Oleh Salsabilla Al-Khoir
(Aktivis Muslimah Kalsel)
Bak gunung es, krisis listrik kian mendera. Masyarakat kiat gelap hidupnya dengan kondisi ini. Sebab sudahlah dibebankan bayar cukup mahal, tapi malah krisis yang didapat. Hal ini menjadi alarm bagi negeri ini dalam menuntaskan problem ini.
Sebagaimana dilansir oleh Suara.com (15/1/2022) , Pemerintah pun melalui Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini mengeluarkan kebijakan pelarangan ekspor batubara bagi perusahaan batubara. Kebijakan ini diberlakukan selama satu bulan, terhitung sejak 1 Januari hingga 31 Januari 2022. Data KESDM mencatat, tingkat kepatuhan ratusan perusahaan tambang batubara untuk memenuhi DMO sangat rendah. Dari target tahun 2021 sebesar 137,5 juta ton, realisasi yang tercapai hanya sebesar 63,47 juta ton atau sekitar 46 persen, terendah sejak 2017.
Lembaga riset Institute for Essential Services Reform (IESR) mengungkapkan faktor fundamental krisis batu bara yang terjadi di PLN. Menurut Direktur Eksekutif IESR, Fabby Tumiwa ketidakefektifan kewajiban pasokan atau Domestic Market Obligation (DMO) sebesar 25% dari produsen menjadi sebab utamanya. (Okezone.com , 4/1/2022).
Melihat keputusan pemerintah dalam menghentikan ekspor batu bara tersebut membuat masyarakat bertanya. Akankah keputusan penghentian ekspor pemerintah menjadi solusi bagi krisisnya listrik negeri ini? Tentu hal ini harus dilihat secara objektif dan kalaulah ingin jujur bahwa negeri ini menjadi negara pengekspor utama batubara global.
Ketika ekspor tersebut dihentikan justru akan melemahkan global. Pasar dunia khawatir jika keputusan berlanjut, maka ketahanan negara-negara di Asia Pasifik, seperti Cina, India dan Korea Selatan akan berdampak. Pemerintah harusnya memutuskan untuk memperbaiki kontrak jangka panjang batubara agar dapat disesuaikan dengan kebutuhan suplai dalam negeri.
Bahkan lebih mengkhawatirkan lagi bahwa pemerintah mengancam perusahaan yang tidak menepati kontrak maka akan diberikan penalti atau bahkan dicabut izinnya. Polemik atas keputusan ini memberikan dampak buruk pada negeri ini pun juga global. Hal ini terjadi sebab kesalahan paradigma dan pengelolaan energi dan sumber daya alam. Negeri ini yang mengadopsi sistem ekonomi kapitalistik yang menjadikan krisis tersebut senantiasa muncul. Konsep ekonomi kapitalistik neoliberal tidak akan memberikan manfaat beda bagi masyarakat. Justru konsep ini menjadikan korporasi swasta menguasai sumber daya energi dan tambang yang akan di privasi.
Sistem ekonomi kapitalistik neoliberal ini akan meniscayakan para korporasi kapital untuk menguasai secara bebas sumber energi yang diperoleh dari sumber daya alam. Semua ini demi profit (keuntungan) semata tanpa melibatkan bahkan memberikan kemaslahatan kepada masyarakat.
Mirisnya lagi, negara dengan regulasi-regulasi dan kebijakannya malah memuluskan para korporat kapitalis menjalankan misinya ini. Inilah tabiat keburukan dan kerusakan atas diterapkan sistem kapitalisme sekuler demokrasi yang sampai saat ini diadopsi oleh negeri ini. Maka , wajarlah krisis listrik dengan disebabkan krisis batu bara ini terjadi. Sebab sistem yang diadopsi negeri ini bukan memberikan solusi malah membiarkan problem-problem ini terjadi.
Islam Solusi Paripurna
Melihat bagaimana konsep ekonomi kapitalistik neoliberal yang begitu tragis menyengsarakan masyarakat dan membuat kerusakan. Maka tidaklah salah masyarakat membutuhkan solusi paripurna dalam mengatasi problem krisis listrik ini. Listrik adalah kebutuhan yang urgent harus dipenuhi bagi masyarakat. Islam adalah jawaban solusi tepat dan paripurna atas persoalan ini. Islam bukan hanya mengatur perkara ibadah semata, namun Islam juga merupakan sebuah ideologi yang darinya melahirkan aturan-aturan lengkap dan rinci untuk kehidupan manusia.
Adapun Islam memandang bahwa kebutuhan energi di posisikan sebagai kebutuhan pokok yang menjadi hak masyarakat. Artinya semua orang berhak dapat pemenuhan atas kebutuhan energi ini oleh negara. Karena sudah bisa dipastikan jika terjadi krisis, maka masyarakat akan sulit beraktivitas di rumahnya.
Demikianlah di dalam Islam diatur berbagai regulasi-regulasi oleh negara yang menerapkan syariah Islam yakni Khilafah Islamiyah bagaimana mengelola energi. Hal ini mengacu dalam Hadist Rasulullah saw. bersabda : "Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api," (HR Abu Dawud dan Ahmad)".
Kepemilikannya adalah milik seluruh masyarakat. Negara menjadi pengelolanya untuk memberi sebesar-besarnya manfaat bagi masyarakat. Kalaupun ada individu atau perusahaan yang terlibat dalam pencarian, produksi atau distribusinya. Maka, ia hanya dibayar sesuai dengan kerjanya yang diistilahkan dengan service contract bukan dengan aturan konsesi atau bagi hasil. Sebab kalau dengan konsesi atau bagi hasil maka seakan-akan kontraktor menjadi bagian dari pemilik, justru ini sangatlah dilarang dalam Islam.
Adapun konteks api tersebut mencakup berbagai bentuk aset sumber daya yang ada di bumi. Oleh karena itu, dalam mengatur hal ini agar seluruh manusia bisa terpenuhi kebutuhan energi ini maka harus dilakukan oleh negara dan dikembalikan kepada hak publik. Negara yang menerapkan syariah Islam kafah di bawah negara khilafah islamiyah akan mengelola sumber energi ini dengan baik dan di kembalikan untuk kebutuhan publik (masyarakat) bukan malah di privasi.
Demikianlah pengaturan ekonomi Islam yang begitu rinci dan adil dalam pengelolaan sumber daya alam yang akan dijadikan sumber energi. Negara ihilafah islamiyah dengan penerapan syariah Islam kafah menjadi kebutuhan urgent masyarakat saat ini. Sebab hanya dengan penerapan syariah Islam kafah di bawah naungan khilafah Islamiyah inilah problem krisis listrik karena krisis batubara akan tuntas dan kehidupan masyarakat akan mendapatkan kebaikan, keberkahan dan kesejahteraan tanpa terbebani listrik.
Allah Swt berfirman, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan”. (TQS. Al-A’raf : 96).
Wallahu a'lambishawab