Oleh: Hamnah B. Lin
Katanya menjunjung tinggi toleransi, namun faktanya dia sendiri yang intoleransi. Sungguh aneh, banyak urusan lain yang lebih penting untuk dipikirkan, namun kenapa Islam lagi yang jadi sasaran penistaan.
Adalah pegiat media sosial dan mantan politisi Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean resmi dilaporkan dalam kasus dugaan penistaan agama di Bareskrim Polri, Rabu (5/1/2022) kemarin. Ferdinand dipolisikan lantaran membuat cuitan yang dianggap menyinggung kerukunan umat beragama dan berpotensi menimbulkan kegaduhan di masyarakat. Dia diduga melakukan ujaran kebencian yang bermuatan SARA dengan membuat cuitan 'Allahmu Lemah' di akun Twitter @Ferdinandhaean3 beberapa waktu lalu (Tribunnews.com, 6/1/2022).
Ketua MUI Cholil Nafis menegaskan, setiap umat beragama tidak boleh memaki Tuhan orang lain. Sebab, apabila itu dilakukan mereka nantinya akan memaki lagi Tuhan orang tersebut tanpa ilmu pengetahuan seperti yang sebagaimana difirmankan dalan Al Qiran surat Al-An'am ayat 108. "Jangan Engkau memaki Tuhan orang lain karena akan memaki Tuhanmu tanpa ilmu," tulis Cholil dalam cuitannya di akun @cholilnafis, Kamis (6/1/2022).
Di negara tempat kita tinggal ini adalah penganut sistem demokrasi, kebebasan menjadi pilar terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Empat pilar kebebasan, yakni kebebasan beragama, berekspresi, berpendapat, dan tingkah laku, yang sering diagung-agungkan tidak menjadikan masyarakatnya terdidik dengan nilai toleransi tinggi. Kebebasan berekspresi justru menyemai benih sentimen dan kebencian terhadap Islam. Kebebasan beragama juga melahirkan berbagai aliran sesat yang menyimpang dari akidah Islam.
Kebebasan berekspresi nyatanya makin menumbuh suburkan penistaan-penistaan agama. Kebebasan berpendapat seringkali menjadi perangkap bagi kaum muslim untuk tidak membela agamanya sendiri, dengan dalih hargai pendapat orang lain.
Paham kebebasan (liberalisme) ini memang menjadi racun yang mematikan bagi kaum Muslimin. Atas dasar pemahaman ini, para penista agama merasa aman untuk melakukan tindakan merendahkan Allah, Rasul-Nya, Al-Qur'an, dan syariat Islam. Dengan berlindung di bawah payung HAM, seseorang bisa bertindak sekehendak hatinya selama tidak merugikan orang lain.
Begitu pun sekularisme menjadi pangkal semakin tumbuh suburnya penistaan agama. Kejadian seperti ini bahkan sering dijadikan momentum oleh para pembenci Islam untuk menyesatkan umat dengan narasi moderasi Islam. Umat Islam digiring untuk menghindari fanatisme atau berlebih-lebihan kepada ajaran Islam. Tentu kita sepakat bahwa fanatisme dalam beragama memang tak dibenarkan.
Namun, yang menjadi permasalahan bahwa fanatisme di sini disematkan kepada umat Islam yang ingin melaksanakan syariat Islam secara kafah. Maka, jelas framing negatif yang diaruskan adalah agar umat Islam meninggalkan Islam sebagai ideologinya.
Di sisi lain, perangkat hukum sekuler gagal melindungi agama dari penistaan. Hukuman bagi pelaku penistaan tidak memberikan efek jera bagi pelaku. Hukuman paling berat hanya dipenjara dua atau beberapa tahun saja. Tidak heran bila penistaan agama berkembang biak di sistem demokrasi sekuler.
Oleh karena itu, satu-satunya sistem kehidupan yang mampu melindungi umat dan ajaran Islam dari penistaan agama hanyalah sistem Islam. Toleransi akan berjalan dengan benar, antarumat beragama akan berjalan harmonis, saling menghormati, dan menghargai ajaran masing-masing. Dan penista agama akan ditindak tegas dalam sistem Islam.
Para Khalifah telah memberi teladan kepada umat Islam dalam menyikapi para penista agama. Seperti Khalifah Abu Bakar ash- Shiddiq yang memerintahkan untuk membunuh penghina Rasulullah saw.. (Lihat: Abu Daud rahimahullah dalam Sunannya hadis No. 4363)
Begitu juga dengan Khalifah Umar bin Kaththab ra., beliau pernah mengatakan, “Barang siapa mencerca Allah atau mencaci salah satu Nabi, maka bunuhlah ia!” (Diriwayatkan oleh Al-Karmani rahimahullah yang bersumber dari Mujahid rahimahullah) dan banyak teladan dari pemimpin Islam lainnya dalam menghukum penista agama.
Begitulah sikap seorang pemimpin, tegas dalam menindak pelanggar aturan agama termasuk terkait penistaan agama. Hal itu semata demi menjaga kemuliaan Allah SWT dan Rasul-Nya. Tak ada kompromi apapun dengan para penista agama. Dengan begitu, penistaan terhadap agama akan berhenti.
Adalah khalifah pemimpin dalam sistem pemerintahan Islam, yang akan tegas memimpin negara dengan tuntunan syariat Islam. Maka jangan menunda lagi untuk berjuang menegakkan sistem pemerintahan Islam ini, agar mampu menyolusi seluruh permasalahan kita saat ini, termasuk makin menggilanya penistaan agama di negeri yang kita cintai ini.
Wallahu a'lam biasshawwab