Natal Bersama Atas Nama Moderasi, Syari’at Islam Makin Dikebiri



Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan keluarga

Narasi moderasi, sekilas terlihat “menarik”, bahkan makin hari pengarusan gagasan Islam moderat makin masif saja. Caranya pun tidak lagi bersembunyi di balik lontaran kalimat-kalimat manis oleh para aktor liberalis bayaran. Narasinya sudah sampai pada taraf menggugat syariat Islam yang–mirisnya–malah diamini negara dalam berbagai bentuk kebijakan. Mereka terus berusaha menjauhkan umat dari keinginan hidup dengan syariat kaffah, bahkan memaksa mereka melanggar syariat atas nama moderasi Islam yang berkelindan dengan gagasan semisal demokrasi, HAM, toleransi, kesetaraan gender, dan sejenisnya. Mereka bahkan memberi stigma pada beberapa ajaran Islam dan gagasan penegakan syariat sebagai kejahatan tidak terampuni.

Kemenag di bawah Yaqut adalah di antara pihak yang paling gencar mengampanyekan moderasi agama akhir-akhir ini. Kemenag menetapkan indikator keberhasilan moderasi dalam empat poin, yakni (1) komitmen kebangsaan; (2) toleransi, termasuk menghargai kesetaraan dan sedia bekerja sama; (3) antikekerasan, termasuk kekerasan verbal dalam mengusung perubahan yang diinginkan; (4) penerimaan terhadap tradisi dan budaya lokal dalam perilaku keagamaannya 

Di antara sikap beragama yang dipandang moderat adalah keterbukaan terhadap pluralisme. Pluralisme adalah paham yang cenderung menyamakan semua agama. Semua agama dianggap benar oleh para pengusung pluralisme. Sebabnya, kata mereka, semua agama sama-sama bersumber dari “mata air” yang sama. Sama-sama berasal dari Tuhan.
 
Karena itu tidak aneh jika kaum pluralis rajin mempromosikan toleransi beragama yang sering kebablasan. Wujudnya antara lain seperti: ucapan Selamat Natal kepada kaum Nasrani, Perayaan Natal Bersama, doa bersama lintas agama, selawatan di gereja, dan lain-lain.
 
Semua itu tentu telah melanggar batas-batas akidah seorang muslim. Telah mencampuradukkan yang hak dengan yang batil. Semua itu bisa membuat seorang muslim murtad (keluar) dari Islam. Nabi Muhammad saw. telah memerintahkan umatnya untuk selalu waspada agar tidak tergelincir dalam kesesatan dengan mengikuti keyakinan dan perilaku para penganut agama lain. 

Beliau antara lain bersabda,
 “Hari Kiamat tak akan terjadi hingga umatku meniru generasi-generasi sebelumnya, sejengkal demi sejengkal, sehasta demi sehasta.” Ditanyakan, “Wahai Rasulullah, apakah seperti Persia dan Romawi?” Beliau menjawab, “Manusia mana lagi selain mereka itu?” (HR al-Bukhari No. 7319)
 
Beliau pun bersabda,
“Sungguh, engkau akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian, sehasta demi sehasta, sejengkal demi sejengkal. Bahkan andai mereka masuk lubang biawak, niscaya kalian mengikuti mereka.” Kami bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nasranikah mereka?” Beliau menjawab, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR Bukhari No. 7320)

Dalam konteks akidah dan ibadah, misalnya, ada sebagian muslim yang berpendapat tentang kebolehan mengucapkan Selamat Natal kepada kaum Nasrani, bahkan kebolehan mengikuti Perayaan Natal Bersama. Padahal jelas, segala bentuk ucapan selamat dan apalagi mengikuti perayaan hari-hari besar orang kafir adalah haram. Peringatan Natal adalah peringatan atas kelahiran Nabi Isa as. sebagai salah satu oknum Tuhan. Jelas, majelis yang di dalamnya ada pengakuan bahwa Isa as. adalah anak Tuhan adalah majelis yang batil. Sehingga ketika ada seruan untuk ikut natal bersama ataupun memaksa untuk memberi ucapan selamat, hal ini sama dengan mengebiri ajaran islam yang telah dengan tegas melarangnya. Wallahu a’lam bi ash showab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak