Oleh : Ummu Hanif, Pengamat Sosial Dan Keluarga
Tahun 2022 telah beberapa waktu menyapa. Banyak harapan yang kita gantungkan tentunya, harapan untuk hidup lebih baik dan sejahtera. Namun sudah banyak diantara kita yang terlanjur putus asa, karena beberapa calon kebijakan pemerintah telah dicanangkan dan siap dilandingkan. Sebut saja tentang penghapusan premium di tahun 2022. Premium, masih menjadi komoditas yang diharapkan sedikit bisa mengurangi beban masyarakat karena harganya lebih murah dibanding jenis bahan bakar lain. Hitung – hitung selisihnya masih bisa digunakan untuk menambah belanja harian.
Bagai cempedak berbuah nangka, masyarakat merasa sangat berbahagia ketika wacana penghapusan premium pada tahun 2022 dibatalkan. Salah satu bahan bakar produk pertamina ini batal dihapus dari pasaran setelah Presiden Jokowi mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 tahun 2021. Perpres yang diunggah di laman resmi Sekretariat Negara, Minggu (2/12/2022), menegaskan bahwa Premium dengan Research Octane Number (RON) 88 masih bisa didistribusikan ke seluruh Indonesia.
Namun rakyat kembali hanya bisa menerima nasib. Faktanya meski dengan Perpres Nomor 117 tahun 2021 pemerintah memastikan bahwa distribusi Premium masih bisa dilakukan di seluruh wilayah Indonesia, namun justru premiumnya yang tidak ada. Inilah yang kemudian menyebabkan banyak pihak menilai bahwa Perpres ini mandul.
Pertamina dalam hal ini sebagai pihak penyalur bahan bakar minyak ke masyarakat, ikut memberikan komentar terkait Perpres yang dikeluarkan Jokowi. Corporate Secretary Subholding Commercial And Trading Pertamina Irto Ginting berkomentar, tidak ada pernyataan langsung dalam Perpres tersebut yang menyebutkan Premium masih akan digunakan. "Perpres itu hanya menyatakan minimal RON 88. Kami (Pertamina) menunggu penugasan resminya dari Pemerintah," ujar Irto kepada Kompas.com, Senin (3/1/2022).
Lebih lanjut Irto mengatakan, Pertamina memastikan masih akan terus memasok Pertalite di tahun 2022 ini. "Kami memastikan bahwa Pertalite tetap didistribusikan tahun 2022. Masyarakat tidak perlu khawatir," ujar Irto, dikutip dari Kontan (1/1/2022).
Dari pernyataan tersebut berarti premium sudah tidak lagi diproduksi oleh Pertamina. Sedangkan pertalite memang masih banyak ditemukan di SPBU dan para penjual BBM eceran. Jelas, perpres Nomor 117 tahun 2021 tidak berpengaruh. Bagaimana mungkin premium bisa didistribusikan ke seluruh wilayah Indonesia kalau barangnya saja sudah tidak diproduksi. Jadi wajar jika rakyat banyak yang kembali kecewa kepada penguasa, karena setiap kebijakannya tidak lebih dari sekedar pencintraan dan numpang nama.
Sementara itu, selama ini pemerintah berargumentasi terpaksa mengikuti protokol Internasional untuk mengurangi emisi karbon dll. Tapi hal itu sudah menjadi tanggung jawab Pemerintah yang seharusnya menjadi "Government Concern". Pemerintah harus dapat mengelola dengan baik segala hal yang berkaitan dengan pemenuhan hajat hidup rakyat bukan semata-mata berorientasi pada profit. Artinya, jika RON 88 memang disinyalir menjadi penyebab terbesar emisi karbon, harusnya dengan manajemen yang bagus, BBM dengan RON lebih tinggi bisa didapatkan masyarakat dengan harga murah atau bahkan gratis. Karena yang rakyat tahu, adalah kemampuan mereka beli, bukan tentang emisi. Masalahnya, ketika semua sumber daya alam telah diserahkan kepada asing, pemerintah bisa apa?
Itulah seharusnya fungsi pemerintah, mengurus masyarakat dan memenuhi kebutuhan dasar untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat sesuai sila ke-5 Pancasila dan UUD 1945. Maka perlu dipertanyakan kemudian jika di lapangan rakyat kesulitan mendapat BBM berkualitas, apakah tidak berarti justru pemerintah sendiri yang telah melanggar Pancasila khususnya sila ke-5 dan UUD 1945 ?
Islam sebagai agama yang sempurna, telah memberikan penjelasan juga terkait hal ini. Menurut syariat Islam, pemerintah adalah pelayan umat sebagaimana sabda Rasulullah: “Sayyid (pemimpin, pejabat, pegawai pemerintah) suatu kaum adalah pelayan (khadim) mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim). Adapun mempermudah urusan rakyat termasuk menyediakan BBM berkualitas dan terjangkau merupakan bentuk pelayanan negara. Pemerintah tidak boleh mengeluh atas segala persoalan negeri, karena memang tugasnya menyelesaikan semua problem rakyat. Kalau premium dan pertalite memang dilarang protokol Internasional, maka turunkan harga pertamax hingga mudah dijangkau seluruh masyarakat atau mencari jalan keluar lain.
Pemerintah harus ingat bahwa setiap perbuatan kelak akan dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah. Nabi bersabda, “Seorang amir (pemangku jabatan publik) adalah pemimpin atas orang-orang, dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya tentang mereka.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Maka kondisi ini seharusnya memicu kita berpikir lebih kritis, bahwa memeng sistem kapitalis sudah sangat egois. Hanya kepentingan para pemilik modallah yang difasitasi. Sementara rakyat, harus selalu gigit jari. Maka, belum saaatnyakah kaum muslimin melirik hukum Islam, yang telah terbukti ratusan tahun silam, membawa berkah ke seluruh alam ketika diterapkan. Tidak hanya muslim yang bahagia, non muslim pun hidup terurus dan sejahtera. Wallahu a’lam bi ash showab.