Oleh: Ita Mumtaz
Sepanjang tahun 2021, kasus korupsi masih menjadi kasus primadona. Padahal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan telah bekerja memberantas tindakan pidana korupsi. Hingga November 2021, KPK telah menangani 101 perkara dengan 116 pelaku. Merujuk pada data penanganan perkara korupsi oleh KPK, tahun ini mengalami peningkatan jumlah dari tahun lalu. Tahun 2020,KPK mencatat 91 perkara dengan 110 pelaku (liputan6.com, 20/12/2021).
Siapa pelaku korupsi? Tiada lain adalah para pejabat negara. KPK telah menangani berbagai kasus korupsi yang melibatkan para pejabat kepala daerah, yaitu gubernur dan bupati/wali kota. Enam di antaranya adalah, mantan Gubenur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah, mantan Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat, mantan Bupati Probolinggo Puput Tantriana Sari, mantan Bupati Musi Banyuasin Dodi Reza Alex Noerdin, mantan Bupati Kuantan Singingi Andi Putra, dan mantan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (Suara.com, 25/12/2021).
Pejabat negara adalah sosok publik figur yang seharusnya menjadi teladan tebaik. Bahkan sebagai seorang pemimpin, mereka selayaknya melindungi rakyat dan mengutamakan kepentingan rakyat, bukan malah merampok harta rakyat.
Korupsi adalah sebuah kejahatan besar. Namun negara sepertinya tidak memiliki keseriusan dalam penanganannya. KPK telah dibentuk, namun keberadaannya seolah ompong dan tanpa nyali. Apalagi jika menyangkut kasus petinggi partai penguasa. Sehingga kasus terus bermunculan bahkan terkesan berlomba-lomba di antara para pejabat.
Begitulah kondisi para pejabat di negeri ini. Pejabat sangat identik dengan kemewahan. Menjadi pejabat negara berarti harus siap hidup bergelimang harta. Hal ini dianggap sebagai keuntungan dati investasi yang telah dikeluarkan ketika mereka memutuskan untuk turut serta dalam permainan gelanggang demokrasi. Harapan besarnya adalah investasi yang tidak sedikit yang telah ditanamkan akan menuai hasil berlipat-lipat.
Maka korupsi adalah jalan termudah untuk mengembalikan modal besar yang dibayarkan. Apalagi jika dananya adalah hasil utang alias kerja sama dengan para pemilik modal. Bila sukses menjadi pejabat terpilih, maka harus siap mengembalikan dana dari pengusaha. Atau dengan cara saling membantu, karena masing-masing memiliki kepentingan. Pengusaha akan mendapatkan pelayanan terbaik dan tender-tender strategis, apalagi yang berhubungan dengan eksploitasi sumber daya alam. Tak peduli bahwa kekayaan alam itu adalah harta milik.rakyat. Dan rakyat yang suaranya begitu dibutuhkan dalam Pemilu pun hanya bisa gigit jari.
KPK pun akhirnya dilemahkan, karena keberadaannya adalah ancaman bagi para pejabat korup. Hukuman bagi para koruptor menjadi labih ringan sehingga tidak menimbulkan efek jera. Maka wajar jika kasus korupsi di negeri ini tak ada matinya. Karena harta dunia itu sangat menggiurkan bagi para pemuja dunia. Walhasil negeri ini menjadi surganya para koruptor.
Demikianlah bobroknya demokrasi yang tak mampu memberi solusi kasus korupsi. Sebaliknya, sistem Islam memiliki seperangkat aturan untuk mencegah dan menyelesaikan kasus korupsi. Dalam sistem Islam, penanganan kasus korupsi dititik beratkan pada peran negara dengan berasaskan aturan yang berasal dari Allah.
Pertama, negara berperan dalam hal penguatan akidah setiap individu. Meluruskan pemahaman bahwa memegang kekuasaan semata untuk ketakwaan kepada Allah. Bukan harta dan kedudukan yang dicari. Memegang kekuasaan kelak akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah.
Kedua, negara melakukan upaya preventif berupa pemberian gaji yang layak kepada pejabat. Selain itu, hartanya akan dihitung sebelum dan sesudah memegang jabatan. Dan akan menyita hartanya bila terbukti terlibat korupsi. Rasulullah pernah menyita harta yang pernah dikorupsi oleh pegawai.
Ketiga, pemberlakuan sanksi tegas yang berefek jera bagi pelakunya. Korupsi termasuk kategori ta'zir, dimana sanksinya akan diserahkan pada ijtihad hakim. Sanksi bisa berbentuk publikasi, stigmatisasi, peringatan, penyitaan harta, pengasingan, cambuk, hingga hukuman mati.
Dengan diterapkan sistem Islam, maka kasus korupsi bisa diberantas tuntas karena merujuk pada aturan Sang Pencipta manusia dan kehidupan ini. Allahlah yang Maha Tahu apa yang terbaik bagi manusia. Wallahu a'lam bish-shawwab.
Tags
Opini