Oleh Cahaya Septi
Pelajar dan Aktivis Dakwah
Akhir-akhir ini ajaran Islam serta pemeluknya yang taat sering mendapatkan sorotan karena pemberitaan negatif yang muncul. Beberapa hari lalu, KSAD Jenderal Dudung, dalam suatu acara mengingatkan umat muslim agar jangan terlalu dalam mempelajari agama karena bisa berdampak pada penyimpangan. Setelah banyak kecaman, pernyataan itu akhirnya dibela dan diluruskan oleh beberapa pihak, termasuk Kadispenad. Sementara yang bersangkutan sama sekali tidak berusaha meralat apalagi meminta maaf.
Seorang muslim wajib meyakini kemuliaan ajaran Islam dan yakin bahwa Islam satu-satunya agama yang Allah Swt. ridai. Hal tersebut tertulis dalam Al-Qur'an yang artinya:
"Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka. Barang siapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya." (QS. Ali ‘Imran 3 : 19)
Akan tetapi arus kebencian terhadap Islam memang semakin nyata, termasuk definisi radikalisme yang bersumber dari pandangan negatif Barat terus dikumandangkan petinggi dan pejabat publik, baik dalam negeri atau luar negeri. Mantan Perdana Menteri Inggris, Tony Blair pernah menyatakan Islam sebagai ‘ideologi setan’ (evil ideology). Dalam pidatonya pada Konferensi Kebijakan Nasional Partai Buruh Inggris, Blair menjelaskan ciri ‘ideologi setan’, yaitu:
(1) Menolak legitimasi Israel
(2) Memiliki pemikiran bahwa syariah adalah dasar hukum Islam
(3) Kaum muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khilafah
(4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat
Opini ‘Islam radikal’ juga berbahaya. Karena, syarat kaum muslim agar tidak disebut radikal adalah mau menerima eksistensi negara penjajah Israel yang merampas dan membantai ribuan muslim Palestina, menolak syariah dan khilafah, serta menerima ajaran liberalisme yang jelas rusak dan bertentangan dengan ajaran Islam.
Pada zaman sekarang kita harus lebih mengkaji tentang Islam. Mengkaji tentang Islam bukanlah tugas sekelompok orang, seperti para rahib atau pastur dalam agama-agama lain, melainkan fardu atas setiap muslim. Nabi saw. bersabda:
“Mencari ilmu itu wajib atas setiap Muslim.” (HR Ibnu Majah).
Kewajiban mempelajari Islam bukan hanya dalam perkara taharah atau ibadah saja, tetapi semua ajaran Islam seperti muamalah, pidana, jihad, hingga pemerintahan khilafah, dll. Menghalang-halangi aktivitas mengkaji Islam atau berdakwah adalah bagian strategi deradikalisasi, yaitu menjauhkan umat dari agamanya sendiri. Jika umat sudah takut belajar Islam, mereka akan buta terhadap agamanya sendiri.
Jika umat sudah buta terhadap agamanya sendiri, mereka mudah untuk disesatkan seperti menerima kesesatan L96T, membiarkan korupsi, melegalkan perzinaan dengan alasan consent (persetujuan), menelan mentah-mentah pluralisme, atau melegalkan ribawi seperti utang luar negeri. Umat juga mudah dihasut untuk menentang hukum-hukum Allah Swt. dengan alasan kearab-araban, mengkriminalisasi para ulama, menolak syariah, khilafah, dan lain-lain.
Opini untuk menghadang laju Islam kaffah diperkuat oleh mereka yang dikenal ulama, ustaz, dan tokoh umat. Namun, mereka bungkam ketika aset kekayaan negara dijual kepada pihak asing, negara dijajah secara ekonomi dan politik, kaum oligarki menguasai hajat hidup rakyat dengan membuat berbagai konstitusi. Bahkan mereka ikut-ikutan menikmati semua itu di atas penderitaan umat.
Oleh karenanya upaya merubah kondisi umat ialah dengan cara merubah pemikiran meraka. Yakni pemikiran yang sahih tentang bagaimana mempraktikan ajaran Islam berikut syariatnya, agar tak menjadi agen Barat dengan segala iide sekulernya. Sudah saatnya sekarang umat muslim bergerak lebih maju dan istikamah memperdalam Islam serta mengamalkannya.
Wallahu a'lam bishawab.