Oleh : Ummu Hanif, Pemerhati Sosial Dan Keluarga
Serangan terhadap Islam seperti tiada akhir di negeri ini. Dengan dalih mengatasi radikalisme, maka serangan demi serangan terus menerus dialamatkan pada islam dan kaum muslimin. Tarafnya pun semakin meningkat, sudah sampai pada taraf menggugat syariat Islam. Padahal bagi setiap muslim tentu wajib mengimani Islam sebagai agama mulia. Tak pantas seorang mukmin meragukan apalagi menuding agamanya sebagai pembawa bencana, baik dengan sebutan radikalisme ataupun penyimpangan.
Seorang muslim wajib meyakini kemuliaan ajaran Islam dan yakin bahwa Islam satu-satunya agama yang Allah Swt. Ridhoi. Seorang muslim juga wajib meyakini kemuliaan yang dijanjikan Allah Swt. bagi mereka yang beriman dan bertakwa.
Karena itu semua pernyataan yang menyudutkan Islam dan kaum muslim, baik itu dengan sebutan penyimpangan atau radikalisme, tidak pernah memiliki pengertian yang jelas. Ikalau kita perhatikan, istilah radikalisme yang terus-menerus ditudingkan pada Islam ternyata berdasarkan pada definisi yang dibuat oleh Barat. Tidak ada kaitannya sama sekali dengan Islam. Tujuannya adalah untuk menakut-nakuti kaum muslim agar meninggalkan agamanya sendiri.
Opini ‘Islam radikal’ itu subjektif dan berbahaya. Subjektif karena bersumber dari pandangan negatif Barat terhadap Islam. Istilah ‘Islam radikal’ ditujukan pada kelompok-kelompok Islam yang tidak mau sejalan dengan kebijakan Barat.
Fereydoon Hoveyda, seorang pemikir dan diplomat Iran menegaskan hal itu dalam artikelnya yang terbit tahun 2001 dengan judul, “Moderate Islamist? American Policy Interest,” sebuah artikel ilmiah dalam The Journal of National Committee on American Policy.
Menurut Fereydoon Hoveyda, istilah “islamic moderation”, “moderate Muslim”, atau “moderate Islam” mulai banyak digunakan setelah 1979 oleh jurnalis dan akademisi, untuk mendeskripsikan konteks hubungan antara dua hal: Di satu sisi adalah Muslim, Islam, atau Islamist (aktivis Islam); sedangkan di sisi lain adalah Barat (The West). Nah, dalam konteks inilah, muncul istilah “moderate Islamist” (aktivis Islam moderat), yang dianggap pro Barat (the West), khususnya yang pro Amerika Serikat. Sebagai lawan dari “moderate Islamist” itu akhirnya diberi label “hard-line Islamist” (aktivis Islam garis keras), yaitu mereka yang menginginkan Islam secara pure dan menolak ideologi Barat.
Opini ‘Islam radikal’ juga berbahaya. Pasalnya, syarat kaum muslim agar tidak disebut radikal adalah mau menerima eksistensi negara penjajah Israel yang merampas dan membantai ribuan muslim Palestina; menolak syariat dan Khilafah; serta menerima ajaran liberalisme yang jelas rusak dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Tak perlu diragukan lagi. Sebutan radikalisme itu produk Barat untuk menjauhkan umat dari ajaran Islam. Isu radikalisme juga dimaksudkan untuk memecah-belah umat agar memusuhi siapa saja yang memperjuangkan Islam dan membenci muslim yang menolak paham liberalisme.
Oleh karena itu, agar kita tidak terombang – ambing dalam permainan opini orang – orang barat, justru kita harus mempelajari agama Islam secara kaffah, menyeluruh. Agar kita benar – benar bisa melihat, bahwa tidaklah benar, Islam mengajarkan radikalisme. Justru istilah radikalisme tidak pernah berasal dari rahim ajaran Islam.
Mengkaji Islam bukanlah tugas sekelompok orang, seperti para rahib atau pastor dalam agama-agama lain, melainkan fardu atas setiap muslim. Kewajiban mempelajari Islam bukan hanya dalam perkara taharah atau ibadah saja, tetapi semua ajaran Islam seperti muamalah, pidana, jihad, hingga pemerintahan khilafah, dll. Sehingga umat tidak buta terhadap agamanya sendiri.
Jika umat sudah buta terhadap agamanya sendiri, mereka mudah untuk disesatkan seperti menerima kesesatan L613T, membiarkan korupsi, melegalkan perzinaan dengan alasan consent (persetujuan), menelan mentah-mentah pluralisme, atau melegalkan riba seperti utang luar negeri. Umat juga mudah dihasut untuk menentang hukum-hukum Allah Swt. dengan alasan kearab-araban, mengkriminalisasi para ulama, menolak syariat dan Khilafah, dan lain-lain.
Jadi, menjauhkan umat muslim dari aktivitas mendalami Islam justru akan menghasilkan kerusakan dahsyat di negeri ini. Tak akan ada lagi pihak yang melakukan amar makruf nahi mungkar. Tak akan ada lagi seruan dakwah untuk menyelamatkan negeri. Berbagai kezaliman bakal terus terjadi tanpa ada yang menghentikan. WalLâhu a’lam bi ash showab.