Wacana Pembubaran MUI Keinginan Siapa?

 


Oleh Aisyah Yusuf 

(Pendidik Generasi dan aktivis Subang)



Masih ingat pernyataan Almarhum Kyai H. Ust Tengku Dzulkarnain?

Terkait "Hari ini HTI dibubarkan, besok FPI dan nanti MUI".


Pada tanggal 19 Juli 2017 pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan HAM secara resmi mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor AHU-30.AH.01.08 tahun 2017 

(Wikipedia.com)


Kemudian melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) yang ditanda tangani oleh tiga menteri dan tiga kepala lembaga negara lainnya pada Rabu (30/12/2020) lalu, menjadikan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi terlarang. ( Kompas.com, 01/01/2020)


Benarlah apa yang disampaikan Almarhum Ust. Tengku Dzulkarnain, baru-baru ini ramai terkait wacana pembubaran MUI, yang terjadi pasca penangkapan pimpinan MUI Dr Zain An Najah oleh Densus 88 karena dugaan keterlibatan terorisme.


Jika kita melihat dari ketiga organisasi tersebut, ketiganya adalah organisasi yang lantang menyuarakan Islam, melakukan amar ma'ruf nahi munkar.

Seperti yang dilakukan MUI saat ini adalah menolak permen PPKS.


MUI adalah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mewadahi ulama, zuama, dan cendikiawan Islam di Indonesia.

MUI berdiri pada tanggal 26 Juli 1975 di Jakarta. Tugas MUI adalah membimbing, membina, dan mengayomi umat muslim di seluruh Indonesia.

Berdirinya MUI dilatarbelakangi oleh gagasan untuk menyatukan para ulama dalam sebuah wadah. 

Tugas wadah tersebut adalah membahas perkara umat dan mengeluarkan fatwa serta praktik-prakitk ajaran Islam.

Motto MUI adalah untuk mewujudkan Ukhuwah Islamiyah dalam “Pembinaan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Indonesia”.(Tempo.co, 30/07/2021)


Dengan demikian MUI hadir semata-mata memenuhi seruan Allah Swt. Yakni surat ali-Imran :104, yang berbunyi:

"Hendaklah ada diantara kalian segolongan umat yang menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mmunkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung ( ali-Imran : 104).


Namun semua ini menjadi tidak berguna dalam sistem sekuler-kapitalis. Karena dalam sistem ini pemisahan agama dalam kehidupan menjadi akar dalam suatu perbuatan dan aturan. Sehingga dalam menentukan peraturan diserahkan kepada individu-individu yan duduk dalam sebuah parlemen.


Undang-undang (aturan) yang dibuatpun sesuai pesanan para kapitalis (pemilik modal). Sehingga jika ada yang mengancam keamanan para kapitalis dan penguasa, maka dengan seenaknya mereka membuat atau merubah undang-undang tersebut.

Karena tolok ukur perbuatan mereka adalah manfaat, yang semua ini dilindungi oleh berbagai macam kebebasan.


Inilah gambaran sistem sekuker-kapitalis yang mengensampingkan Allah sebagai tuhan.

Oleh karenanya mereka (para penguasa/pengusaha) sangat antipati terhadap ormas-ormas Islam yang menyuarakan Islam dan melakukan ammar ma'ruf nahi munkar.


Begitupun yang terjadi pada ketiga ormas tersebut. Mereka senantiasa gencar menyuarakan kebenaran dan mengoreksi kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai dengan syariat Islam.

Yang akhirnya mereka dianggap meresahkan para penguasa dan pengusaha.


Berbeda dengan Islam, yang merupakan agama wahyu. Akarnya adalah kalimat "Laa ilaha illalah" (Tiada tuhan selain Allah). Secara makna hakiki yaitu tidak ada yang berhak disembah selain Allah. Makna penyembahan disini bukan hanya sekadar penyembahan secara ibadah ritual (mahdhah) saja. Namun ibadah secara keseluruhan, yakni setiap perbuatan dari bangun tidur hingga tidur kembali. Yaitu tunduk dan patuh terhadap semua aturan Allah Swt. Itulah makna ibadah secara hakiki.


Oleh karenanya Allah menurunkan aturan dalam seluruh aspek kehidupan kita. Sehingga iita wajib untuk menjalankan aturan tersebut, dan tidak diberikan wewenang untuk membuatnya, sekalipun itu penguasa (pemerintah). Sehingga

muhasabah (kontrol) terhadap penguasa sangat diperlukan. Karena dalam hal ini penguasa tersebut manusia biasa yang tidak ma'sum.

Aktivitas kontrol ini dilakukan oleh masyarakat selaku individu ataupun kelompok (parpol-ormas), majlis ummat dan mahkamah madzalim.


Dengan demikian keberadaan partai politik atau ormas Islam adalah wajib. Karena untuk memenuhi seruan Allah Swt. Dalam surat ali-Imran ayat 104.

Oleh karenanya, aktivitas partai politik melakukan ammar ma'ruf nahi munkar termasuk di dalamnya mengoreksi penguasa.

Karena itu partai politik ini harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah ini yang dijadikan sebagai kaidah berfikir, juga yang mengikat diantara para anggotanya.


Jika demikian, partai ini akan memimpin umat, dan menjadi pengawas negara. Karena partai ini juga bagian dari umat untuk menjalankan tugasnya, mengoreksi kebijakan pemerintah. Semua ini dijalankan semata-mata ketakwaan kepada Allah Swt.


Begitulah, betapa pentingnya sebuah ormas atau partai politik Islam dalam sistem pemerintahan Islam.

Sebab, dalam Islam, individu berbuat untuk kemaslahatan masyarakat, dan masyarakat berbuat untuk menjaga Individu.


Wallahu a'lam bishshawab

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak