Penghapusan Premium dan Pertalite: Demi Siapa?

Oleh: Atik Hermawati


Premium dan Pertalite akan dihapus secara bertahap pada 2022 ini. Rencana tersebut beralasan untuk mengurangi emisi karbon. Namun, benarkah hanya karena itu? Lalu apakah rakyat diuntungkan?

Melansir dari Antaranews.com (28/12/2021), 
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin mengatakan bahwa penghapusan BBM jenis Premium merupakan upaya mengurangi emisi karbon, menuju energi hijau yang ramah lingkungan. Dirut Pertamina Nicke Widyawati mengatakan pihaknya juga telah mencanangkan program Langit Biru agar menurunkan emisi karbon.

Rencana ini berpotensi mengerek inflasi dan menekan konsumsi masyarakat. Seperti yang diungkapkan Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal, dampak perubahan kebijakan tersebut akan memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap inflasi. Dampak langsungnya terhadap sektor transportasi terutama darat yang berhubungan langsung dengan konsumsi Premium dan Pertalite. Dia mengatakan, penurunan kemampuan konsumsi terutama akan terasa pada kelompok masyarakat 40% terendah dan 40% menengah. Sementara itu, kelompok 20% teratas menurutnya masih cukup mampu sekalipun ada kenaikan harga-harga. Kenaikan harga BBM secara simultan ikut mengerek kenaikan harga-harga bahan makanan. Ditambah lagi LPG, tarif dasar listrik, dan PPN yang bersamaan naik. Akhirnya mengganggu prospek pemulihan ekonomi selama pandemi ini. (Katadata.co.id, 28/12/2021)


Pemerintah Semakin Cuci Tangan

Walaupun dalih penghapusan BBM oktan rendah untuk mengurangi emisi karbon atau menuju energi hijau, namun ada hal lain yang perlu disorot sebab menyangkut hajat orang banyak. Pencabutan dan pengurangan subsidi BBM ini pada masyarakat, sejatinya "perlahan tapi pasti" memuluskan liberalisasi migas. Harganya akan diserahkan penuh pada mekanisme pasar. Dan negara hanya bertindak sebagai regulator bukan operator.

Peran negara semakin nihil dalam pengelolaan kekayaan alam dari hulu ke hilir. "Cuci tangan" pemerintah ini menyebabkan masyarakat harus selalu menerima kado pahit pergantian tahun, yakni kenaikan harga berbagai kebutuhan pokok. Sudah disebutkan, berbagai komoditas pangan, TDL, dan PPN ikut bersama merangkak naik. Masyarakat menengah ke bawah semakin sulit di tengah pemulihan pandemi yang tak pasti.

Tidak mengada-ada jika kebijakan ini ialah kebijakan yang merugikan rakyat. Alih-alih pengurangan emisi karbon, justru kemiskinan dan kesulitan masyarakat terus meningkat. Namun sebaliknya, hal ini hanya akan menguntungkan pihak asing yang berperan di sektor migas dari hulu ke hilir. Mereka akan bebas menimbun dan memainkan harga sesukanya demi meraup keuntungan yang lebih besar. 


Pengelolaan Migas dalam Islam

Diriwayatkan Abu Khurasyi dari sebagian sahabat Nabi saw., berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan api.” (HR. Abu Daud).

Sumber daya alam baik migas, tambang logam dan mineral, air, dan lainnya ialah untuk kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini memerlukan peran negara untuk mengurusinya hingga dapat dirasakan manfaatnya oleh semua dengan mudah. 

Dalam Islam, kekayaan alam termasuk kepemilikan umum yang harus dikelola negara. Individu, swasta, apalagi asing haram untuk menguasainya. Diriwayatkan dari Abidh bin Hamal al-Mazaniy, “Sesungguhnya dia bermaksud meminta (tambang) garam kepada Rasulullah. Maka beliau memberikannya. Tatkala beliau memberikannya, berkata salah seorang laki-laki yang ada di dalam majlis, ‘Apakah engkau mengetahui apa yang telah engkau berikan kepadanya? Sesungguhnya apa yang telah engkau berikan itu laksana (memberikan) air yang mengalir’. Akhirnya beliau bersabda: ‘(Kalau begitu) tarik kembali darinya’.” (HR. Tirmidzi).

Menurut Abdul Qadim Zallum dalam kitab Al-Amwal fi Daulah Khilafah, tindakan Rasulullah saw. yang meminta kembali (tambang) garam yang telah diberikan kepada Abidh bin Hamal dilakukan setelah beliau saw. mengetahui bahwa (tambang) garam tersebut memiliki deposit yang tidak terbatas. Hal itupun bukan hanya mencakup tambang garam, melainkan kekayaan alam lainnya yang tidak terbatas jumlahnya.

Negara wajib mandiri mengelolanya tanpa intervensi asing ataupun swasta. Negara mewakili umat untuk mengurusi dari hulu ke hilir. Pendapatan dari SDA merupakan salah satu pos pemasukan Baitul Mal. Kemudian akan digunakan negara untuk menjamin kesehatan, pendidikan, dan keamanan masyarakatnya. Begitupun listrik, BBM, dan air ialah hal yang mudah dan murah bahkan gratis yang dapat dirasakan semua lapisan masyarakat. 

Islam yang dijadikan asas dalam negara, yakni dalam Daulah Khilafah, meniscayakan segala pengembangan dan pemanfaatan kekayaan alam dengan memerhatikan keramahan lingkungan. Semua itu dalam mewujudkan Islam rahmatan lil'alamin, yaitu dengan penerapan syariah-Nya yang  kaffah (menyeluruh) dalam berbagai aspek kehidupan negara. Tidak serakah dalam mengeksploitasi layaknya dalam kapitalisme saat ini, yang hanya memandang semuanya dengan kacamata bisnis.

Wallahu a'lam bishshawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak