Harga Pokok Naik, Rakyat Kembali Tercekik

Siti Nur Afiah (Pemerhati Masalah Publik)

Bukan hal baru lagi setiap menginjak akhir tahun dan awal tahun bahan pokok akan mengalami kenaikan, seperti harga minyak goreng, cabai hingga telur. Ketiga bahan pokok ini diperkirakan akan terus merangkak naik hingga januari 2022.

Peneliti Core Indonesia, Dwi Andreas mengatakan saat ini harga-harga komoditas tersebut telah melewati batas harga psikologis. Harga cabai di tingkat konsumen telah tembus Rp 100.000 per kilogram. Harga minyak goreng curah sudah lebih dari Rp 18.000 per kilogram dan harga telur yang mencapai Rp 30.000 per kilogram(liputan6.com, 26/12/2021).

Andreas menjelaskan kenaikan harga cabai ini dipicu fenomena alam lanina yang membuat para petani banyak yang gagal panen. Sementara permintaan di akhir tahun selalu tinggi, sehingga hukum ekonomi berlaku.

Andreas menilai puncak kenaikan harga cabai akan berakhir di bulan Januari. Kemudian di bulan Februari mulai akan turun dan harga cabai akan berangsur turun kembali.

Begitu juga dengan harga minyak goreng, kenaikan harga minyak ini terjadi karena meningkatnya permintaan kelapa sawit yang besar dari luar negeri. Ini pun menyebabkan para pelaku usaha memanfaatkan kenaikan harga komoditas untuk meraup keuntungan.

Meski demikian Andreas meminta masyarakat tidak khawatir karena di tahun depan harganya akan kembali turun. Dia memperkirakan harga minyak goreng akan kembali turun pada bulan Februari. Mengingat produksi kedelai di Brazil akan mengalami panen raya, sehingga kebutuhan kelapa sawit akan menurun.

Lonjakan harga pangan disaat pandemi belum usai yang membuat ekonomi tambah carut marut, sayangnya hal ini bukan menjadi prioritas utama pemerintah, justru  rakyat diminta agar tidak khawatir karena harga akan kembali normal setelah januari 2022.

Ada alasan lain yang membuat harga tidak stabil selain pandemi, yaitu kelangkaan bahan, cuaca atau iklim yang tidak menentu yang mengakibatkan gagal panen.

Namun alasan tersebut sudah sangat sering diungkapkan oleh para pejabat negara yang membuat masyarakat sudah hafal di luar kepala karena hal tersebut tetap berulang setiap tahun tanpa ada solusi.

Ini menunjukkan bahwa pengaturan penguasa persolan pangan sangatlah buruk, yang mana  lonjakan harga pangan akan menambah beban hidup masyarakat dan pastinya membuat rakyat kian tercekik.

Seperti yang kita ketahui hal ini akan terus berulang, karena sistem perekonomian saat ini yang digunakan berdasarkan kapitalis liberal. Sistem ini yang menjadikan negara hanya berperan sebagai regulator saja, dan tunduk di bawah kuasa para pemilik modal.

Maka solusi dari persoalan ini adalah diterapkannya kembali daulah Islamiyah, karena sangat berbeda ketika Khilafah memimpin dan telah terbuktibawasannya mampu mewujudkan jaminan ketahanan pangan untul seluruh rakyatnya.

Adapun mekanisme Khilafah dalam menangani gejolak kenaikan harga pangan. Pertama menjaga ketersedian stok agar permintaan dan penawaran menjadi stabil. Khilafah berperan penting dalam mengatur sektor pertanian demi menjamin produksi pertanian di dalam negeri berjalan maksimal. Kedua, Khilafah menjaga rantai tata niaga dengan mencegah dan menghilangkan distorsi pasar, mengharamkan penimbunan, mengharamkan riba serta praktik tengkulak dan kartel.

Abu Umamah al-Bahili berkata, “Rasulullah saw. melarang penimbunan makanan.” (HR Al-Hakim dan Al-Baihaqi). Namun, Khilafah juga tidak akan mengambil kebijakan penetapan harga karena hal tersebut dilarang dalam Islam. Rasul saw. bersabda, “Siapa saja yang melakukan intervensi pada sesuatu harga-harga kaum muslimin untuk menaikkan harga atas mereka, maka adalah hak bagi Allah untuk mendudukkannya dengan tempat duduk dari api pada Hari Kiamat kelak.” (HR Ahmad, Al-Hakim, Al-Baihaqi). Wallahu A’alam Bissawab.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak