Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Politikus PDI Perjuangan Kapitra Ampera meminta pihak yang melaporkan Ferdinand Hutahaean ke Bareskrim Polri segera mencabut laporannya.
Ferdinand Hutahaean sebelumnya dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh DPP KNPI karena cuitan di Twitter yang diduga bermuatan ujaran kebencian mengandung unsur SARA.
"Saya minta dicabutlah semua laporan itu dan kita maafkan (Ferdinand), kita dialog," kata Kapitra kepada JPNN.com, Sabtu (9/1).
Kapitra meminta masyarakat memaafkan perbuatan Ferdinand yang mengaku mualaf sejak 2017 itu.
Bagi Kapitra, umat Islam memiliki tanggung jawab untuk membina Ferdinand guna menguatkan keislaman Ketua Yayasan Keadilan Masyarakat Mandiri itu.
"Ada pengakuan jujur, kita maafkan sebagai umat Islam, apalagi dia juga bagian dari umat Islam, karena dia baru mualaf, baru mengerti Islam. Kita umat Islam harus membimbingnya," ujar Kapitra.
"Ini tanggung jawab umat Islam untuk membinanya. Malahan orang seperti ini berhak terima zakat, loh, mualaf," sambung Kapitra.
Ferdinand sebelumnya menyampaikan pernyataan terbuka. Selain meminta maaf, dia juga mengaku seorang mualaf.
Permintaan maaf itu terkait cuitannya di Twitter, dengan narasi "Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela".
Kalimat yang ditulis Ferdinand di Twitter itu lantas menimbulkan kontroversi sehingga berujung pelaporan dirinya ke polisi.
Menag Gus Yaqut juga mendadak bela Ferdinand Hutahaean. Warga diminta Tabayyun dan jangan melontarkan cacian.
Menurutnya, sangat mungkin karena Ferdinand mualaf dan belum memahami agama Islam secara mendalam, termasuk dalam hal akidah.
Gus Yaqut pun meminta semua cooling down. Masyarakat diajak menghormati proses hukum dan tidak buru-buru menghakimi Ferdinand Hutahaean.
"Saya mengajak masyarakat untuk tidak buru-buru menghakimi Ferdinand. Kita tidak tahu apa niat sebenarnya Ferdinand mem-posting tentang Allahmu Ternyata Lemah," ujar Gus Yaqut dalam keterangan di laman Kemenag, Jumat, 7 Januari 2022.
https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/bela-ferdinand-hutahaean-yang-telah-jadi-mualaf-kapitra-minta-semua-laporan-dicabut/ar-AASABnT?ocid=uxbndlbing
Pekara menyucikan Allah dari semua sifat buruk, adalah hal yang paling mendasar dan wajib bagi seorang Muslim yang mengaku beriman kepada Allah Swt. Lantas, bagaimana mungkin seseorang mengaku sudah berislam dan sudah bertahun-tahun, justru memperolok Allah Azza Wa Jalla ? Berulangnya kasus penodaan dan penistaan agama adalah refleksi penerapan sistem yang diberlakukan dalam kehidupan saat ini.
sudah menjadi rahasia umum, dalam sistem politik sekuler demokrasi, manusia diberi kebebasan sebebas-bebasnya tanpa campur tangan agama yang mengaturnya. Liberalisme dalam sistem demokrasi kapitalis mengajarkan empat kebebasan yang sangat destruktif (merusak) yaitu : kebebasan beragama, kebebasan berpendapat, kebebasan kepemilikan, dan kebebasan berperilaku.
Kebebasan berpendapat Inilah yang melahirkan orang-orang yang berani mengeluarkan pendapat yang menyimpangkan kebenaran Islam seperi keagungan Allah, kebenaran al-Quran, kemakshuman Rasulullah, bahkan mengobrak-abrik ajaran Islam yang baku.
Mereka bebas melontarkan pemikiran atau pendapat sesuai hawa nafsunya. Tanpa berpikir apakah itu benar atau tidak, menyakitkan orang banyak atau tidak. Apakah pemikirannya itu sesat atau menyesatkan orang lain atau tidak, memberikan dampak buruk di masyarakat atau tidak.
Akibat kebebasan beragama pula membuat agama tak lagi sakral dan disucikan, mereka bebas keluar-masuk demi kepentingan yang ingin diraih. Jika dengan mengaku menjadi Muslim dianggap akan membebaskan dari tuduhan dan bui, maka dia pun berani mengatakan bahwa dia Muslim.
Pun akibat menjunjung tinggi kebebasan sebagai prinsip sistem kehidupan, negara sistem sekuler demokrasi menjadi pihak "penonton", negara tak berkutik dengan semua tingkah laku warganya sekalipun itu rusak dan merusak dibawah doktrin HAM.
Akibat paradigma sekuler demokrasi, hukum tak memenuhi rasa keadilan membuat orang tak jera untuk menista agama. Kasus sejenis bisa dihentikan bila Islam dipraktikan menggantikan pemikiran dan sistem demokrasi sekuler. Islam melarang pemeluknya menghina agama lain. Islam yang dipraktikkan secara politik dalam Khilafah, akan menghalangi berkembangnya konflik sosial yang dipicu agama. Menghalangi Muslim dan Non-Muslim mengolok-olok dan menista agama.
Hal ini bertolak dari cara pandang bahwa Khilafah adalah institusi pelayan dan pelindung bagi warga negaranya.
Seperti hadist Rasulullah : "Imam (Khalifah) adalah (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya,"(HR. al-Bukhari).
"Sungguh Imam/Khalafah adalah perisai, orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepada dirinya,"(HR. Muslim).
Telah jelas bahwa Islam adalah din yang sempurna tak akan membiarkan tersebarnya pemikiran yang bertentangan dengan Islam. Dalam Islam, tak ada larangan seseorang untuk berpendapat selama tak bertentangan dengan akidah dan hukum Islam. Islam memandang akidah dan syariah Islam adalah perkara penting yang harus ada dan tetap eksis di tengah masyarakat. Menyucikan Allah dari perbuatan buruk adalah perkara akidah dan mengoloknya merupakan tindakan kemaksiatan. Khilafah adalah institusi negara bertugas mewujudkan pandangan ini dengan mengedukasi masyarakat.
Negara tak akan menoleransi pemikiran, pendapat, paham, aliran, atau sistem yang bertentangan dengan akidah dan syariat Islam. Negara juga tak akan mentoleransi perbuatan yang menyalahi akidah dan syariat Islam. Dalam kasus penistaan agama ini misalnya, di dalam sistem sanksi Islam maka akan dimasukan ke dalam kasus uqubat tazir.
Qadhi (hakim) memberi beban hukum tazir pada seseorang disesuaikan dengan derajat kejahatan yang dilakukan dan hukuman paling berat adalah hukuman mati yang hanya bisa dilakukan oleh Khilafah serta menimbulkan rasa ketentraman dan kerukunan antar umat beragama sebab sanksi Islam memiliki ciri khas sebagai zawajir (pencegahan) dan jawabir (penebus dosa).
Zawajir ini mampu mencegah manusia dari tindak kejahatan, jika ia mengetahui bahwa membunuh maka ia akan dibunuh, maka dipastikan ia tak akan melakukan perbuatan tersebut.
Jawabir atau penebus dosa, dikarenakan uqubat dapat menebus sanksi akhirat. Dimana sanksi akhirat seorang Muslim akan gugur oleh sanksi negara ketika di dunia.
Bisa kita saksikan bersama kerukunan 3 agama besar yakni, Islam, Yahudi, dan Nasrani di Andalusia tatkala Khilafah diterapkan di sana. Khilafah Utsmaniyah bahkan sanggup menghentikan rencana pementasan drama voltaire yang akan menista kemuliaan Nabi Muhammad Saw. Inilah Cara Khilafah menghalangi Muslim dan Non-Muslim mengolok-olok dan menista agama.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini