Oleh : Pina Purnama, S.KM
Dalam sebuah utas yang viral di Twitter, warganet menyambut positif kebijakan kurikulum prototipe Kemendikbudristek. Namun, sebagian juga mempertanyakan dampak kebijakan tersebut pada kesenjangan pendidikan. Jangan-jangan kurikulum itu hanya bisa diterapkan oleh sekolah-sekolah yang memang sudah bagus?
Pertanyaan serupa juga mengemuka dalam rapat kerja Komisi X DPR RI dengan Mendikbudristek beberapa minggu yang lalu. Meski mendukung konsep kurikulum prototipe, beberapa anggota Komisi X berpesan agar penerapannya tidak justru melanggengkan kesenjangan mutu antar sekolah dan daerah.Kesenjangan pendidikan antar wilayah dan antar kelompok sosial-ekonomi di Indonesia memang besar dan diperparah oleh pandemi. Berdasarkan riset kami bersama Inovasi, kerugian belajar (learning loss) akibat pandemi terjadi secara tidak merata.
Setelah 1 tahun pandemi, hasil belajar literasi dan numerasi siswa di wilayah timur Indonesia tertinggal sekitar 8 bulan belajar dibanding mereka yang tinggal di wilayah barat. Siswa yang tidak memiliki fasilitas belajar, seperti buku teks, tertinggal 14 bulan belajar dibanding mereka yang memilikinya. Sementara itu, siswa yang ibunya tidak bisa membaca bahkan tertinggal 20 bulan belajar dibanding mereka yang ibunya bisa membaca.
(News.detik.com, 27/12/21)
Kabar kurikulum ini menuai pro dan kontra tidak aneh jika menyebabkan kesenjangan pendidikan dan kelompok sosial ekonomi di Indonesia, begitu juga pendidikan Tidak berdiri tanpa penopang sistem ekonomi dan politik dari sini menghasilkan kebijakan pembangunan, pemerataan, distribusi kekayaan, produksi, akses layanan publik lainnya diputuskan seperti yang dipahami secara umum di negeri ini terjadi polarisasi daerah, ada daerah yang sangat maju dan masif pembangunannya, daerah ini berpotensi dieksploitasi kekayaannya sebagai jalur poros distribusi barang dan jasa. Salah satu dampaknya daerah seperti ini memiliki akses pelayanan publik yang mudah didapat lebih maju termasuk pendidikan.
Namun, ada pula daerah yang tertinggal dikenal dengan istilah daerah 3T yaitu : terdepan, terpencil, dan tertinggal, kondisi daerah ini menghawatirkan karena tak tersentuh pembangunan nasional dalam kehidupan mereka, masyarakat di daerah ini cenderung bergantung dengan alam acap kali jauh dari layanan publik salah satu nya pendidikan maka tidak heran jika hasil survei Kemendikbud Ristek pasca pandemi semakin menguak ketimpangan pendidikan terjadi tidak hanya di daerah 3T yang mengalami diskriminasi pendidikan sekalipun tinggal di perkotaan masih ada rakyat tak mampu mendaftarkan ke sekolah yang berkualitas.
Kualitas pendidikan akan berkolerasi dengan kondisi ekonomi sosial mereka timbul masalah akibat penerapan sistem kapitalisme liberal, sistem yang hanya berorientasi pada profit pihak tertentu pada korporat bukan kesejahteraan rakyat, jika solusi yang ditawarkan masih sekedar perubahan kurikulum tanpa mengubah mindset sistem yang mengupas kebutuhan publik hanyalah solusi pragmatis, sangat berbeda dengan Islam dalam mengatur pelayanan publik.
*Solusi Islam*
Di dalam sistem Islam pelayanan publik berupa pendidikan akan di rasakan oleh kalangan masyarakat kaya, miskin, di perkampungan, di perkotaan yang beragama Islam maupun non muslim (kafir dzimi) mendapatkan kualitas pendidikan yang sama mulai dari merasakan sarana, prasarana, guru, media pembelajaran, tunjangan/ beasiswa guru dan murid, memastikan pembangunan merata di setiap daerah karena tugas pemimpin di dalam Islam sebagaimana disabdakan Rasullulah SAW : " Imam (Khalifah) adalah ra'ain (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. " (HR.Bukhari)
Tanggung jawab pemimpin akan menjamin terciptanya kesejahteraan masyarakat dengan menerapkan sistem ekonomi Islam dalam pengelolaan layanan publik di dapatkan dari hasil kekayaan SDA menjadi salah satu pembiayaan yang masuk ke kas Baitul mal di kelola negara demi berdaulat menjaga stabilnya pemenuhan hajat hidup orang banyak, di larang untuk privatisasi kekayaan alam agar tidak menimbulkan ketimpangan sosial di tengah masyarakat, serta memastikan tiap keluarga mendapatkan lapangan pekerjaan.
Di masa Khilafah berdiri terdapat guru-guru yang sengaja dikirim untuk melayani warga negara nya nomaden, lembaga pendidikan juga banyak berdiri diantaranya : Nizamiyah di Baghdad, Al-Azhar di Mesir, Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, Sankore di Timbuktu Mali, Afrika, masing-masing memiliki sistem dan kurikulum pendidikan yang sangat maju ketika itu, sudah saatnya melihat solusi Islam sebagai poin penting dalam menata problem dunia pendidikan yang akan melahirkan generasi pemimpin peradaban hanya akan terwujud dalam bingkai khilafah 'alaminhajinubuwah.
Walahu'alambishawab.
Tags
Opini