UMP Naik Tipis, Peran Negara Sangat Tipis

Oleh: Lina Herlina, S.IP
(Komunitas Pejuang Pena Dakwah)


Di tengah kondisi ekonomi yang semakin lesu akibat pandemi Covid 19 berkepanjangan, serta adanya kenaikan harga bahan bahan pokok di akhir tahun menjelang pergantian tahun, lagi - lagi rakyat mendapat kabar yang menyesakkan, karena apa, yaitu pemerintah menetapkan UMP (Upah Minimum Provinsi) buruh yang kenaikanya sangat menyedihkan, jauh dari harga para buruh (rakyat). UMR Jakarta hanya mendapatkan kenaikan sekitar 38 ribu saja, jauh tidak sebanding dengan kenaikan dan kebutuhan mendesak di tengah Pandemi.

Dilansir kumparan bisnis, 1 Desember 2021,"Massa buruh menggelar aksi demontrasi di Balai Kota, menuntut kenaikan upah minimum provinsi ( UMP). UMP DKI Jakarta untuk tahun 2022 diketahui sebesar Rp. 4.453.945 hanya naik 0,85 persen atau setara dengan Rp. 37.749 dibanding tahun sebelumnya. Tahun lalu kenaikkannya bisa 3,2%, 8,2%, 8,7%, 8,0%, 8,5%" kata Anies. Anies mengaku terpaksa mengeluarkan kebijakan UMP tersebut lantaran masih mematuhi aturan PP nomor 36 tahun 2021 UU Cipta Kerja. Jika aturan tak dikeluarkan, pemerintah provinsi bakal dianggap melanggar aturan".

Kebijakan kenaikan UMP ini,  oleh buruh dinilai tidak mengakomodir kebutuhan buruh. Jelas kekecewaan buruh atas penetapan UMP 2022 dengan kenaikan 1% dianggap tidak sesuai dengan kondisi yang ada, sangat tidak bisa membuat kesejahteraan karena beban hidup yang semakin tinggi akibat kenaikan harga. Akhirnya para buruh menuntut kenaikan yang layak yang harus dipenuhi oleh para pelaku usaha/ pengusaha agar dapat menaikkan kesejahteraan para buruh.

Sangat dilematis, di sisi lain para pengusaha juga sama - sama terpuruk merasa keberatan bila upah dinaikkan terlalu tinggi akan sangat mempengaruhi biaya produksi. Kejadian ini trus berulang dari tahun ke tahun tidak pernah ada penyelesaian yang adil antara kedua belah pihak. Padahal pengusaha pada hakekatnya mereka juga salah satu rakyat bukan penguasa dan tidak memiliki kekuasaan dan wewenang untuk mengatur rakyat, lantas siapakah yang mempunyai tanggung jawab penuh terhadap rakyat? Yakni pemerintah sebagai para penguasa.

Jadi bila kita telusuri akar masalah UMP naik tipis ini adalah karena diterapkannya aturan kapitalisme sekularisme dalam mengatur kebijakan upah buruh di negeri ini. Dalam sistem ini, agama sama sekali tidak diberi ruang untuk menetapkan aturan umatnya. Maka manusialah yang akhirnya diberi kewenangan untuk menetapkan aturan. Padahal manusia itu cenderung berbuat khilaf, bisa saja lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kelompoknya, sehingga bila kewenangan membuat aturan diserahkan pada manusia, akan muncul perselisihan dan ketidakadilan sebagaimana dialog telah terjadi perselisihan antara kementerian tenaga kerja, perwakilan anggota DPR, wakil LSM, dll. 

Masing-masing berargumen kuat mempertahankan pendapat dasarnya. Hakikat keputusan baik dan buruk subjektif menurut pertimbangannya, dan itu bisa berbelit-belit tanpa ujung.

Kesalahan dasar dari sistem kapitalistik dalam menentukan besaran upah dapat kita lihat dari standar yang mereka gunakan dalam menentukan upah adalah biaya kebutuhan hidup minimum seseorang di suatu wilayah. Padahal seharusnya tidak demikian. Menurut aturan Islam: buruh/ pekerja mendapatkan upah berdasarkan manfaat yang dia berikan kepada pemberi kerja, sehingga upah bisa berbeda beda berdasarkan perbedaan kerjanya atau perbedaan tingkat kesempurnaan suatu pekerjaan yang sama. Jadi naik turunnya upah buruh dalam pekerjaan semata mata distandarkan pada tingkat kesempurnaan jasa/ kegunaan tenaga yang mereka berikan. Inilah upah yang berhak buruh/ pekerja terima (Sistem Ekonomi Islam, 2009).

Dan yang menjadi persoalan sebenarnya adalah akibat dari tidak hadirnya peran negara dalam menjamin kebutuhan dasar rakyat, baik kebutuhan dasar individu berupa sandang, pangan, papan maupun berupa kebutuhan dasar umum berupa pendidikan, kesehatan, dan keamanan.

Peran negara dalam hal ini semakin menipis bahkan menghilang. Negara malah melimpahkan kewajiban tersebut kepada pihak lain yakni para pengusaha. Akibatnya para buruh dibiarkan memenuhi kebutuhan dasarnya sendiri, sehingga wajar bila para buruh menuntut kenaikan upah yang tinggi di setiap tahunnya. Di sisi lain pengusaha akhirnya terbebani dengan berbagai tunjangan yang harus mereka berikan kepada buruh yang sebenarnya bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab mereka seperti tunjangan kesehatan, pendidikan, keamanan, dll. 

Seharusnya negara hadir penuh dalam memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya, termasuk para buruh. Peran negara inilah yang akan sangat meringankan beban rakyat termasuk buruh, karena pengeluaran terbesar rakyat saat ini justru pada biaya pendidikan dan kesehatan.

Untuk memudahkan negara di sistem Islam telah ditetapkan bahwa sumber daya alam yang melimpah wajib dikelola oleh negara dan haram diberikan pada swasta dan asing. Maka negara akan mendapatkan sumber dana yang melimpah untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan, keamanan yang baik untuk seluruh rakyatnya. Dengan demikian upah buruh tak akan naik tipis, dan konflik antara buruh dan pengusaha solutif tanpa berujung saling menzalimi, serta yang utama negara hadir berperan mengatur dan memenuhi seluruh kebutuhan rakyatnya demi mewujudkan kesejahteraan. Hal itu hanya bisa terwujud dalam bingkai negara yang menerapkan sistem Islam. 

Wallahu'alam

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak