Pemersatu Bangsa itu,...




Oleh: Rut Sri Wahyuningsih
Institut Literasi dan Peradaban

Orang yang dipanggil Tante, bisa jadi dia adalah adik dari ayah atau ibu kita. Bisa jadi juga panggilan formal ketika bertemu dengan wanita dewasa di tempat umum. Tapi Tante satu ini diklaim sebagai pemersatu bangsa. Selebgram yang ternyata sudah memiliki 2 juta follower ini begitu setia memposting kegiatannya setiap hari entah sendiri, bersama suami ataupun keluarganya. 

Jelas berbeda dengan pose berbeda dengan Ghozali everyday, pemuda asal kota Lumpia basah, Semarang . Yang selfienya dijual sebagai non-fungible token (NFT) dengan harga yang fantastis dan langsung laris dalam waktu 3 hari. Salah satu chef terkenal di Indonesia pun terdaftar sebagai pembeli NFTnya. 

Pose si Tante seksi, cantik dan atraktif. Itulah alasannya mengapa ia disebut salah satu wanita pemersatu bangsa, yang merupakan julukan dari warganet di media sosial bagi perempuan yang memikat berkat keseksian tubuh dan kecantikan wajahnya. Meski usianya sudah 45 tahun, banyak pria yang " memburunya" di akun media sosial pribadinya. 


Dalam setiap pelajaran PPKN yang diajarkan kepada para siswa, sesuatu yang menjadi pemersatu bangsa salah satunya adalah Pancasila yang menjadi dasar negara, karena ada kalimat persatuan di dalamnya. Lantas jika wanita yang disimbolkan sebagai pemersatu, bukankah ini sama dengan melecehkannya? Terlebih lagi ini dalam konotasi fisiknya semata, tanpa prestasi dan kontribusi positif apapun. 

Apakah artinya yang dipersatukan ini para pria? Apakah wanita tidak merasa malu? Inilah bukti bebasnya cara berpikir manusia hari ini. Tak peduli apakah ini boleh atau tidak dalam agamanya. Namun secara budaya ketimuran pun, wanita yang memperlihatkan kemolekan tubuhnya masih terkesan saru ( memalukan). Terlebih lagi Indonesia adalah negara dengan penduduk Muslim terbesar, mengapa justru yang menjadi bahan pemersatu bangsa adalah kemolekan wanita? Sungguh ironi!

Dalam Islam, wanita sungguh terjaga kemuliannya. Hingga dalam Alquran Allah memberikan nama satu suratNya dengan An-Nisa yang artinya perempuan. Tidak ada surat Ar -rijalu, Al-Ibni dan lain sebagainya. Penjagaan syariat pun kepada wanita sangatlah rinci, dari sejak ia lahir, dewasa, menikah, melahirkan, mendidik anak hingga kematiannya. 

"Ketika kau mendidik anak laki-laki, maka kau sedang mendidik satu manusia. Namun ketika kau mendidik anak perempuan, sejatinya kau mendidik sebuah umat."Imam Abdul Hamid bin Badis, Ulama Aljazair (1889-1940). Bukti bahwa perempuan adalah Rahmat, sehingga Islam begitu mengistimewakan. Tak boleh gambaran dirinya ditampakkan dalam kehidupan umum sebab hanya halal untuk orang yang berani menikahinya dan bertanggung jawab atas hidupnya. 

Kehidupan liberalisme sekuler ini sungguh menjadikan perempuan bak objek pemuas nafsu semata. Bekerja hanya dinilai karena kecantikannya, tak ada perlindungan hakiki atas fitrahnya sebagai perempuan yang seharusnya melahirkan, mengasuh dan mendidik anak-anak. Perempuan bak mesin uang, terlebih saat ini, karena pandemi banyak pria sebagai kepala rumah tangga tak bisa mencari nafkah sebagaimana dulu, berkurangnya gaji tidak bergandeng dengan naiknya kebutuhan pokok dan biaya hidup. 

Keadaan di atas memaksa perempuan untuk terjun bebas ke ranah sosial dengan segala konsekwensinya termasuk keharusan untuk membuka aurat dan meninggalkan anak di asuh orang lain jika memang pekerjaan menuntutnya. Sebagai orang beriman, tentulah tahu konsekwensinya jika syariat yang seharusnya diterapkan malah dijadikan permainan. Wanita yang seharusnya menjadi pilar penyokong negara dari sisi pencetak generasi tangguh dan bertakwa kini menjadi santapan mereka yang gila kekayaan. 

Segala cara dihalalkan, tak peduli lagi apakah tindakannya akan membawa dampak buruk ataukah tidak. Wahai kaum Muslim, relakah anda menjadikan para wanita mempermalukan diri mereka sendiri dengan seorang nitizen yang berkomentar," aduhai, baju renang si tante cantik.." . Padahal mereka bisa jadi berstatus suami, istri, teman dan sebagainya yang tak selayaknya berkomentar dalam postingan si Tante. 

Bermulanya tindak kekerasan seksual, penyimpangan seksual dan berakhir kepada buliyying, pemerkosaan, aborsi hingga bunuh diri juga berawal dari tayangan yang mengekspos kemolekan tubuh wanita. Distimulasi terus menerus, dengan gambar yang menarik, akses mudah dan promo-promo yang menyertainya hingga merasuk dalam pemikiran orang yang picik dan akidahnya lemah. 


Hal ini butuh kekuasaan yang berpihak pada kebenaran hakiki yaitu syariat. Sebab memang hanya Islam yang mampu mendudukkan wanita pada tempat yang seharusnya. Kita punya berbagai penguasa namun abai terhadap penjagaan akidah umat. Negara secara terus menerus situs yang menyiarkan Islam dibredel, ustaz pencerah dikriminalisasikan atau konten-konten yang berisi dakwah diabaikan. Sedangkan yang jelas merusak, memalingkan umat dari kebaikan Islam terus menerus viral. 


Tentulah yang menjadi pemersatu bangsa adalah pemikiran, perasaan dan peraturan yang sama. Sehingga rida dan marahnya sama terhadap satu hal. Kini, suami si Tante saja rida istrinya menjadi konsumsi publik mengapa kita yang ribut? Inilah pemikiran yang berbahaya, sebab berusaha memisahkan agama dari kehidupan. Melakukan nasehat menasehati agar kemungkaran dan kebatilan lenyap adalah perintah agama dan bagian dari akidah. Maka siapapun yang berlepas darinya , terutama dia adalah Muslim akan berdosa. 

Rasul SAW bersabda, " Siapa yang melihat kemungkaran di antara kalian, hendaklah ia mengubah dengan tangannya. Apabila tidak mampu, maka hendaklah ia mengubah dengan lisannya. Jika tidak mampu, hendaklah mengubah dengan hatinya. Itu adalah selemah-lemah iman". (HR Muslim). Allah dan Rasulnya lah sebaik-baik penuntun kita dalam berperilaku. Bukan syahwat semata. Wallahu a' lam bish showab.

Goresan Pena Dakwah

ibu rumah tangga yang ingin melejitkan potensi menulis, berbagi jariyah aksara demi kemuliaan diri dan kejayaan Islam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak