Oleh : Rayani umma Aqila
Wacana pemerintah dalam pemindahan Ibukota kini masih menuai polemik, dari tanggapan Anggota Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin mengatakan pihaknya bersama pemerintah bakal membahas revisi Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia setelah UU Ibu Kota Negara (IKN) disahkan pada 18 Januari 2022. beritasatu (22/1/2022). Tentu saja Undang-Undang Ibu Kota Negara atau UU IKN juga mendapat reaksi dan digugat oleh sejumlah tokoh ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Salah satunya Ketua Umum Muhammadiyah Din Syamsuddin. Selain Din Syamsuddin, UU IKN digugat juga oleh Ekonom Senior Faisal Basri, Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Azyumardi Azra, Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio, dan eks jurnalis Jilal Mardhani. fajar.co (22/1/2022). Para tokoh itu akan melayangkan gugatan UU IKN ke Mahkamah Konstitusi. Tak hanya itu pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin berpandangan, anggaran pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) Tahun 2022 yang akan mencatut anggaran Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) tidak tepat.
Menurut dia, kebijakan tersebut justru akan menimbulkan luka di hati masyarakat karena dilakukan di tengah pandemi Covid-19 yang masih mewabah. Banyak yang tak habis pikir mengapa menggunakan dana PEN untuk Mega proyek Ibu kota negara (IKN) sebab kebijakan ini tak mampu memulihkan ekonomi negara. Negara seharusnya menyelamatkan penduduknya dari kemiskinan, yang dimana sebelumnya dana PEN diatur pengalokasiannya untuk kesehatan, perlindungan sosial, dukungan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM) dan Insentif Usaha, pajak, dan Program prioritas.
Namun, kini pemerintah juga menggunakan untuk pembangunan Ibukota yang sejak awal pembangunan Ibukota ini telah menuai polemik. UU IKN disahkan dengan beragam penolakan, juga diiringi inkonsistensi pemerintah dalam menetapkan sumber anggarannya. Pada awalnya tidak membebani APBN malah kini akan menggunakan dana PEN yang sedianya untuk pemulihan ekonomi pasca Covid. Sikap kukuh pemerintah dengan dengan tetap menjalankan proyek ini dengan alasan pemulihan ekonomi memang patut dipertanyakan proyek tetap jalan sementara kondisi ekonomi dan keuangan negara tidak aman, sebab untuk pemulihan ekonomi membutuhkan biaya yang besar dan saat ini negara sudah tenggelam dalam jebakan utang serta dana pemerintah ekonomi dialokasikan untuk proyek ini.
Sementara dilain sisi banyak proyek infrastruktur tidak jalan bahkan layanan publik pemerintah seakan lepas tangan karena kekurangan dana apalagi membiayai proyek pemindahan IKN yang membutuhkan dana berkisar Rp.466,98 triliun, jumlah ini sangat besar dan yang pasti pihak yang antusias menyambut rencana ini tentu para investor dan penguasa dalam sektor properti, pembangunan infrastruktur, serta penyedia barang dan jasa pasalnya, swasta diberi kesempatan investasi untuk meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Inilah konsekuensi sistem sekuler kapitalisme Neo liberal. Penguasa atau negara tidak berfungsi sebagai pengurus dan penjaga umat, salah prioritas dalam penetapan kebijakan dan ini sudah menjadi hal biasa demi kepentingan para kapitalis dan ini menunjukkan kegagalan kapitalisme Neo liberal dalam membangun negara yang mandiri.
Berbeda dengan Islam sistem ini menempatkan rakyat sebagai pemilik sejati kekuasaan. Sementara penguasa posisinya sebagai pemegang amanah umat untuk memimpin dan mengatur mereka dengan syari'ah Islam. Negara dalam Islam memastikan bahwa seluruh kebijakannya diperuntukkan untuk kemaslahatan rakyat dan ini dimungkinkan jika negara menerapkan aturan Islam dalam kehidupan secara konsekuen. Negara benar- benar hadir dalam setiap masalah yang dihadapi rakyat bukan hanya wacana yang dijanjikan oleh para pejabat dalam sistem kapitalis. Jadi satu-satunya harapan rakyat bisa diwujudkan penerapan Islam dibawah naungan sistem Islam. Wallahu A'lam Bisshowab