Oleh Cahaya Septi
Pelajar dan Aktivis dakwah
Aktivis 98 Ubedilah Badrun, melaporkan dua anak Presiden Joko Widodo Gibran Rakabuming dan Kaesang Pangarep ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin, 10 Januari 2022. Laporan itu perihal dugaan tindak pidana korupsi dan pencucian uang lewat bisnis kedua anak Jokowi yang mempunyai relasi dengan perusaahan pembakar hutan. Dari laporan itu Ketua Umum Relawan Jokowi Mania Immanuel Ebenezer, melaporkan Ubedillah Badrun ke Polda Metro Jaya karena dianggap menyampaikan laporan palsu.
Tidak hanya itu, setelah pelaporan, Ubedillah Badrun diberitakan mengalami teror setidaknya dalam tiga bentuk yaitu :
1. Ancaman di medsos.
2. Telepon pada malam hari dari orang tidak dikenal.
3. Rumahnya diamati oleh dua orang.
Dari kasus tersebut masyarakat berharap supaya aparat hukum seperti KPK dan kepolisian bisa menangani kasus hukum yang terjadi dengan adil dan profesional tanpa melihat apa kasusnya dan siapa saja yang terlibat di dalamnya. Di samping itu penegak hukum tidak boleh terpengaruh oleh rasa suka dan tidak suka, kawan atau lawan, dekat atau jauh saat memberikan keputusan. Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Janganlah sekali-kali kebencian kalian terhadap sesuatu kaum mendorong kalian untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat pada ketakwaan." (TQS al-Maidah [5]: 8)
Imam ath-Thabari menafsirkan ayat di atas bahwa janganlah permusuhan kalian terhadap suatu kaum mendorong kalian untuk tidak berlaku adil dalam menghukumi mereka dan memperlakukan mereka sehingga kalian berlaku zalim terhadap mreka karena adanya permusuhan antara kalian dan mereka." (Ath-Thabari, Jami al-Bayan fi Ta’will al-Qur'an, 10/95 [Maktabah Syamilah])
Begitu pula penegakan hukum tidak boleh dipengaruhi oleh rasa kasihan yang menyebabkan tidak menjalankan hukum terhadap pelaku kriminal. Allah Swt. berfirman yang artinya:
"Janganlah rasa kasihan kepada keduanya (pelaku zina) mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allah.” (TQS an-nur [24: 2)
Islam juga menyariatkan bahwa hukum itu harus diberlakukan untuk semua. Tidak boleh ada privilage dalam penerapan hukum sehingga seolah ada orang atau kelompok orang yang tidak tersentuh hukum.
Rasul saw. memperingatkan bahwa penegakan hukum secara diskriminatif justru akan menyebabkan kehancuran masyarakat. Ummul mukminin Aisyah ra. menuturkan, bahwa pernah ada seorang perempuan terhormat dari Bani Makhzum mencuri. Lalu mereka berkata, “Siapa yang bisa bicara kepada Rasulullah tentang dia? Tidak ada yang bisa kecuali Usamah bin Zaid.” Lalu Usamah berbicara kepada Rasul saw. Beliau bersabda “Usamah, apakah engkau hendak memintakan keringanan dalam penegakan hukum Allah?” Rasul saw. pun berdiri dan berpidato:
“Sungguh yang membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah bahwa mereka itu, jika orang mulia di antara mereka mencuri, mereka biarkan; dan jika orang lemah mencuri, mereka tegakkan hukum atasnya. Demi Allah, andai Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku potong tangannya.” (HR al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Ahmad)
Dalam pandangan Islam, kunci keberhasilan pencegahan dan pemberenatasan KKN (Korupsi, kolusi, nepotisme) ada dua yaitu:
1. Sistem hukum/Pemerintahan yang anti KKN.
2. Pejabat dan aparatur pelaksana serta penegak hukum yang jujur, bersih, tegas dan konsisten.
Bisa secara praktis, pencegahan dan pemberantada korupsi dilakukan melalui:
1. Penanaman iman dan takwa.
2. Sistem penggajian dan kompensasi yang layak sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk berlaku korup.
3. Ketentuan serta batasan yang sederhana dan jelas tentangan harta ghulul (haram) serta penerapan pembuktian secara terbalik.
4. Hukum yang bisa memberikan efek jera dalam bentuk sanksi ta'zir.
Maka dari itu agama Islam harus diterapkan secara kafah agar keadilan bisa diwujudkan untuk semua rakyat bukan hanya terbatas pada kalangan atas saja. Caranya dengan perbanyaklah berdakwah tentang Islam untuk mengajak orang-orang agar tau lebih dalam tentang Islam.
Wallahu a'lam bishawab