Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilacap)
Menkes Budi Gunadi Sadikin mengundang investor asing untuk memproduksi vaksin mRNA di Indonesia. Hal ini karena ketergantungan Indonesia terhadap bahan baku obat-obatan hingga teknologi di bidang kesehatan dari luar negeri.
Ia mengakui, Indonesia sempat kesulitan mengakses vaksin corona saat pandemi COVID-19 merebak. Bahkan saat kasus corona melonjak beberapa waktu lalu, jadwal vaksinasi di Indonesia sempat kacau karena negara produsen menghentikan distribusi bahan baku atau vaksin.
“Itu menunjukkan kalau kamu enggak memiliki kapasitas produksi nasional yang kuat di Indonesia, sebagai negara yang besar yang memiliki 270 juta penduduk, ini sangat-sangat berbahaya,” kata Budi dalam pertemuan industri kesehatan dengan sejumlah investor asing di Hotel Mulia, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Jumat (3/11).
Ia menawarkan investasi berupa penanaman modal atau berbagi kecanggihan teknologi dalam memproduksi vaksin. Menurutnya, Indonesia sejatinya telah mampu menguasai teknologi vaksin yang menggunakan virus dan protein, imbuhnya.
https://kumparan.com/kumparannews/menkes-undang-investor-asing-produksi-vaksin-mrna-covid-19-di-indonesia-1x2aahOfKUr/full?utm_medium=post&utm_source=Twitter&utm_campaign=int
Pada kesempatan yang sama, Budi juga membuka peluang bagi investor dalam pengembangan 14 jenis vaksin tersebut. Ia berjanji Indonesia bakal memberi keringanan baik dari segi regulasi hingga insentif pajak dalam kerja sama pengembangan vaksin tersebut.
Betapa kondisi ini menegaskan adanya kelemahan negara dalam menyiapkan kebutuhan dasar publik bahkan membuka pintu tekanan asing dalam mengendalikan pemenuhan hajat publik.
Berusaha mengurangi impor, namun giat mengundang para investor tentu bukanlah kebijakan yang menyelesaikan persoalan kesehatan di negeri ini. Pasalnya investasi ini dilakukan pada sektor layanan publik. Memang benar, investasi membantu negara untuk menghasilkan produk dalam negeri dan akhirnya mampu mengurangi impor.
Dengan demikian negara dapat memperlihatkan jika telah berusaha memperbaiki layanan kesehatan. Namun kita tidak dapat menutup mata, dengan datangya para investor tentu akan mendekatkan pada program privatisasi.
Dan kerja sama investasi ini hanya akan menjadikan negara sebagai penghubung atau fasilitator saja bukan sebagai pelayan rakyat.
Jika layanan kesehatan ini diprivatisasi, maka tidak akan ada bantuan dari negara.
Rakyat harus membayar sendiri biaya kesembuhannya. Dengan skema "Full cost recovery" pasien tidak hanya membayar jasa layanan kesehatan tapi juga ikut menanggung overhead dari layanan tersebut. Layanan kesehatan yang memadai akhirnya tak bisa dinikmati oleh setiap orang. Privatisasi layanan kesehatan hanya akan menjadikan rakyat sebagai mesin pengumpul uang demi keuntungan para investor. Negara hanya sebagai fasilitator bukan pengayom rakyat serta menjadikan semua hal dinilai dari untung dan rugi.
Berharap pula menjauhi impor, tetapi mengambil sistem ekonomi kapitalisme sebagai landasan ekonomi negara tidak akan mengubah kehidupan rakyat menjadi sejahtera.
Dalam Islam, jaminan kesehatan untuk seluruh rakyat merupakan tanggung jawab negara.
Pelayanan kesehatan wajib diberikan secara gratis dan cuma-cuma. Negara tidak boleh membebani rakyatnya untuk membayar kebutuhan layanan kesehatannya.
Rasulullah Saw yang bertindak sebagai kepala negara Islam menjamin kesehatan rakyatnya dengan gratis dan cuma-cuma. Dengan cara mengirimkan dokter kepada rakyatnya yang sedang sakit tanpa memungut biaya dari rakyatnya, karena dalam Islam jaminan kesehatan wajib diberikan oleh negara. Pengadaan layanan, sarana dan prasarana kesehatan wajib senantiasa diupayakan oleh negara bagi seluruh rakyatnya. Jika pengadaan layanan kesehatan itu tidak ada maka bisa dipastikan dapat mengakibatkan bahaya (dharar) yang tentunya dapat mengancam jiwa.
Rasulullah Saw Bersabda : "Tidak boleh menimbulkan madarat (bahaya) bagi diri sendiri maupun madarat (bahaya) bagi orang lain di dalam Islam,"(HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Mereka yang masuk kategori miskin maupun kaya tetap berhak mendapat layanan kesehatan secara sama sesuai dengan kebutuhan medisnya.
Di dalam Islam, layanan kesehatan dipandang sebagai kebutuhan dasar (primer), negara wajib senantiasa mengalokasikan anggaran belanjanya untuk pemenuhan kebutuhan kesehatan bagi seluruh rakyatnya. Negara tidak boleh melalaikan kewajibannya
karena pemerintah akan berdosa dan akan dimintai pertanggung jawaban secara langsung oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.
Rasulullah Saw Bersabda : "Pemimpin yang mengatur urusan manusia (Imam/Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus,"(HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini