Oleh: Sri Mariana, S.Pd
Pemerhati Keluarga dan Generasi
Pandemi ternyata tidak mau pergi. Kini, mutasi virus Corona mulai mengancam lagi. Omicron adalah virus varian baru yang mengandung 50 mutasi. Virus ini menular sangat cepat. Hingga kini sudah merebak di 13 negara, bahkan sudah sampai di wilayah Asia (Hong Kong). Menimbang kecepatan penyebaran virus, pemerintah sebaiknya mengambil kebijakan cepat agar tidak terlambat seperti sebelumnya (Cnbcindonesia, 28/11/21).
Dua tahun lebih dunia menghadapi pandemi. Virus Corona tidak juga sirna, malah muncul mutasi-mutasi baru yang cukup berbahaya. Kemampuan beregenerasi benda kecil ini tidak luput dari peran negara-negara di dunia dalam memutus rantai penyebaran. Seperti yang sudah kita ketahui, saat virus ini muncul pertama kali, banyak negara terlambat menghambat penularannya sehingga akhirnya dunia lumpuh karenanya.
Seiring ditemukannya vaksin virus Corona, dunia akhirnya mulai terlena. Banyak negara merasa aman karena sudah memenuhi target vaksinasi. Selain itu, negara-negara itu juga mulai jengah dengan tekanan ekonomi yang ada. Pandemi membuat semua aktivitas berhenti, bahkan pertumbuhan ekonomi juga minus. Hal ini tentu menjadi perhatian khusus bagi negara-negara pengemban kapitalisme karena pertumbuhan ekonomi adalah standar kemajuan suatu bangsa mereka. Demi menyelamatkan ekonomi, kebijakan new normal life pun mereka ambil.
Kegagalan Kapitalisme
Tidak menunggu waktu lama, bersamaan dengan makin ramainya aktivitas dunia, makhluk kecil ini pun bermutasi dari satu bentuk rantai ke rantai lainnya. Akibatnya, bencana baru tidak bisa terbendung. Bahaya penularan virus tidak bisa terputus. Semua itu terjadi hanya karena alasan pertumbuhan ekonomi.
Keberadaan gelombang Covid-19 yang menghempas ke berbagai penjuru. Hal ini bukan persoalan teknis kesehatan yang butuh penyelesaian saintifik semata, tetapi terkait erat dengan aspek nonkesehatan dan cara pandang tentang kehidupan, yakni cacat bawaan kepemimpinan politik sekuler.
Bahkan, aspek ini melebihi persoalan teknis medis dan kesehatan. Tecermin dari pernyataan direktur Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam KTT G20 di Roma akhir Oktober lalu. WHO menegaskan, “Vaksin akan membantu mengakhiri pandemi, tetapi vaksin utama melawan pandemi dan semua ancaman kesehatan adalah kepemimpinan."
Pada sisi lain, dunia kesehatan bersuara dan berkata, ” … pembasmian Covid-19 secara global di mana saja sangat diinginkan. Namun, ini menantang karena membutuhkan kepemimpinan dan koordinasi yang mendunia.”
Kembali merebaknya virus varian baru ini menandakan kegagalan negara-negara dunia dalam mengatasi pandemi. Mereka mengambil kapitalisme dan sekadar mempertimbangkan materi (untung dan rugi) dalam setiap kebijakannya.
Selain itu, mereka juga menafikan agama sebagai pembuat aturan. Dari sini jelas sudah, sistem kapitalisme yang mereka elu-elukan selama ini tidak mampu menyelesaikan pandemi. Lebih parah lagi, justru membuat pandemi tak bisa berhenti.
Tanda kepemimpinan politik sekuler adalah jiwa visinya adalah akidah sekuler dan misinya bersifat materialistis. Visi dan misi rendah ini diejawantahkan dengan keberadaannya sebagai pelaksana sistem kehidupan sekuler, termasuk konsep penanganan pandemi. Negara hadir sebagai regulator pelayan oligarki yang mengeruk keuntungan di atas penderitaan rakyat. Kasus bisnis PCR (Polymerase Chain Reaction) yang melibatkan elite penguasa Indonesia hanyalah puncak fenomena gunung es.
Hal tersebut karena pada kepemimpinan politik sekuler, nilai materi adalah satu-satunya nilai yang diakui dan harus diwujudkan. Sudut pandang ini berpengaruh kuat pada berbagai konsep penyelesaian masalah, termasuk konsep penanganan pandemi. Tidak saja steril dari wahyu, tetapi juga berdiri di atas bukti-bukti saintifik yang lemah karena kuatnya pengakuan terhadap nilai materi.
Seharusnya, negara dan penguasa berada di garda terdepan dalam pencegahannya. Akan tetapi, di tangan kepemimpinan politik sekuler, yang terjadi justru sebaliknya. Bahkan, dalam spektrum yang lebih luas, yakni sebagai pihak yang paling bertanggung jawab atas krisis multidimensi hari ini. Dengan demikian, dapat kita katakan bahwa kepemimpinan politik sekuler jauh lebih berbahaya dari kemunculan berbagai varian baru dan gelombang Covid-19.
Islam Mengatasi Pandemi
Selama ini, hanya solusi Islam yang belum pernah dilakukan. Sebagaimana Rasulullah saw. mengajarkan pada umatnya bahwa pandemi adalah ujian sekaligus teguran bagi seluruh umat di dunia. Ujian bagi kaum muslim agar mereka sabar dalam menghadapi cobaan. Teguran bagi umat lainnya supaya tidak melakukan kerusakan dan meninggalkan Islam. Selain bersabar dalam menghadapi musibah ini, perlu ada kebijakan-kebijakan yang benar dan tepat agar musibah ini tidak berlarut-larut.
Islam memberikan contoh yang tepat cara mengatasi pandemi. Salah satunya melakukan karantina total atau lock down seperti hadis berikut, “Dari Siti Aisyah ra, ia berkata, ‘Ia bertanya kepada Rasulullah saw. perihal tha’un, lalu Rasulullah saw. memberitahukanku, ‘Zaman dulu, Thaun adalah azab yang dikirimkan Allah Swt. kepada siapa saja yang dikehendaki oleh-Nya, tetapi Allah menjadikannya sebagai rahmat bagi orang beriman. Tiada seseorang yang sedang tertimpa Tha’un, kemudian menahan diri di rumahnya dengan bersabar serta mengharapkan rida ilahi seraya menyadari bahwa Tha’un tidak akan mengenainya selain karena telah menjadi ketentuan Allah Swt. untuknya, niscaya ia akan memperoleh ganjaran seperti pahala orang yang mati syahid.” (HR Ahmad).
Kemudian hadis, “Dari Abdullah bin Amir bin Rabi’ah, Umar bin Khattab ra. menempuh perjalanan menuju Syam. Ketika sampai di Sargh, Umar mendapat kabar bahwa wabah sedang menimpa wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf mengatakan kepada Umar bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, ‘Bila kamu mendengar wabah di suatu daerah, maka kalian jangan memasukinya. Tetapi jika wabah terjadi wabah di daerah kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.’ Lalu Umar bin Khattab berbalik arah meninggalkan Sargh” (HR Bukhari dan Muslim).
Dua hadis di atas pernah para sahabat praktikkan pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khaththab ra.. Ketika Khalifah Umar ingin melakukan perjalanan ke Syam, ternyata wabah sedang menghinggapi negeri itu. Akhirnya, sang Khalifah memutuskan untuk mengurungkan niatnya karena ingat dengan nasihat Rasulullah saw.. Para penduduk di negeri Syam juga menetap di daerahnya, mereka berusaha berobat dan sabar menghadapi penyakit itu. Atas izin Allah, penyakit menular itu akhirnya hilang dari Syam.
Keberhasilan kaum muslim menghadapi wabah saat itu karena mereka taat kepada Rasulullah saw.. Mereka mengambil Islam sebagai solusi. Mereka juga senantiasa bersabar dan berdoa kepada Allah Swt.. Tidak sedikit pun dalam benak merasa gelisah atau mempertimbangkan masalah duniawi (ekonomi) saat menanggulangi pandemi. Bagi mereka, taat pada Allah dan Rasul-Nya adalah di atas segala-galanya. Oleh karenanya, hanya sistem Islam yang dapat menyelesaikan pandemi dengan tuntas. Saatnya kaum muslimin mencampakkan kapitalisme dan kembali kepada agama Allah Swt.
Tags
Opini