Oleh: Hamnah B. Lin
Opini terlalu dalam memahami agama adalah sumber masalah di negeri ini kian nyaring gaungnya. Melalui program moderasi yakni adanya toleransi yang membawa ketentraman dan kerukunan bangsa ini terus diaruskan. Berbagai program pendukung penguatan opini pun terus diusulkan kementerian agama.
Salah satunya berita yang kami lansir dari Sindonews.com, 15/1/2022, Peraturan Presiden (Perpres) tentang pembentukan Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pusat dinilai perlu diusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Hal ini dikatakan Menteri Agama ( Menag ) Yaqut Cholil Qoumas.
Kemenag sedang mengajukan usulan Perpres FKUB di tingkat pusat karena selama ini FKUB hanya di tingkat provinsi," kata Menag saat membuka Dialog Penguatan Moderasi Beragama Menyambut Tahun Toleransi 2022 yang digelar di Kanwil Kemenag Bali, Jumat (14/1/2022).
Menurut pak Menag, banyak sekali persoalan keagaman yang kemudian tidak diselesaikan dengan baik dan membutuhkan intervensi di tingkat pusat dalam menyelesaikan masalah keagamaan.
Moderasi beragama sendiri artinya aktivitas menjalankan agama setengah-setengah saja, tidak perlu dalam. Berbahayanya bagi aqidah melalui ajaran toleransi versi moderasi adalah menganggap bahwa semua agama benar atau semua agama sama.
Jelas pemikiran bahwa semua agama benar atau semua agama sama bertentangan dengan aqidah Islam, yakni hanya Islam sajalah yang benar, agama lain salah. Berdasarkan firman Allah SWT dalam QS Ali Imran [3]: 19
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama (yang diridai) disisi Allah hanyalah Islam.”
Kemudian juga Allah Swt. berfirman dalam QS Ali Imran [3]: 85,
وَمَنْ يَّبْتَغِ غَيْرَ الْاِسْلَامِ دِيْنًا فَلَنْ يُّقْبَلَ مِنْهُۚ وَهُوَ فِى الْاٰخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِيْنَ ٨٥
“Dan barang siapa mencari agama selain Islam, dia tidak akan diterima, dan di akhirat dia termasuk orang yang rugi.”
Kemudian mengapa pemerintah menganggap banyaknya persoalan agama yang harus diselesaikan hingga meembutuhkan FKUB Pusat? Bukankah syariat Islam sudah jelas. Mengapa pemerintah menganggap moderasi sebagai solusi atasi semua permasalahan negeri?
Jawabannya adalah karena salahnya dalam memahami akar masalah negeri ini. Seolah-olah semua masalah itu akibat fundamentalisme agama, ekstrem, radikal, atau pemahaman agama yang terlalu dalam. Sehingga mereka beranggapan menyelesaikan masalah ini dengan mengubah pemahaman agamanya. Padahal ini adalah tuduhan belaka. Berbagai masalah yang multidimensi saat ini bukan karena agama. Sebab nyatanya, agama saat ini tidak diterapkan, yang diterapkan/berkuasa justru kapitalisme.
Kapitalisme yang sedang diterapkan negeri ini asasnya adalah sekuler, moderasi pun sejatinya mengajarkan secara halus agar generasi muslim menjadi sekuler. Melalui moderasi, ada penanaman di benak generasi bahwa syariat Islam tidak penting, yang penting adalah esensi ajaran Islam.
Juga mengatakan orang yang moderat adalah mereka yang saleh, berpegang teguh pada nilai moral dan esensi ajaran agama, serta memiliki sikap cinta tanah air, toleran, antikekerasan, dan ramah terhadap keragaman budaya lokal.
Alhasil, anak-anak pun tercekoki pemahaman bahwa tidak perlu membenturkan pemahaman Islam dengan ritual budaya lokal, seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya. Semua itu adalah keragaman budaya lokal yang harus dijaga demi kerukunan bersama sekalipun itu mengajarkan kemusyrikan yang tentu saja bertentangan dengan Islam.
Mereka juga memaksa anak-anak menerima pemahaman bahwa tidak bisa menerapkan syariat Islam secara keseluruhan dalam kehidupan karena kita berada dalam sistem dan kehidupan masyarakat yang plural (beragam) dalam bingkai negara yang demokratis, maka syariat Islam hanya bisa terterapkan oleh individu, tidak bisa oleh negara.
Moderasi beragama mengajarkan kepada anak-anak untuk mengambil syariat Islam terkait individu, seperti ibadah ritual dan akhlak saja, tetapi meninggalkan ajaran Islam yang mengatur urusan kehidupan bermasyarakat dan bernegara (politik, ekonomi, pendidikan, sosial budaya, dan sebagainya).
Inilah yang disebut dengan sekuler, yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Tentu saja ini bertentangan dengan Islam karena Islam memerintahkan setiap muslim untuk menjalankan syariat Islam secara keseluruhan (kafah) (Lihat QS Al-Baqarah [2]: 208).
Allah menyebut muslim yang tidak mau kafah–sehingga hanya mengambil sebagian dari Kitab dan ingkar terhadap sebagian lainnya–sebagai orang yang hina di dunia dan akan mendapatkan azab yang pedih di hari akhir (lihat QS Al-Baqarah [2]: 85).
Lalu apa solusi dalam Islam atasi masalah negeri ini?
Islam jelas memerintahkan kaum muslim untuk masuk menjalankan syariat Islam secara kaffah (menyeluruh). Melalui syariatnya yang sempurna Islam mengatur seluruh urusan manusia. Mulai dari hablu minallah yakni hubungan dia dengan Allah SWT yang mengatur masalah ibadah. Kemudian hablu binafsi yakni meengatur hubungan dia dengan dirinya sendiri yakni mencakup pakaian, makanan, minuman dan akhlak. Terakhir hablu minannas yakni hubungan dia dengan manusia lain yang mencakup muamalah, politik, pergaulan, ekonomi, budaya, dan seterusnya.
Penerapan Islam kafah dalam seluruh aspek kehidupan, baik oleh individu, masyarakat, maupun negara, telah Rasulullah praktikkan sejak beliau mendirikan Daulah (Negara) Islam yang pertama di Madinah.
Semisal dalam kitab Syakshiyyah Islamiyah juz 2 dijelaskan bagaimana Rasululah saw. menerapkan hukum Islam secara keseluruhan kepada semua warga negara Daulah tanpa pandang bulu, baik muslim maupun nonmuslim. Hanya saja, ada aturan privat berupa keleluasaan kepada nonmuslim untuk melakukan hal hal terkait tata cara ibadah, pernikahan, dan makanan/minuman sesuai keyakinan agama mereka. Akan tetapi, bagi Nasrani, misalnya, tidak boleh menyiarkan agama mereka sehingga tidak boleh ada simbol-simbol kenasranian seperti pohon Natal atau atribut keagamaan lainnya di tempat-tempat umum.
Hal itu karena mereka hidup di naungan Daulah Islam yang berdasarkan akidah Islam dan menjalankan syariat Islam. Tentu tidak mungkin agama selain Islam lebih menonjol atau setidaknya sama dengan Islam. Nabi saw. menegaskan, اْلإِسْلاَمُ يَعْلُوْ وَلاَ يُعْلَى. (Islam itu tinggi dan tidak ada yang bisa menandingi ketinggian Islam.). (HR Ad-Daruquthni (III/ 181 no. 3564))
Begitulah cara Islam menjaga dan melindungi agama dan keyakinan nonmuslim yang menjadi warga negara Daulah Islam—disebut kafir zimi. Mereka tidak diganggu dalam hal ibadah dan tidak dipaksa meninggalkan agama mereka.
Dan Rasulullah saw. memerintahkan untuk memperlakukan mereka dengan perlakuan baik. Di antara perlakuan tersebut adalah tidak boleh memfitnah agama mereka, membebani mereka dengan hanya membayar jizyah, serta tidak boleh mengambil harta mereka selain jizyah, kecuali disebutkan dalam syarat-syarat perdamaian.
Yang Rasulullah saw. lakukan tersebut berlanjut oleh khulafa, yaitu para penguasa Islam setelah beliau saw. wafat. Hal ini berlangsung sepanjang masa kekhalifahan Islam berabad-abad lamanya. Muslim dan nonmuslim hidup berdampingan secara damai dan sejahtera dalam naungan Khilafah.
Ini adalah bukti bahwa Islam adalah agama yang sangat toleran dan tidak mengancam siapa pun, baik muslim maupun nonmuslim. Islam juga membawa keberkahan dan menjadi rahmatan lil ‘alamin ketika terterapkan kafah dalam aspek kehidupan.
Walhasil, moderasi beragama telah menjadikan umat Islam menjadi sekuler, menjadikan Islam sebatas ajaran spiritual yang mengatur urusan akhirat (salat, puasa, zakat, dll.) dan menolak menerapkan ajaran Islam yang mengatur urusan politik dan urusan duniawi lainnya, seperti ideologi, politik, ekonomi, sosial, dan sebagainya.
Oleh karenanya, apa yang akan menimpa umat ini ketika mengambil sebagian hukum Allah dan meninggalkan sebagian lainnya? Yaitu kehinaan di dunia dan azab yang pedih di akhirat, na'udzubillah! (Lihat QS Al-Baqarah: 85).
Itulah yang terjadi hari ini. Berbagai problem menimpa negeri ini tanpa pernah ada solusi hakiki. Karena akar masalahnya adalah diterapkannya kapitalisme di negeri ini. Dan solusi atas semua masalah negeri adalah dengan kembali kepada Islam, menerapkan seluruh syariatNya dalam bingkai negara Khilafah Islamiyah. Yakni sistem pemerintahan Islam yaang Allah SWT perintahkan.
Wallahu a'laam bishowab.