Kekerasan Masa Pacaran, Butuh Solusi Sistemik

 



Oleh Siti Uswatun Khasanah
(Aktivis Dakwah Millenial)

Baru-baru ini, kasus bunuh diri seorang NWR menjadi perbincangan hangat di media sosial, menarik perhatian masyarakat hingga pejabat negara. Jasad NWR ditemukan di dekat makam ayahnya, tepatnya di Makam Islam Sugihan, Kecamatan Sooko, Mojokerto, Kamis (2/12) sekitar pukul 15.30 WIB. Polisi menduga NWR melakukan aksi bunuh diri dengan menenggak racun.

Awalnya polisi menduga NWR bunuh diri karena depresi semenjak kepergian ayahnya, namun hal ini menarik perhatian warga Twitter. Akhirnya warga Twitter menemukan curhatan NWR pada akun Twitternya yang berkesimpulan bahwa NWR melakukan aksi bunuh diri akibat dipaksa aborsi oleh pacarnya, seorang oknum kepolisian yang bertugas di Polres Pasuruan.

Dalam penyelidikan kepolisian, keduanya sudah berkenalan dan berpacaran sejak Oktober 2019 dan melakukan hubungan badan layaknya suami istri sejak tahun 2020 sampai 2021. Keduanya telah melakukan aborsi dua kali.

Menteri Pemberdaya Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga memaparkan bahwa kasus yang dialami NWR ini merupakan dating violence atau kekerasan dalam pacaran.

"Kasus yang menimpa almarhumah ini adalah bentuk dating violence atau kekerasan dalam berpacaran, di mana kebanyakan korban, setiap bentuk kekerasan adalah pelanggaran HAM." kata Bintang dalam keterangan pers tertulisnya, Minggu (5/12/2021).

Kasus yang dialami NWR ini sebenarnya tidak terjadi sekali dua kali di negeri ini. Ada banyak kasus serupa yang terjadi, yang diketahui maupun tidak diketahui. Bahkan Komnas Perempuan Menyatakan bahwa banyak kekerasan terjadi selama pacaran, sekurangnya ada 11.975 kasus kekerasan di ruang privat.

Akankah Permasalahan Seperti Ini Selesai Hanya dengan Memenjarakan Pelaku Saja?

Jika terjadinya kasus seperti ini mencapai sekitar belasan ribu, artinya akar permasalahan bukan terjadi secara individu namun berada pada masalah sistemik. Seharusnya hal ini dapat mengubah pandangan masyarakat, bahwa permasalahan bukan hanya terjadi pada diri individu.  Masyarakat sering kali hanya menyalahkan individunya seperti pada pelaku bahkan pada korban. Padahal dapat kita cermati, kasus-kasus yang ribuan ini akar masalahnya adalah masalah sistemik yang membutuhkan solusi sistemik yang hakiki.

Hal ini seharusnya mendorong kita untuk mengubah tatanan pergaulan dan menghapus nilai liberal. Sebabnya nilai liberal yang memberikan ruang bebas terjadinya hal-hal seperti kekerasan seksual maupun seks bebas.

Dalam pandangan masyarakat liberal, pacaran atau pun orientasi seksual merupakan masalah individu atau merupakan hal yang privat. Negara apalagi agama tidak boleh ikut campur dalam urusan ini. Nilai liberal pun yang memberikan bebas akses sosial media atau pun tayangan-tayangan yang menjadi contoh generasi untuk melakukan hal yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, salah satunya gaya pergaulan bebas ala Barat yaitu pacaran.

Dalam pandangan masyarakat sekuler-liberal, zina bukan merupakan tindakan kriminal jika dilakukan dengan asas suka sama suka, atau dengan persetujuan kedua belah pihak atau dikenal dengan istilah consent. Akan dipandang sebagai kriminal apabila terdapat paksaan dalam berhubungan seksual. Padahal, dengan persetujuan atau tidak dengan persetujuan hal itu sama-sama mengundang masalah.

Apalagi setelah viralnya kasus ini semakin banyak aktivis-aktivis terutama aktivis feminis yang menggaungkan dukungannya terhadap RUU TPKS dan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021. Serta mendesak pemerintah agar segera mengesahkan RUU TPKS itu menjadi undang-undang. Akankah kasus ini akan selesai dengan solusi liberal seperti ini? Tentu tidak. Akar masalah liberal tidak akan pernah tuntas dengan solusi liberal, justru akan menambah masalah baru.

Mengapa RUU TPKS dan Permendikbudristek No. 30 Tahun 2021 Dipandang sebagai Solusi Liberal?
Karena dalam kedua aturan tersebut, terdapat frasa "tanpa persetujuan korban" yang dapat ditafsirkan bahwa jika dengan persetujuan korban itu tidak masalah dan bukan tindakan kriminal. Bahkan dalam kedua aturan itu berpotensi akan mencetak generasi L967. Logika yang dipakai dalam aturan ini adalah logika liberal. Dari frasa tersebut nantinya dapat dijadikan dalih pelaku seks bebas untuk melakukan aksi mereka atas asas suka sama suka. Nah, hal inilah yang akan menimbulkan masalah baru.

Sebenarnya bukan masalah baru, sampai sekarang pun sudah terjadi. Akan tetapi dengan adanya undang-undang ini, pelaku seks bebas dan L967 akan lebih terlindungi oleh negara sekuler ini. Lebih baik gagalkan saja Undang-undang dan peraturan liberal itu. Jangan sampai kasus-kasus seperti ini dipolitisasi untuk melindungi pelaku seks bebas dengan dalih melindungi korban. Padahal awal dari kekerasan masa pacaran adalah suka sama suka, jika salah satu pihak mulai merasa tidak nyaman barulah mereka katakan sebagai kekerasan. Sebenarnya kekerasan masa pacaran dapat dicegah dengan menghindari pacaran, bukan hanya menghindari pacaran tetapi dengan menghindari khalwat dan ikhtilat.

Larangan khalwat, Ikhtilat dan Menjauhi Zina adalah Aturan dari Allah

"Dan jangan kamu mendekati zina, sesungguhnya zina adalah suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.". (TQ.S Al-Isra' [17]:32)

Tetapi, larangan khalwat dan ikhtilat tidak mungkin pernah ada dalam sistem demokrasi yang merupakan produk dari Ideologi sekuler-kapitalis yang selalu memakai nilai liberal. Sebabnya masyarakat sekuler  memandang aturan pergaulan sebagai urusan pribadi.

Jika pacaran, seks bebas atau L697 dilarang dalam sistem demokrasi mereka dapat menentang dengan dalih kebebasan dan Hak Asasi Manusia. Artinya sistem demokrasi tidak akan pernah berhasil menerapkan hukum Allah dan selalu bertentangan dengan fitrah manusia. Sebab hanya hukum Allah yang berhasil memberikan aturan yang sesuai dengan fitrah manusia, sebab Allah adalah Sang Maha Pencipta dan Maha Pengatur yang berhak mengatur dan  mengerti tentang apa yang diciptakannya.

Lalu sistem seperti apa yang dibutuhkan umat?  yang sesuai dengan fitrah manusia? yang mampu menuntaskan seluruh permasalahan? mampu mencabut permasalahan hingga ke akar-akarnya. Sistem yang mampu menerapkan hukum Allah secara keseluruhan?

Hanya sistem Islam yang diterapkan secara kafah dalam bingkai khilafah yang mampu mencabut seluruh permasalahan sampai ke akar-akarnya. Sistem Islam lah yang mampu menerapkan hukum Allah secara keseluruhan. Dengan Sistem Islam manusia akan menjadi manusia, manusia akan hidup sesuai dengan fitrahnya. Sebabnya sistem Islam ini datang dan turun langsung dari Allah. Dengan sistem Islam, perempuan akan merasa aman dan tentram. Maka, sistem yang sangat dibutuhkan ummat hari ini hanyalah sistem Islam kafah.

Bagaimana Cara Islam Menuntaskan  Kekerasan dan Pelecehan Seksual ?

Fitrahnya manusia itu memiliki yang namanya gharizah an-nau' salah satunya adalah naluri mempertahankan keturunan seperti ketertarikan pada lawan jenis. Naluri ini akan bangkit ketika laki-laki dan perempuan itu bertemu dalam satu tempat. Naluri adalah hal fitrah, bagaimana cara kerjanya tergantung kontrol dari manusianya. Jika bangkitnya naluri tadi terjadi pada sesuatu hal yang haram, maka keburukan akan terjadi, seperti terjadinya perzinahan, pelecehan atau kekerasan seksual. Maka Islam mengatur hal ini dalam aturan pergaulan Islam. Islam akan meminimalisir pertemuan antara laki-laki dan perempuan, karena pada dasarnya kehidupan laki-laki dan perempuan itu terpisah (infishal). Laki-laki dan perempuan tidak diperkenankan untuk bercampur baur (ikhtilat) dan berinteraksi kecuali pertemuan yang didasari oleh hukum syara' seperti jual-beli, pendidikan, kesehatan, tolong-menolong, persaksian, dan aktivitas lainnya yang memang mengharuskan laki-laki dan perempuan untuk bertemu dan berinteraksi.

Di dalam Islam juga dikenal kehidupan umum atau hayatul 'aam dan kehidupan khusus atau hayatul khas.  Kehidupan umum atau hayatul 'aam ini adalah wilayah publik yaitu tempat dimana laki-laki dan perempuan harus bertemu dengan aturan-aturan yang wajib dipatuhi yaitu menundukkan pandangan, menutup aurat dengan sempurna,  tidak boleh ada ikhtilat dan khalwat dan berinteraksi seperlunya saja. Sedangkan  hayatul khas atau kehidupan khusus adalah kehidupan yang terjadi di tempat yang tidak sembarang orang bisa memasukinya tanpa ijin pemiliknya, seperti rumah. Dalam kehidupan khusus ini seorang perempuan diperkenankan untuk melepaskan hijabnya dan hanya mengenakan pakaian rumahnya atau  mihnah. Laki-laki ajnabi atau laki-laki asing bukan mahram dilarang memasuki rumah perempuan itu tanpa disertai mahram perempuan itu.

Dalam Islam wanita diwajibkan menutup auratnya dengan khimar dan jilbab ketika melangkah ke kehidupan umum. Seperti yang Allah firmankan:
"Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan (sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kamu beruntung."  (TQ.S An-Nur [24]:31)

"Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."  (TQ.S Al-Ahzab [33]:59)

Selain itu, perintah menundukkan pandangan bagi laki-laki dan perempuan utamanya laki-laki seperti apa yang Allah firmankan

"Selain itu, perintah menundukan pandangan bagi laki-laki dan perempuan utamanya laki-laki seperti apa yang Allah firmankan."  (Q.S An-Nur (24):30)

Pandangan yang diharamkan yaitu pandangan dengan syahwat dan memandang aurat.

Selain itu dalam Islam juga diharamkan adanya khalwat, yaitu berdua-duaan atau menyepi dengan non-mahram. Seperti Hadist Rasulullah berikut :
“Tidak diperbolehkan seorang pria dan wanita berkhalwat, kecuali jika wanita itu disertai mahramnya"  (HR. Muslim)

Zaman sekarang khalwat tidak mesti dilakukan disatu tempat, bahkan secara online juga dapat berpotensi adanya khalwat.

Allah telah memerintahkan kita untuk menjauhi zina, salah satunya adalah pacaran. Sebabnya zaman sekarang, pacaran pasti dihiasi dengan aktivitas-aktivitas haram seperti pegangan tangan, boncengan, berduaan dan lain sebagainya bahkan kepada hal-hal yang menjurus kepada kehancuran. Kondisi umat hari ini yang telah terbiasa dan menormalisasikan hal-hal yang diharamkan oleh Allah.

Maka waktunya kita mengubah tatanan pergaulan dalam bermasyarakat dengan aturan Islam yang akan membentuk masyarakat Islam. Dalam negara yang menerapkan Hukum Islam secara kafah akan berusaha seoptimal dan semaksimal mungkin agar warganegaranya dapat menaati aturan Allah, menjauhi zina, dan meminimalisir terjadinya pelecehan dan kekerasan seksual. Daulah Islam akan berusaha menerapkan aturan-aturan pergaulan dalam Islam.

Daulah Islam akan menjamin warganya agar taat kepada Allah, menanamkan akidah sejak dini kepada warganya. Daulah Islam akan melarang akses-akses pornografi dan porno aksi di media informasi. Sebab tayangan-tayangan seperti itu jika dibiarkan merebak dalam masyarakat maka akan menimbulkan tindak kriminal seperti yang banyak terjadi hari ini.

Selain aturan-aturan itu, daulah Islam akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku zina atau pelecehan dan kekerasan seksual.

Dalam Islam, hukum yang diberikan memiliki dua fungsi utama yaitu sebagai penebus dosa (jawabir) dan pemberi efek jera (zawajir) kepada masyarakat agar tidak  melakukan hal itu. Sedangkan hukum dalam sistem demokrasi tidak berlaku demikian, hanya dengan memenjarakan lalu dibebaskan, berpotensi pelaku akan berulah lagi serta tidak ada penghapusan dosa atas perbuatan itu sebab hukuman tidak dilakukan atas dasar syari'at Islam.

Hukum dalam demokrasi juga tidak memberikan efek jera pada masyarakat, tidak ada masyarakat yang takut berbuat kriminal akibatnya ribuan kasus serupa berulang diberbagai penjuru dunia penerap sistem sekuler.

Hukum Islam seperti rajam dan cambuk sering kali dianggap kejam oleh orang-orang sekuler, atau mereka sebut melanggar Hak Asasi Manusia. Padahal hukum yang mereka anggap kejam itu adalah hukum yang mampu memberikan solusi tuntas atas permasalahan ini.

Hukum Islam akan memberikan efek jera dan penebus dosa seperti yang kami jelaskan di atas. Jika hukuman berakhir dengan kematian pelaku maka itu akan menyelamatkan masyarakat lainnya dari tindakan pelaku tadi. Lebih baik menghilangkan satu nyawa dengan hukum Allah dari pada membiarkan hidup atau hanya dengan memenjarakan pelaku tapi meresahkan masyarakat lainnya, bukan?

Islam itu sangat memanusiakan manusia, hukum yang diberikannya tidak akan merugikan siapapun. Sebab Islam datang dari Sang Pencipta dan akan sesuai dengan fitrah manusia.

Islam sangat memuliakan wanita, Islam sangat melindungi sosok yang melahirkan peradaban ini. Wanita adalah sosok yang sangat berperan penting dalam kebangkitan sebuah peradaban utamanya peradaban Islam.

Kisah seorang Muslimah yang tinggal di Ammuriyah pada masa Daulah Khilafah Abbasiyah  masa kepemimpinan Khalifah Al Muta'shim Billah setidaknya memberikan kita gambaran bahwa negara Islam begitu memuliakan wanita. Kala itu, seorang Muslimah ini tengah berbelanja di pasar. Namun Muslimah itu diganggu oleh seorang Kafir, dikaitkan kerudungnya di paku sehingga aurat wanita itu terlihat. Wanita itu memanggil-manggil nama Khalifah Al-Muta'shim Billah

"Waa Muta'shimaah!"

Dan seorang lelaki Muslim berusaha menolong Muslimah itu dan sempat berkelahi dengan Kafir Romawi yang melecehkan Muslimah itu. Namun, Lelaki Muslim itu justru syahid.

Berita ini terdengar sampai ke telinga khalifah, akhirnya khalifah memenuhi panggilan Muslimah itu. Khalifah pun mengirimkan pasukan perang yang sepanjang Kota Baghdad hingga Ammuriyah.

Masyaallah.
Demi kehormatan seorang Muslimah dan darah seorang Muslim yang tumpah karena menyelamatkan kehormatan Muslimah, Khalifah melakukan hal yang luar biasa.

Lantas, bagaimana dengan pemimpin negeri Kaum Muslim hari ini? Mampukah mereka melakukan hal serupa dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Al-Mutashim Billah? Padahal kasus kekerasan dan pelecehan sangat banyak terjadi. Faktanya mereka tidak mampu dan tidak akan pernah mampu. Hanya khilafah yang mampu menjadikan seorang pemimpin yang tegas dan berhukum pada hukum Allah. 

Bagaimana jika khilafah belum tegak hari ini? Maka kita dapat melakukan hal yang dapat kita lakukan dan seharusnya kita lakukan. Dengan menjaga diri kita dari pergaulan bebas, menjaga diri kita dari informasi bernilai liberal, menjaga diri kita dengan menjauhi zina, khalwat serta ikhtilat, menjaga diri kita dengan menjaga pandangan dan menutup aurat kita serta berkumpullah dengan orang-orang yang berada di jalan kebenaran. Lebih utamanya, kita wajib memperjuangkan syari'ah khilafah dengan mempelajari Islam secara kafah, dengan mendakwahkannya dan menyerukan yang ma'ruf serta mencegah yang munkar. Agar masyarakat di luar sana terhindar dari zina atau seks bebas serta pelecehan dan kekerasan seksual.

Wallahu a'lam bishawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak