Oleh: Neng Ipeh
(aktivis BMI Community Cirebon)
Belum lama ini, Panitera Muda Hukum Pengadilan Agama Kelas 1B Cirebon, H Zaenal Hasan SSy mengatakan, selama 2021 tercatat ada 1.011 perkara yang masuk ke Pengadilan Agama Cirebon. Dari jumlah tersebut, angka permohon dispensasi untuk menikah yang masuk hingga pertengahan Desember 2021 mencapai 51 permohonan. Walaupun jumlah ini masih lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 54 permohonan.
Menurutnya, permohonan dispensasi nikah kebanyakan dilakukan oleh muda mudi yang “terpaksa” menikah karena sebelumnya telah hamil duluan. Atau orang tua yang khawatir dengan pergaulan anaknya sehingga menikahkan anaknya untuk menghindari perbuatan dosa. “Selama ini, kebanyakan yang mengajukan dispensasi kawin alasanya karena hubungan yang terlalu dekat. Hakim juga tidak akan serta merta mengabulkan permohonan kalau bukti bukti yang dibawa oleh orang tuanya tidak cukup kuat dan alasanya mendesak,” lanjutnya. (radarcirebon.com/11/01/2022)
Jika kita perhatikan, praktik pernikahan dini tetap marak, meskipun pemerintah sudah merevisi batas usia minimal perkawinan di Indonesia menjadi 19 tahun melalui Undang-undang Nomor 19 tahun 2019. Selain itu, ada aturan yang menetapkan penyimpangan batas usia minimal dalam pernikahan hanya bisa dimohonkan dispensasi ke pengadilan.
Dosen FH Unpad lainnya, Dr. Sonny Dewi Judiasih, M.H.CN., menjelaskan, praktik perkawinan di bawah umum rentan terjadi pada perempuan di pedesaan yang berasal dari keluarga miskin serta tingkat pendidikan yang rendah. Sejumlah faktor yang memengaruhi praktik pernikahan dini ini di antaranya adanya faktor geografis, terjadinya insiden hamil di luar nikah, pengaruh kuat dari adat istiadat dan agama, hingga minimnya akses terhadap informasi kesehatan reproduksi. Semestinya, kata Sonny, pengadilan jangan mempermudah izin dispensasi kawin. Fakta di lapangan, hampir 90 persen permohonan dispensasi perkawinan dikabulkan oleh hakim. Hal ini menjadikan Indonesia kerap bertahan di jajaran negara dengan angka pernikahan dini tertinggi di dunia. “Apakah alasan tersebut merupakan alasan yang mendesak atau dapat ditunda, serta mempertimbangkan perlindungan dan kepentingan terbaik bagi anak dalam peraturan perundang-undangan dan hukum tidak tertulis dalam bentuk nilai-nilai hukum, kearifan lokal, dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat,” tandasnya. (unpad.ac.id/11/01/2022)
Pernikahan dini, sejatinya bukanlah hal yang asing di kalangan masyarakat Indonesia. Apalagi ini sudah terjadi sejak bertahun-tahun lamanya. Karena dalam
pandangan Islam, pernikahan dini tidak dipermasalahkan. Asalkan berlandaskan
syariat dengan niat untuk ibadah kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Islam
juga menghalalkan pernikahan sebagai jalan keluar dari kemaksiatan. Artinya, daripada harus hidup bermaksiat dengan melanggar syariat Allah, menikah adalah jalan keluarnya. Namun, pernikahan bukanlah hal yang sepele. Sebab di dalamnya terdapat tujuan juga aturan-aturan yang hanya bisa dilalui oleh pasangan yang kuat secara fisik dan mental. Sayangnya, pernikahan dini karena akibat dari hamil terlebih dahulu tentu bukanlah sebuah hal yang diinginkan oleh semua orang. Namun apa daya jika pergaulan bebas justru kian meluas hingga pada akhirnya pernikahan dini karena sudah hamil duluan kian marak.
Penyebab utama pergaulan bebas yang kian menjamur di tengah masyarakat tak lepas dari penerapan sistem kapitalisme yang berlandaskan pada sekularisme. Asas pemisahan antara agama dengan kehidupan menghasilkan iklim pergaulan yang serba bebas (liberal) tanpa aturan. Agama ditinggalkan dalam berinteraksi sosial karena dianggap berisi aturan yang mengekang. Sistem sekuler kapitalisme mengutamakan kesenangan duniawi dan materi di atas segalanya. Dengan paradigma ini, terbentuklah suasana lingkungan yang mendukung kebiasaan masyarakat yang suka mengumbar dan memuaskan syahwat demi kesenangan semata.
Sebagai seorang muslim, tentu kita meyakini bahwa Islam adalah sebuah aturan kehidupan yang sempurna. Islam tidak hanya mengatur urusan ibadah mahdhoh saja seperti shalat, zakat, naik haji, puasa, namun Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk sistem pergaulan.
Islam mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan, dimana hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim hanya sebatas dalam ranah pendidikan, muamalah, persanksian dan kesehatan. Islam pun mengatur untuk tidak bolehnya berkhalwat (berdua-duaan), berikhtilat (campur baur antara laki-laki dan perempuan), mengumbar aurat, bertabarruj (berdandan berlebihan), melakukan safar tanpa ditemani mahram bagi seorang perempuan.
Dari sini betapa aturan Islam sangat memanusiakan manusia. Wajar jika yang terjadi hanyalah keamanan, kenyamanan dan ketentraman. Aturan islam yang sempurna ini tentunya hanya bisa diterapkan dalam bingkai khilafah.Khilafah adalah kepemimpinan umum kaum Muslim seluruh dunia dimana diterapkan syariat Islam secara sempurna dan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dengan da'wah dan jihad. Oleh karena itu sudah selayaknya kita selaku umat muslim senantiasa istiqomah memperjuangakan penerapan syariat islam secara totalitas di bawah naungan khilafah.
Tags
Opini