Oleh: Ita Mumtaz
Benteng terakhir penjaga akidah Islam, yakni keluarga muslim secara bertubi telah dihantam oleh proyek moderasi beragama. Upaya masif untuk menjauhkan anak-anak muslim dari fitrah tauhidnya telah digencarkan secara sistemik. Berbagai program digalakkan, Parenting Kebangsaan dan Wasathiyah.
Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Yoyakarta meluncurkan program Parenting Kebangsaan untuk mengajak semua keluarga berpartisipasi aktif menumbuhkan jiwa nasionalisme anak sejak dini. Dalam pelaksanaannya Kesbangpol menggandeng dua program lain yakni Kampung KB dan Bina Keluarga Balita.
Wakil Wali Kota Yogyakarta, Heroe Poerwadi menyatakan program tersebut salah satunya untuk menjawab tantangan para orangtua dewasa ini terkait masifnya arus globalisasi yang seolah tumbuh tanpa batas. Di mana solusinya adalah dengan menyuburkan jiwa nasionalisme buah hati. (Antaranews.com, 02/11/2021)
Agenda serupa telah digelar dengan narasi tendensius bahwa program-program tersebut sebagai bentuk kontribusi dalam upaya menyelesaikan problem radikalisme dan terorisme di Indonesia yang telah melibatkan anak-anak di dalamnya.
Pola pengasuhan berbasis moderasi bagi anak usia dini pun dihembuskan ke dalam keluarga muslim. Padahal usia dini adalah masa-masa emas dalam upaya pengukuhan akidah Islam dan pembentukan kepribadian yang akan menjadi pondasi keimanannya. Apa jadinya jika penanaman akidah pada anak usia dini dikotori oleh paham-paham liberal yang menyesatkan.
Parenting Kabangsaan dan Wasathiyah harus dijauhkan dari pendidikan generasi muslim karena perkara tauhid bukan perkara main-main. Tapi merupakan pokok agama yang wajib ditekankan dan dipastikan tidak ada celah kesesatan atau benih kebebasan di dalamnya. Mulai dari keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Zat Yang Maha Pencipta dan Pengatur. Bahwa manusia hanyalah hamba yang wajib taat dan patuh kepada perintah sang tuan.
Sementara parenting kebangsaan dan wasathiyah justru mengajarkan ide liberal dan sekuler yang melarang orang tua memberi pengasuhan dalam standar kebenaran Islam. Jika Islam mengajarkan bahwa satu-satunya agama yang paling benar adalah Islam, sebagaimana dalam surat Ali Imran ayat 19. Sebaliknya, Moderasi agama mengarahkan pemahaman kepada anak-anak muslim bahwa semua agama benar. Dengan berbagai dalih toleransi, anak-anak juga diberikan contoh-contoh perilaku mencampuradukkan agama Islam dengan yang lain. Misal perayaan natal bersama, mencucapkan selamat natal, dan lain lain.
Mereka juga menyampaikan bahwa pengasuhan berbasis kebangsaan ala moderasi adalah solusi untuk menjawab tantangan masifnya globalisasi tanpa batas yang banyak memberikan pengaruh buruk pada akhlak dan kepribadian anak. Padahal yang menjadi biangkerok kerusakan moral pada generasi adalah sistem hidup sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan, yang bersumber dari Kapitalisme Barat.
Akibat dari penerapan Kapitalisme global, anak-anak muslim telah menjadi korbannya. Berbagai kejahatan dan kerusakan moral telah menambah kelamnya kondisi generasi muslim yang seharusnya menjadi tumpuan harapan bangsa. Kita tengok keluar siapa yang berkelakuan pergaulan bebas, aborsi, pecandu narkoba, rusaknya moral dan adab serta deretan panjang kemaksiatan yang lain. Mereka adalah anak-anak bangsa muslim terbesar.
Penyebabnya bukan karena intoleransi atau pemahaman Islam yang mendalam atau apa yang mereka sebut radikal. Tapi justru yang menjadi sumber masalah adalah karena mereka tidak memahami Islam kafah. Mereka tidak mengerti bahwa Islam bukan hanya tentang syahadat, ibadah shalat, zakat, puasa dan haji. Bahwa Islam adalah agama sempurna yang mengatur seluruh sisi-sisi kehidupan, termasuk pergaulan, ekonomi, pendidikan, bahkan politik kenegaraan.
Sedangkan mereka yang mengaku paling Pancasila dan berkoar NKRI harga mati ternyata malah merugikan Indonesia dengan korupsi, penjualan aset negara yang sejatinya milik rakyat, pemberkakuan undang-undang yang menyengsarakan rakyat, dan berbagai aturan yang justru menjauhkan umat Islam dari agamanya.
Dengan demikian, parenting berbasis kebangsaan ala moderasi justru akan menambah parah kerusakan moral generasi karena mereka semakin bebas berperilaku. Sebab akidahnya makin rapuh di antara gempuran ide-ide sekuleeisme dan kebebasan.
Pemberantasan Terorisme Hanyalah Kedok
Istilah terorisme dan radikal telah disematkan oleh Barat pada umat Islam yang menghendaki ajaran agamanya mengatur seluruh aspek kehidupan. Sejak kebijakan War on Terorism digaungkan Barat, mereka mengadu domba umat Islam dengan politik belah bambu. Sebagian umat difitnah sebagai kelompok pendukung atau penyemai terorisme. Sementara yang bisa diajak kerja sama dan mengikuti arah kebijakan Barat diberi stigma positif, yakni Islam damai, Islam moderat.
Dari sinilah negara-negara di dunia, termasuk Indonesia meratifikasi proyek moderasi beragama sebagai bentuk penerimaan terhadap konsep Barat dalam menjalankan agamanya. Termasuk program parenting wasathiyah yang berlandaskan moderasi. Maka nyatalah bahwa parenting wasathiyah adalah bagian dari proyek besar moderasi beragama ala Barat.
Meski negeri ini berpenduduk mayoritas muslim, namun ternyata pemikiran Barat telah merangsak masuk melalui pintu keluarga. Karena memang anak-anaklah yang dibidik untuk merusak fitrah sucinya.
Maka menjadi amanah besar bagi orangtua saat ini untuk menjaga akidah dan mengarahkan generasi umat menjadi pribadi yang kukuh keimanannya dan berpegang teguh pada syariat Islam kaffah. Bukan hanya syariat yang dipilih sesuai hawa nafsunya. Dari sini, keluarga muslim tentu butuh dukungan dari negara untuk menjaga anak-anak mereka dari rongrongan penyesatan akidah. Negara yang mampu membentengi keluarga dan umat dari badai moderasi tiada lain adalah Negara Khilafah ala Minhajin Nubuwah. Wallahu a’lam bish-shawwab.
Tags
Opini