Oleh: Hamnah B. Lin
Pandemi dua tahun membuat kondisi makin sulit, beban ekonomi yang ditanggung kepaala keluarga makin berat, ibu dengan segudang pekerjaan rumah ditambah dengan mendampingi anak belajar daring, dan yang tak luput terkena imbas pandemi adalah anak-anak. Anak-anak punya waktu lebih banyak dirumah selama pandemi, namun nyatanya kasih sayang dan perhatian nampak tak begitu mereka dapatkan jua. Justru penderitaan kian bertubi- tubi mereka alami.
Melansir berita dari Republika.co.id tanggal 07/09/2021, Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, merasa miris melihat kasus kekerasan terhadap anak tetap tinggi di masa pandemi, saat di mana mereka justru terus dekat dengan keluarga. Berdasarkan catatannya, ada 2.726 kasus kekerasan terhadap anak sejak Maret 2020 hingga Juli 2021 ini dan lebih dari setengahnya merupakan kasus kejahatan seksual.
Dia menekankan, sebelum pandemi melanda, sejatinya angka kejahatan terhadap anak memang sudah meningkat pada 2018 hingga 2019. Pada tahun 2020 hingga 2021, jumlah kekerasan terhadap anak semakin tinggi. Angka 2.726 kasus yang ia sebutkan itu terhitung mulai Maret 2020 hingga Juni 2021.
Dari jumlah tersebut, sebanyak 52 persennya merupakan kasus kekerasan seksual. Arist mengungkapkan, kasus kekerasan seksual itu bukan hanya perkosaan, tetapi juga serangan persetubuhan yang dapat berupa sodomi, hubungan seks sedarah, dan lainnya.
Arist merasa miris hal tersebut terjadi di saat anak-anak justru lebih dekat dengan keluarganya di masa pandemi. Semestinya, apabila orang tua benar-benar menghargai anak yang juga memiliki hak, maka adanya pandemi atau tidak tindak kekerasan terhadap anak tak akan terjadi.
Miris, anak sebagai sosok manusia kecil yang Allah amanahkan kepada para orangtua, banyak yang tak diperlakukan sebagaimana layaknya anak-anak yang butuh kasih sayang, belaian, dekapan, bisikan, pelukan dan rasa nyaman berada di sisi orang tua dan para kerabatnya.
Sungguh nyatanya anak-anak kita sedang tidak baik-baik saja. Sistem kapitalisme sekuler yang kita jalani saat ini sesungguhnya merupakan bahaya laten bagi anak-anak kita. Sistem ini membentuk manusia-manusia menjadi individualis, materialistis, serta hidup hanya untuk bersenang-senang tanpa mau bertanggung jawab tanpa mengenal halal/haram. Perilaku manusia makin bobrok, generasi muda makin rapuh karena budaya hedonis yang melenakan. Dan yang lebih miris, orang dewasa yakni para orang tua juga sudah banyak yang tidak bisa berfikir waras. Karena dalih sulitnya ekonomi misal, anak pun menjadi korban dengan menjual anak-anak mereka kepada pria hidung belang atau anak-anak ini dieksploitasi dengan mengamen di jalanan atau yang lebih kelas tinggi yakni di jadikan penyanyi di panggung pemuas nafsu. Astaghfirullah.
Pelecehan seksual, kekerasan, ataupun kejahatan yang menimpa anak-anak tidak akan bisa terberantas selama sistem kehidupan yang menaungi kita adalah kapitalisme sekuler yang serba permisif seperti saat ini. Anak-anak seperti hidup dalam lingkaran setan. Mereka tak tahu akan kemana mengadu.
Maka kita tidak bisa berharap ada perubahan dari sistem kapitalis sekuler ini, karena akar masalah kekerasan pada anak tidak pernah terselesaikan.
Adalah Islam, sistem paripurna dan sempurna yang berasal dari Allah SWT, Alkhalik Albudabbir. Telah menawarkan solusi tuntas menangani permasalahan kekerasan pada anak dari akarnya. Yakni dengan tegaknya institusi negara Khilafah Islamiyah yang akan menjalankan seluruh fungsinya dengan maksimal dan sesuai dengan peran masing-masing dalam struktur pemerintahan Islam. Yakni sebagai berikut:
Pertama, Islam akan mewajibkan setiap orang tua mendidik anak mereka sebaik mungkin sejak dalam kandungan. Islam mewajibkan ibu (yang tidak berhalangan secara kesehatannya) untuk menyusui anaknya hingga berusia dua tahun, mengasuh anak dengan sebaik mungkin.
Kedua, Islam mewajibkan semua orang tua untuk memberikan nafkah halal pada anak, mencukupi gizi mereka, adil, memberi nama yang baik, mengakikahkan, mengkhitan, menjamin kebutuhan sandang dan pangannya, menjaga kesehatannya, dan lain-lain.
Negara Islam akan membantu para orang tua (suami) mendapatkan pekerjaan layak untuk dapat menafkahi keluarganya. Jika berhalangan menjalankan kewajiban nafkah ini, keluarga terdekat yang akan bertanggung jawab. Jika keluarga tidak mampu, negara akan membantu pelaksanaan kewajiban ini secara langsung.
Ketiga, negara akan menciptakan suasana pergaulan yang baik, menghindarkan mereka dari kekerasan, dan sebagainya. Islam mengajarkan anak-anak tentang konsep bergaul yang sehat, tidak berkhalwat, dan tidak ikhtilat(campur baur). Harapannya, ketika sudah balig anak-anak akan bisa lebih menjaga diri dalam bergaul agar tidak jatuh pada pergaulan bebas.
Keempat, negara akan membuat regulasi tertulis untuk melindungi anak dari tindakan kekerasan dan kejahatan. Negara menerapkan sanksi tegas terhadap pelaku kekerasan dan kejahatan terhadap anak. Negaralah yang menjadi penanggung jawab penuh dalam mengentaskan penderitaan anak dengan menerapkan sistem ekonomi, politik, pendidikan, dan media islami yang membentuk iklim dan sistem lingkungan yang ramah anak secara sempurna (kafah).
Selain itu, sistem ekonomi Islam yang lepas dari riba (seperti utang luar negeri) akan membuat negara fokus menciptakan lapangan pekerjaan bagi kaum laki-laki. Pengangguran berkurang sehingga harapannya dapat meminimalisasi angka kekerasan terhadap anak ataupun menghilangkan fenomena pekerja anak.
Untuk sistem politiknya yang islami yang berjalan dengan baik, yakni negara me-riayah (mengurusi) masyarakat dengan sebaik mungkin. Kebutuhan pokok setiap individu akan tercukupi, mulai pangan, sandang, papan, kesehatan, hingga keamanannya, termasuk kebutuhan anak-anak.
Kemudian, aturan pendidikan yang islami akan mampu membentuk kepribadian peserta didik yang islami, yakni pola pikir dan pola sikapnya menjadi baik, santun, dan beradab. Dengan adab yang baik, lingkungan juga menjadi baik dan tenang.
Demikian pula, media islami dalam negara Islam akan menjaga tayangan yang bebas dari pornografi/pornoaksi. Hal ini sangat penting bagi pembentukan karakter baik pada anak agar menjadi anak-anak yang cerdas dan bahagia.
Inilah seperangkat solusi yang Islam tawarkan. Apakah kita tidak merindu akan tegaknya sistem Islam yang demikian memanusiakan manusia, menjadikan anak-anak kita sebagai generasi yang beradab, penyejuk hati dan pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa. Mari ambil peran untuk wujudkan tegaknya khilafah minhajinnubuwwah yang kedua ini.
Wallahu a'lam biasshawwab.