Oleh : Sarni Puspitasari
Penduduk negeri ini mayoritas beragama Islam, bahkan Indonesia menjadi negara dengan penduduk muslim terbanyak di dunia.
Tentu saja hal ini menjadi kegembiraan tersendiri bagi umat Islam.
Namun sangat miris karena banyaknya penduduk yang beragama Islam di negeri ini tidak dapat menjamin bahwa agama Islam akan bebas dari penghinaan.
Sepanjang tahun 2021, ada banyak kasus penistaan agama salah satunya dari seorang Youtuber.
Pemerintah diminta untuk segera menyelesaikan kasus Youtuber Muhammad Kece (M Kace) yang diduga telah menghinakan agama Islam sebagaimana dorongan dari banyak kalangan.
Komentar-komentar Youtuber M Kece itu sangat provokatif, khususnya bagi umat Islam. Pemerintah melalui pihak kepolisian harus bersikap tegas dengan segera menyelesaikannya,” ujar Netty Prasetiyani anggota Komisi IX DPR RI, melalui keterangan resminya, Senin (23/08/2021).
“Hal semacam itu jika dibiarkan berlarut-larut akan menguras energi bangsa. Padahal saat ini kita sedang fokus kepada penanganan pandemi Covid-19,” sambungnya.
Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini melihat aksi yang dilakukan YouTuber tersebut bisa membuat kegaduhan di ruang publik dan memicu emosi masyarakat. (Hidayatullah.com).
Kasus penistaan agama yang terus berulang ini tentu sangat memprihatinkan apalagi tidak sedikit pelaku penista agama itu dilakukan oleh orang yang mengaku muslim.Ditambah lagi penistaan agama tumbuh subur di sebuah negara yang mayoritas penduduknya muslim.
Jika kita mau berfikir dan merenung lebih dalam, sebenarnya sumber lahirnya penistaan agama yang terus berulang ini dikarenakan adanya sistem yang rusak, yang dibuat oleh manusia yaitu sistem sekuler kapitalis.
Asas sistem ini adalah memisahkan agama dari kehidupan .
Sistem Ini menjamin dan mengagung-agungkan yang namanya kebebasan.
Kebebasan tersebut meliputi beberapa macam yaitu kebebasan berakidah, kebebasan berpendapat/berekspresi, kebebasan berkepemilikan dan kebebasan bertingkah laku.
Kebebasan inilah yang menjadi batu pijakan para pelaku untuk menistakan agama, dan yang selalu dibidik adalah agama Islam. Baik menistakan ajarannya ataupun menyerang tokoh tokoh Islam.
Kebebasan mereka yang dilindungi dan mendapat jaminan oleh negara inilah sehingga mereka bisa berlindung dibawahnya.
Memberikan kebebasan individu ataupun masyarakat dalam bertingkah laku ini sangat berbahaya dan juga meyesatkan serta memunculkan kegaduhan ditengah masyarakat.
Nilai dan ajaran agama Islam akan selalu dibidik dan dirusak oleh orang orang yang tidak menyukai agama Islam dan jika tetap dibiarkan maka akan menghantarkan pada kehancuran.
Penistaan agama diatur dalam KUHP-nya. Dalam KUHP pasal 156(a) dikatakan bagi setiap orang yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia atau dengan maksud supaya orang tidak menganut agama apa pun. Pelanggaran Pasal 156(a) dipidana penjara selama-lamanya lima tahun.
Hukuman enam tahun tidak dapat memberikan efek jera bagi pelaku penista agama. Karena enam tahun itu bisa dinegosiasikan lagi, maka tak heran penistaan agama akan selalu muncul dengan gaya baru karena sanksi hukum yang ditetapkan sangat lemah.
Berbeda dengan Islam, pada hakikatnya hukum perbuatan manusia tidaklah bebas karena di dalam Islam standar seseorang ketika melakukan suatu perbuatan adalah terikat dengan hukum syara.
Al-aslu fil af’al ath thoyidu bi ahkami syar’iy (asal perbuatan terikat hukum syara’).
Hal ini didasarkan pada beberapa dalil, seperti
Maka demi Tuhanmu, Kami pasti akan menanyai mereka semua tentang apa yang telah mereka kerjakan. ( TQS Al-Hijr : 92-93)
Jadi ketika seseorang akan bertindak maka hal pertama dan utama yang muncul adalah apakah ini dibolehkan atau dilarang oleh syara.
Ketika hal itu dilarang oleh syara maka perbuatan tersebut akan ditinggalkan.
Dan yang tidak kalah penting adalah adanya sistem yang menunjang yaitu sistem yang shahih yakni sistem Islam.
Didalam Islam ukuman bagi penista agama yaitu jika pelakunya muslim maka mereka dijatuhi hukuman mati, namun para ulama berbeda pendapat apakah karena pelanggaran atas hadd atau karena kukufuran atau murtad. Jika termasuk salah satu pelanggaran hudud Allah maka pertaubatannya tidak diterima (pendapat Malilkiyyah). Namum jika dihukumi murtad (riddah) maka diberlakukannya dihukum mati berbagai murtad dan pertaubatannya diterima (pendapat Syafiiyyah).
Dengan adanya hukuman yang tegas dan memberikan efek jera bagi penista agama, maka menjadikan orang untuk berfikir ribuan kali untuk menistakan agama.
Penistaan agama pun bisa diberhentikan secara total dengan adanya sanksi yang tegas bagi pelakunya.
Semua akan terealisasi jika hukum Allah Swt ditegakkan dimuka bumi ini.
Wallahu a’lam bish shawab.