Oleh : Mauli Azzura
Pandemi covid-19 masih mewabah, namun hal itu tidak menjadikan kebijakan pemindahan ibu kota berubah. Kebijakan pemerintah tersebut akan sangat melukai hati masyarakat. Bahkan ditengah kemiskinan yang meninggi, kriminalitas yang meningkat, dan harga pangan yang meroket seolah buntu tiada solusi.
Diketahui, pernyataan mengenai anggaran PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) bakal digunakan untuk anggaran pemindahan IKN diungkapkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani. Dan hal itu dinyatakan setelah DPR menetapkan Rancangan Undang-undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) disahkan menjadi Undang-undang IKN. (Kompas.com 19/01/2022)
Mencoba memahami berita itu, seolah menkeu menunjukkan sikap bahwa apa saja akan dilakukan demi mewujudkan pemindahan IKN. Tidak selayaknya pemerintah memutuskan pengeluaran kebijakan tanpa menghiraukan nasib rakyat yang saat ini tengah banyak pengangguran dan PHK tersebab covid-19 yang masih belum usai.
Perekonomian rakyat masih tergolong lemah dan menjadi persoalan utama yang perlu ditindak lanjuti dan di beri jalan keluar untuk mengatasinya.
Banyaknya tingkat kriminalitas juga merupakan hal yang perlu diatasi, mencari sebab serta menemukan solusi untuk menekan jumlah yang kian hari makin meningkat. Disertai harga pangan yang perlahan menyusul ikut meroket, menjadikan masyarakat lebih membutuhkan solusi dari pada pemindahan IKN yang dinilai dengan besar anggaran dan minim faedah.
Bagaimana bisa dikatakan minim faedah?. Jelas, bukan kah ibu kota yang sekarang masih bisa ditempati. Ibarat seseorang yang memiliki banyak masalah, susah anggaran, hutang berlimpah, malah ingin pindah ke rumah yang baru dengan menelan biaya yang terbilang tidak sedikit.
Maka dari sini, perlu lah di telaah dengan bijak, apa tujuan dan demi kepentingan siapa kebijakan itu diluncurkan.
Tentu bukan rahasia lagi bila IKN tetap berlanjut, maka sudah dibayangkan berapa biaya yang akan dipakai demi kelangsungan pemindahan. Berkisar total biaya perpindahan IKN adalah sekitar Rp466 triliun untuk awalnya, 19%-nya dari APBN dan 80%-nya disinyalir dari KPPU atau kerja sama dengan badan usaha dan swasta. Anggota HILMI Dr. Riyan M.Ag. menyatakan banyak pertanyaan timbul terkait UU IKN yang belum terjawab di masyarakat, terutama mengenai alasan perpindahan IKN. Ia juga menyatakan ada kemungkinan kepentingan oligarki politik rezim dan korporasi/pihak swasta yang terlibat dalam persoalan pindah IKN. (muslimahnews.net, 23/1/2022).
Ustadz Farid Wadjdi (Pimred Tabloid Media Umat) pernah menuliskan bahwa ada 2 dasar berbeda yang menentukan tentang pindah ibukota :
1. Pindah karena memang harus pindah, sehingga dicari tempat pindah yang paling baik dan memungkinkan.
2. Pindah karena ingin dijadikan proyek 'bancakan' cari uang, korupsi para oligarki bekerjasama dgn kekuatan ekonomi asing.
Perlu diperjelas tujuan dan faedah dari pemindahan IKN yang dimana hal itu harus dianalisa besar kemanfaatan untuk rakyat atau tidak, karena pemimpin atau penguasa sepatutnya lebih memprioritaskan kebutuhan dan kesejahteraan rakyat. Peran negara adalah wajib memenuhi kebutuhan pokok rakyat beserta segala kebutuhan lain yang diperlukan untuk hidup layak. Pemimpin seharusnya menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk hajat hidup rakyat, dan bukan sebaliknya, atau bahkan malah lebih menyusahkan rakyat.
Inilah gambaran kapitalisme yang menjadikan kemanfaatan untuk berbisnis dan meraih keuntungan di dalamnya. Penguasa yang menciptakan kebijakan bukan demi kepentingan rakyatnya, menjadikan rakyat menanggung beban hutang negara yang kian bertambah. Seharusnya pemerintah lebih memikirkan kondisi ekonomi rakyat dengan fokus pada pemulihan, bukan memperbesar utang negara dan menaikkan pajak serta harga pangan yang membuat rakyat kecil makin kesusahan dalam memenuhi kebutuhanya. Maka dari sini rakyat perlu memahami lebih dasar, apa faedah dari kebijakan penguasa, banyak manfaat untuk rakyat atau tidak. Dan jika pemindahan IKN dinilai unfaedah, maka sudah sepatutnya rakyat tersadar dari permainan para kapitalis dan berusaha untuk menyelamatkan negara tercinta dari orang-orang atau golongan yang memanfaatkan penguasa demi keuntungan pribadinya.
Wallahu a'lam Bishowab