Menyibak Nasionalisme dan Kebangkitan




Oleh : Ummu Mustanir


Wawasan Kebangsaan Sejak Dini?

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta mengenalkan model parenting atau pola asuh kebangsaan sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan partisipasi keluarga dalam menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme anak sejak usia balita.

“Dari survei kecil-kecilan yang kami lakukan, peran keluarga untuk mengenalkan wawasan kebangsaan masih perlu ditingkatkan. Makanya, kami melakukan intervensi dengan mengenalkan pola asuh berwawasan kebangsaan,” kata Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kota Yogyakarta Budi Santosa di sela peluncuran Program Parenting Kebangsaan di Yogyakarta, (Selasa, 02 November 2021) (m.antaranews.com)

Menakar spirit Nasionalisme

Penanaman nilai kebangsaan sejak dini adalah imbas dari dilaksanakannya penguatan paham nasionalisme yang dilaksanakan secara serentak di seluruh Nusantara. Paham nasionalisme kembali digaungkan di berbagai elemen masyarakat dan anak usia dini adalah salah satunya. Kegiatan tersebut diharapkan dapat menanamkan jiwa kebanggaan terhadap bangsa serta salah satu upaya untuk menangkal radikalisme.

Konon radikalisme merupakan persoalan serius dan menjadi ancaman yang potensial bagi kondusifitas serta stabilitas keamanan NKRI. Sehingga empat pilar kebangsaan  yang berupa Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), harus mulai ditekankan kembali ke masyarakat. Mahasiswa pun turut digerakkan sebagai penyambung lidah negara agar ikut serta menyampaikan intisari empat pilar kebangsaan dengan bahasa yang disesuaikan dengan kondisi masyarakat agar menyadari pentingnya hal tersebut. Agar masyarakat memahami bahwa radikalisme adalah ancaman nyata yang harus diperangi. 

Dari segi pola asuh, sejak dini anak-anak sudah harus ditanamkan paham kebangsaan dengan harapan agar ia mengingat pahlawan-pahlawan pejuang kemerdekaan. Menindaklanjuti keseriusan tersebut diluncurkan semacam kartu berisi pengetahuan minimal yang harus dimiliki oleh anak-anak sejak usia 0 - 4 tahun. Dimana kartu tersebut bisa dibawa orang tua saat pertemuan Bina Keluarga Balita dan bisa ditunjukkan saat anak masuk PAUD atau TK sehingga pengajar bisa mengetahui kemampuan anak. Harapannya, penguatan wawasan kebangsaan sejak dini ini bisa menumbuhkan semangat dan jiwa nasionalisme yang lebih kuat kepada anak saat mereka tumbuh dewasa.

Nasionalisme adalah sebuah ikatan yang menjadikan landasan rasa bangga terhadap segala hal yang berkaitan dengan wilayah negara sebagai penyatu dalam segolongan masyarakat. Ikatan semacam ini akan timbul manakala terjadi sebuah ancaman terhadap wilayah, identitas, kebudayaan, militer maupun keberadaan negara itu sendiri. Dan semangat dalam ikatan tersebut akan tenggelam ketika tidak terjadi ancaman. Ikatan yang demikian sangat lemah sebab tidak terjadi secara kontinyu hanya akan menguat pada saat tertentu terutama saat terjadi suatu ancaman terhadap eksistensi pemerintahan yang sedang berkuasa.

Saat ini begitu gencar diadakan diskusi-diskusi mengenai penguatan kembali jiwa kebangsaan terhadap setiap lapisan warga negara. Hal itu tidak lain adalah agar menjaga stabilitas pemahaman nasionalisme tetap dalam hegemoninya di Nusantara. Stabilitas pemahaman ini sangat diperlukan oleh para pemilik modal, sebab mereka sangat menyambut baik keberadaan sebuah sistem ketatanegaraan yang tiap regulasinya melayani mereka dengan istimewa. Hal ini berbenturan dengan konsep aturan Islam yang paripurna dimana tidak ada keistimewaan bagi siapa pun, sebab semua dipandang sama kedudukannya terhadap hukum. 

Ikatan kebangsaan tidak dapat dijadikan sebagai falsafah kebangkitan sebab ia hadir dari dorongan naluri mempertahankan diri (gharizah baqa) yang selalu ingin mempertahankan diri, mempertahankan tempat yang telah membesarkannya dan negeri tempat ia hidup. Jika ikatan demikian bertambah luas maka keinginan untuk berkuasa pun bertambah. Ketika ada kesempatan untuk meluaskan pemikiran sempit ini, kekuasaan dan kedaulatan suatu kaum terhadap kaum lainnya menjadi tidak manusiawi. Saat itulah terbentuk ikatan nasionalisme (Rabithah qawmiyah)

Ikatan-ikatan yang demikian tidak layak digunakan sebagai ikatan di antara sesama manusia sebab rapuh dan didasarkan pada identifikasi naluri. Ikatan seperti ini tak ubahnya seperti ikatan antar koloni hewan maupun burung-burung yang didasarkan pada identifikasi naluri (tamyiz gharizi), sedangkan ikatan diantara manusia didasarkan pada pemahaman akal.

Ikatan Layak dan Tidak Rapuh

Ikatan yang didasarkan pada naluri tidak akan mengantarkan pada kebangkitan suatu kaum, melainkan akan semakin mundur sebab semakin eratnya cengkraman penjajahan neoliberal di atas buminya. Karena itu satu-satunya yang layak, tidak rapuh dan benar sebagai ikatan untuk mengikat hubungan antar sesama manusia, baik individu, masyarakat maupun negara adalah ikatan ideologis (Rabithah mabda'iyyah). 

Ideologi diidentikan dengan akidah dan sistem. Ikatan ideologi didasarkan pada akidah rasional bukan pada respon terhadap tuntutan naluri. Sehingga ancaman yang harus diwaspadai adalah semakin menguatnya cengkraman pada korporat di negeri kita yang haus akan pemenuhan hasrat menguasai seluruh kekayaan alam negeri ini. Seluruh lapisan masyarakat dituntun untuk berhati-hati terhadap ancaman yang keberadaanya tidak terindera. Sementara di waktu yang sama masyarakat dikaburkan dari permasalahan utama yang sedang genting dihadapi oleh negeri ini penjarahan kekayaan alam oleh para kapital, korupsi, Banyak BUMN mengalami kerugian dan permasalahan dalam aspek politik, pendidikan, sosial bahkan budaya telah menggurita belum kunjung hadir solusi nyata.

Sejak usia dini anak-anak lebih utama ditanamkan akidah. Tentang manusia, kehidupan, alam semesta dan apa-apa yang terjadi sebelumnya dan apa-apa yang terjadi setelahnya serta hubungan dari kesemuanya tersebut. Yang secara prinsipil dari akidah rasional tersebut akan memunculkan berbagai aturan penyelesaian. Sehingga akan timbul pemikiran yang kuat dalam diri seseorang dan akan mengkristal dan tidak mudah hilang dari konsep pemikirannya hingga di masa depan. Akan menghasilkan generasi dengan peningkatan taraf berpikir, kelak akan menjadi pemicu kebangkitan yang hakiki. 

Wallahua'lam bish shawwab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak