan tegaknya Khilafah, negeri-negeri muslim akan bersatu. Kaum muslim akan berada dalam satu komando untuk melindungi umat dan agamanya.
 
Tidak akan ada lagi yang berani menjarah harta kekayaan milik umat Islam, mengeksploitasi barang tambang, membakar hutan demi penanaman sawit besar - besaran, pembangunan infrastruktur yang hanya demi kepentingan para kapital, maupun adanya anggaran negara berbasis hutang riba.
 
Tentu semua ini adalah mimpi buruk bagi barat, sehingga harus dihalangi keberadaannya. Dan bagi kita kaum muslimin, kita harus sadar bahwa kita sedang berada dalam sebuah permainan penjajah. Ketika kita tidak punya pedoman, justru kita yang akan menyesal. Karena bukan kita yang akan duntungkan, tapi mereka para kapitalis dan kroni – kroni nya. Wallahu a;lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak