Minyak Goreng, Makin Pilu dalam Kebijakan yang Tak Tentu



Oleh: Yuke Octavianty

(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)


Melambungnya harga minyak goreng di seluruh wilayah Indonesia membuat kepanikan luar biasa. Pasalnya, sembako primer ini melambung hingga Rp. 21.000/ liter. Yang sebelumnya di kisaran Rp. 12.000 - 17.000 per liter. Hingga akhirnya pemerintah menetapkan kebijakan penetapan harga yang sama untuk semua jenis minyak goreng, apapun merknya, di batas harga Rp. 14.000 per liter untuk penjualan ritel per 19 Januari 2022 (kontan.co.id, 19/1/2022). 


Alhasil, konsumen pun beramai-ramai menyerbu pasar ritel. Hingga akhirnya stok menipis di pasar ritel. Namun, tak demikian adanya di pasar tradisional. Harga minyak goreng di pasar tradisional cenderung tetap, karena tak dapatkan subsidi dari pemerintah. Meskipun stok di pasar tradisional melimpah. Namun, harganya tetap mahal dan tak terkendali. Tak ayal, "tragedi" ini pun melahirkan protes para pedagang pasar tradisional.


Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) mengeluhkan kebijakan pemerintah yang menggelar operasi pasar penyeragaman harga minyak goreng yang diawali di minimarket (tempo.co, 22/1/2022). Tentu hal ini merugikan pasar tradisional, pasar tradisional, warung rumahan, industri kemasan minyak goreng. Mereka harus mau menjual harga minyak yang mereka beli dengan harga mahal dan harus menjualnya dengan harga murah. Bendahara Umum APPSI juga menuturkan bahwa operasi pasar yang dilakukan pemerintah tak melibatkan para pedagang kecil. Jelas ini membunuh pedagang pasar dan warung tradisional. 


Di sisi lain, pemerintah malah memberikan subsidi kepada para pengusaha ritel, yang jelas mereka adalah pengusaha besar. Dan berpromosi agar belanja besar-besaran di pasar ritel. Tentu saja, hal ini memberikan pukulan telak bagi para pedagang kecil yang makin terpuruk (tempo.co.id, 22/1/2022).


Subsidi yang diumumkan oleh Menteri Perdagangan secara terbuka memberikan sensitif tinggi pada masyarakat. Sehingga dapat juga berakibat salah sasaran. Masyarakat yang memiliki kemampuan finansial lebih, dapat membeli lebih banyak daripada yang kurang mampu. Tak mengherankan, akhirnya distribusi barang tak merata atau dapat pula tercipta penimbunan barang untuk keuntungan pribadi. Karena panic buying yang terjadi. 


Dalam Islam, penetapan harga suatu barang dengan satu harga yang sama adalah sebuah kezaliman. Karena dapat merusak mekanisme permintaan dan penawaran di pasar yang sehat. Syariat Islam menerapkan harga pasar secara alami, tergantung tingkat permintaan dan penawaran barang di pasar secara alami. 


Keharaman penetapan harga tersebut disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, yang artinya:  "Suatu ketika terjadi krisis di zaman Rasulullah SAW., kemudian para sahabat meminta kepada beliau menetapkan harga barang: "Andaikan tuan mau menetapkan harga barang?" Beliau menjawab: Sesungguhnya Allah SWT. Dzat Yang Maha Mengendalikan, Maha Membeber, Maha Pemberi Rizki dan Maha Penentu Harga. Sesungguhnya tiada suatu pengharapan pun jika Allah SWT. sudah mentakdirkan, maka jangan ada seorang pun yang memintaku untuk melakukan suatu kedzaliman yang aku perbuat atas diri seseorang terhadap darah dan juga hartanya.” (HR. Imam lima selain al-Nasai. Dishahihkan oleh al Tirmidzi).


Memaksa pemilik barang menjual barang miliknya dengan harga yang tidak diridlainya adalah sama dengan mengabaikan perintah Allah SWT. yang artinya: "Kecuali perdagangan yang saling ridla di antara kalian." (QS. An-Nisa: 29)


Kebijakan negara, yang sebetulnya tidak bijak, menyisakan pilu dan kezaliman bagi umat. Penetapan harga suatu barang, bukannya memberikan solusi. Namun, malah menciptakan masalah semakin runyam. Kebijakan yang diambil pun tak berdasarkan pada maslahat umat. Akan tetapi, berdasarkan kepentingan para pemilik modal. 


Buah sistem yang rusak pasti melahirkan kebijakan zalim bagi umat. Inilah buah sistem sekuler kapitalistik. Sistem yang meniadakan aturan Allah SWT. di dalamnya. Dan hanya memprioritaskan segelintir golongan yang "berkepentingan khusus".


Tentu, sistem rusak seperti ini harus segera dicampakkan. Tak bisa dijadikan sandaran. Sistem Islam-lah satu-satunya sistem solusi pengatur kehidupan yang melahirkan kesejahteraan bagi seluruh lapisan umat. Tak ada pilihan lain. 


Wallahu a'lam bisshowwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak