Nabila Sahida
Kemendikbud Ristek didukung dengan Komisi X DPR RI menawarkan kurikulum prototype bagi sekolah dalam mengatasi kehilangan pembelajaran atau learning loss dan mengakselerasi transformasi pendidikan nasional.
Kurikulum ini memuat lebih sedikit materi dilengkapi perangkat yang memudahkan guru melalui diferensiasi pembelajaran, misalnya Kemendikbud Ristek akan menyediakan alat accesment diagnostik untuk literasi membaca dan matematika. Kemendikbud Ristek juga akan mengadakan modul bagi guru yang bisa diadopsi dan diadaptasi sesuai konteks.
Menurut pernyataan Anindito Aditomo, Kepala Badan Standar, Kurikulum dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kemendikbudristek RI. Menyatakan bahwa setelah masa pandemi satu tahun terakhir, hasil belajar literasi dan numerasi siswa di wilayah timur Indonesia tertinggal sekitar 8 bulan belajar dibanding mereka yang tinggal di wilayah barat. Siswa yang tidak memiliki fasilitas belajar, seperti buku teks, tertinggal 14 bulan belajar dibanding mereka yang memilikinya. Sementara itu, siswa yang ibunya tidak bisa membaca bahkan tertinggal 20 bulan belajar dibanding mereka yang ibunya bisa membaca.
Dari sini bisa kita lihat adanya ketimpangan pendidikan yang ternyata tak hanya dipengaruhi dalam masalah akses namun juga dipengaruhi dalam kurangnya pola asuh belajarnya siswa dirumah. Dimana siswa dari keluarga miskin kurang siap belajar di sekolah dibanding siswa yang dari keluarga kaya. Maka dari situlah ini sangat berhubungan dengan status sosial ekonomi kleuarga siswa.
Adanya kesenjangan pendidikan mencerminkan sistem dari sebuah negara. Yang dimana sisitempendididkan juga berkaitan erat dengan sistem ekonomi dan poltik. Karna dari sistem politik-ekonomi inilah kebjakan pembangunan, pemerataan, distribusi kekayaan, produksi serta layanan akses lainnya diputuskan.
Punjuga dengan ketidak rataanya penyebaran kualitas pendidikan dan pembangunan nasional dimasing-masing daerah yaitu antara daerah yang maju dan masif pembangunannya dan daerah terpencil, terdepan dan tertinggal. Namun bisa kita lihat juga saat ini di daerah perkotaanpun masih terdapat masyarakat yang tak mampu mendaftarkan anak-anak mereka ke sekolah yang berkualitas.
Inilah masalah yang timbul akibat penerapan sistem kapitalisme liberal sistem yang hanya berorientasi pada profit pihak tertentu bukan kesejahteraan rakyat. Pengubahan sistem kurikulum saja tanpa mengubah minset sistem yang mngurus kebutuhan publik saja ttidak akan cukup. Hal ini bisa kita bandingkan dengan sistem islam yakni Khilafah. Dimana mengurus urusan rakyatnya dimana semua urusan rakyatnya di jamin oleh amir atau pemimpin negara, khalifah.
Menjamin semua daerah terpencil maupun yang di perkotaan mendapat kualitas pendidikan yang sama. Hal ini disebabkan layanan publik tak akan di komersialisasi dan di liberalisasi. Itu semua adalah mutlak menjadi tanggung jawab negara. Sarana dan prasarananya, guru-gurunya, media pembelajaran, tunjangan pendidikan baik untuk siswa maupun pendidiknya.
Tags
Opini