Oleh : Rindoe Arrayah
Belum lama ini telah terjadi kasus penculikan dan pemerkosaan terhadap seorang gadis berusia 14 tahun di Bandung. Peristiwa tragis ini menjadi perbincangan panas di jagad media. Bagaimana tidak? Gadis ini diculik lalu diperkosa. Bahkan pelaku berinisial IQ menjualnya di aplikasi Michat sebagai PSK. Diduga gadis ini telah melayani lebih dari 20 orang selama dia disekap. Sungguh miris, anak di bawah umur harus mengalami kejadian mengerikan seperti itu. Astaghfirullah….
Kasus tragis ini bukan yang pertama kali terjadi di negeri kita. Peristiwa serupa menjamur di mana-mana. Masih hangat juga kasus seorang ustadz HW (36) yang memperkosa belasan santriwatinya hingga sebagian besar hamil. Atau kasus NW yang bunuh diri lantaran depresi karena hamil dan dipaksa menggugurkan kandungannya oleh pacarnya sendiri, dan banyak lagi kasus serupa. Dilansir dari CNBC Indonesia, kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual lainnya yang dilaporkan meningkat sebesar 66% menjadi 430.000 pada tahun 2019. Parahnya ada 77% pendidik mengetahui kasus pemerkosaan tersebut. Namun sayangnya, 63% dari mereka gagal melaporkannya.
Predator seksual di negeri ini semakin hari semakin ganas. Perempuan Indonesia kini menjadi mangsa empuk di mana tidak ada keamanan dari negara. Bahkan karena maraknya, kasus pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap perempuan di Indonesia menjadi sorotan dunia. Los Angeles Times memaparkan bagaimana negara dengan 17.000 pulau ini semakin berbahaya bagi perempuan dan anak perempuan. Negara gagal menjadi perisai kaum perempuan. Berbagai UU diterapkan, namun faktanya kasus pemerkosaan terhadap perempuan semakin tahun semakin meningkat tajam.
Perkara ini merupakan permasalahan serius yang butuh solusi tuntas. Bila kita lihat akar masalahnya bukanlah karena personal belaka, namun ini adalah masalah sistemik. Nyatanya sistem tatanan kehidupan saat ini malah menumbuh suburkan para predator seksual. Tagar kebebasan yang di gembar-gemborkan oleh sistem kapitalis menjadi bom waktu yang akan membunuh generasi. Bagaimana tidak, kebebasan membuat manusia hidup tanpa aturan pasti. Aturan dibuat sendiri seenak hati oleh penguasa negeri yang disetir banyak kepentingan pribadi para kapitalis, sehingga rakyat hidup dalam aturan yang serba amburadul.
Seperti inilah penampakkannya ketika pacaran diperbolehkan, zina diperbolehkan asal suka sama suka, miras dilegalkan, media tak ada penjagaan, dan seperangkat aturan lain yang justru menumbuh suburkan para predator seksual. Hal ini menegaskan bahwa kapitalisme yang kini dijadikan ideologi bangsa ini jelas telah gagal total mengantarkan masyarakat menuju pada kehidupan yang penuh dengan kesejahteraan.
Sementara itu, di lain sisi Islam menawarkan solusi tuntas akan semua masalah ini. Islam memiliki seperangkat aturan yang bersifat preventif hingga kuratif untuk memberantas tuntas kasus semacam ini. Dari segi preventif sistem sosial dalam Islam jelas sangat tegas melarang mendekati zina (seperti pacaran, khalwat/berduaan lawan jenis, ikhtilath dll), adanya aturan menundukkan pandangan, menutup aurat, berkamar ma'aruf nahi mungkar, dan seperangkat aturan yang tertuang dalam sistem sosialnya. Islam juga memiliki perlindungan berlapis terhadap para predator seksual. Mulai dari pembentukan individu yang bertakwa, keluarga yang menanamkan tsaqofah Islam sejak dini, masyarakat yang senantiasa beramar ma'aruf nahi mungkar dan negara yang menjadi pelindung utama dengan menyortir tontonan yang dapat merangsang nafsu hingga adanya aturan yang tegas.
Secara kuratif Islam memiliki sistem sanksi yang tegas bagi pelaku zina tergantung kondisi si pelaku. Sanksi ini wajib diperlihatkan kepada masyarakat banyak sebagai pengingat bagi masyarakat. Maka jelas hanya Islam yang bisa memberantas tuntas para predator seksual dan mengembalikan tatanan kehidupan masyarakat yang benar.
Oleh karena itu, sudah menjadi tugas kita bersama untuk mengembalikan kehidupan Islam yang terbukti dalam kurun waktu 13 abad lamanya telah mengantarkan masyarakat menuju peradaban yang mulia.
Wallahu a’lam bishshowab.