Oleh: Yuke Octavianty
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)
Digitalisasi dalam kehidupan tak bisa terhindarkan. Apalagi saat ini masih dalam kondisi pandemi. Semua informasi dengan mudah diperoleh dari genggaman. Namun, penyalahgunaan media digital banyak disalahgunakan. Salah satunya untuk meraup banyak keuntungan. Beragam konten disajikan, demi mendapat perhatian para netizen.
Salah satunya yang baru-baru ini disorot adalah viralnya video unboxing pengantin. Trend ini pun diikuti banyak pengikut. Astaghfirullah.
Dilansir dari CNNIndonesia.com ( 12/1/2022), unboxing pengantin merupakan trend baru dimana suami melepaskan aksesoris istri mereka di negara itu pada malam pertama usai resepsi. Kegiatan pelepasan aksesoris ini direkam kamera dan dibagikan di media sosial. Banyak orang yang mengikuti tren ini sebagai bentuk perayaan yang menunjukkan status pernikahan mereka dalam media sosial.
Kementerian Agama Islam Perak, Malaysia, sangat menyayangkan keberadaan trend tersebut. Lembaga ini pun menghimbau agar masyarakat memahami bahwa trend ini telah melanggar aturan. Martabat seorang istri wajib dijaga suaminya. Bukan malah diedarkan kepada khalayak ramai.
Banyak kecaman dan kritikan yang dituai tentang trend yang tengah melanda para pengantin baru di Malaysia tersebut. Wakil Menteri di Departemen Perdana Menteri Agama Negeri Malaysia, Ahmad Marzuk Shaary, kecewa dengan gaya hidup masyarakat muslim saat ini yang mencampurkan hal-hal halal dan haram dalam kehidupan sehari-hari (banjarmasinpost.co.id, 13/1/2022).
Hal senada pun diungkapkan oleh Ustdzah Iffah Ainur Rochmah, Aktivis Dakwah Muslimah di tanah air. Beliau menuturkan bahwa aktivitas seperti ini merupakan aktivitas yang melanggar hukum syara'. Karena hubungan interaksi antara suami dan istri yang didokumentasikan dan kemudian disebarkan melalui media sosial, adalah kegiatan yang melanggar aturan agama Islam (mediaumat.id, 15/1/2022).
Aktivitas demikian yang dibiarkan akan membahayakan akhlak masyarakat. Diawali dengan minim atau nihilnya rasa malu akan diikuti oleh pelanggaran-pelanggaran lain yang pasti berdampak pada semakin buruknya pergaulan dalam kehidupan bermasyarakat.
Rasulullah SAW. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, yang artinya,
" Malu adalah sebagian dari iman" (HR. Imam Muslim).
Hilangnya rasa malu pada diri seorang muslim, akan dimudahkan baginya jalan keburukan. Inilah awal dari kemaksiatan. Naudzubillahi min dzalik.
Hilangnya aturan agama dalam kehidupan bermasyarakat menjadi kunci utama, penyebab kerusakan. Syariat Islam yang seharusnya dijadikan pondasi dalam kehidupan, malah diabaikan begitu saja. Inilah akibat langsung dari sekulerisme yang hingga kini masih diusung sebagai asas hidup. Budaya barat yang liberal menjerumuskan kaum muslim dalam kehancuran dan keterpurukan.
Solusi paten sungguh sangat dibutuhkan, di tengah hujan konten yang nihil manfaat dan jauh dari aturan syariat. Tak hanya hujatan ataupun kecaman. Lembaga berwenang pun harus memiliki sikap untuk bertindak tegas.
Negara memiliki andil penuh dalam menciptakan dan menertibkan media sosial yang kini tengah di atas angin. Negara wajib memberikan regulasi yang jelas tentang aturan ber-media sosial, misalnya tentang syarat dan ketentuan konten yang boleh di-upload oleh masyarakat luas. Seperti, konten dakwah, pendidikan, parenting, pengobatan, atau konten jenis lain yang jelas manfaatnya bagi umat, dan disesuaikan dengan rambu-rambu syariat.
Negara-lah satu-satunya lembaga yang berwenang dalam pengaturan seluruh aktivitas rakyatnya. Dan negara dengan asas Islam-lah yang dapat menjaga kemuliaan dan kehormatan umatnya. Dalam meraih tujuan utama kehidupan, yaitu ridha Allah Ta'Ala. Hanya dengan aturan Islam, solusi paten ini didapat. Untuk mengendalikan liarnya konten yang makin meresahkan dan melemahkan iman umat.
Wallahu a'lam bisshowwab.