Oleh : Eti Fairuzita
(Menulis Asyik Cilaca)
Belakangan media sosial diramaikan tuntutan agar MUI dibubarkan. Tagar #bubarkanMUI beredar luas usai Densus 88 menangkap anggota Komisi Fatwa MUI, Ahmad Zain an-Najah, pada Selasa (19/11) lalu terkait dugaan keterlibatan terorisme.
Munculnya isu pembubaran MUI membuat sejumlah pihak geram hingga membuat pernyataan.
Ketua MUI Cholil Nafis bahkan menyebut pihak yang mengeluarkan isu soal pembubaran MUI adalah orang yang tidak bisa membedakan urusan personal dan lembaga.
Cholil merasa MUI adalah lembaga yang penting bagi Indonesia, sebagai pengayom umat Isam. MUI bahkan juga berperan sebagai mitra pemerintah.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas turut berkomentar, "Logika seperti itu tentu jelas salah, tidak benar, serta sangat sesat dan menyesatkan. Oleh karena itu, logika yang mereka pergunakan jelas harus ditolak, kata Anwar.
Ungkapan senada juga disampaikan oleh Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Isam Indonesia (KB PII), Nasrullah Larada, menegaskan merupakan ide dan gagasan konyol jika muncul keinginan untuk membubarkan MUI. Bahkan, kemunuculan ide ini sangat terkesan berasal dari kelompok yang tidak senang kepada umat Muslim karena dendam masa lalu.
''Imbasnya akan lebih tragis lagi, nanti akan muncul kegelisahan bagi sebagian kelompok umat Islam atas peran mereka melalui MUI di dalam ikut berperan aktif membangun persatuan bangsa,'' kata Nasrullah, di Jakarta, Ahad (21/11).
https://www.republika.co.id/berita/r2x6zc385/kb-pii-ide-membubarkan-mui-gagasan-sangat-konyol
Nampak jelas, dari kejadian ini selalu saja ada pihak yang memanfaatkan situasi untuk memojokkan Islam. Isu terorisme lagi-lagi menjadi pembenar dalam menyuarakan pembubaran MUI. Para pembenci Islam melihat kesempatan ini sebagai peluang untuk membungkam ulama kritis dan lurus sekaligus mengayunkan pendulum terorisme secara terus-menerus.
Apalagi setelah belakangan MUI menyatakan, bahwa ijtima ulama sepakat untuk jangan stigma negatif makna jihad dan khilafah yang sesungguhnya adalah ajaran Islam. Sebagaimana diketahui, ajaran jihad dan khilafah yang terstigma merupakan ajaran radikal yang memicu tindakan terorisme.
Tentu pernyataan MUI ini seolah jadi dalil kuat bagi pembenci Islam untuk menggoyahkan umat dengan narasi terorisme.
Perlu disadari, peran MUI di Indonesia sebagai lembaga yang membimbing, mengayomi, dan membina kaum muslimin sangat penting. Sebagai lembaga yang mewadahi ulama, cendekiawan, dan zuamah kehadiran MUI penting dalam merealisasikan amar makruf nahi mungkar.
Maka yang harus dilakukan, bukan dengan tindakan defensif apologetik untuk melawan isu pembubaran namun dengan menyuarakan kepentingan Islam dan kaum muslimin.
Sebab, tugas ulama adalah memandu umat agar memahami Islam secara kaffah, benar sesuai syariat, dan melawan kebatilan. Maka dari itu, ulama disebut sebagai pewaris Nabi.
Rasulullah Saw Bersabda :"Siapa saja yang menempuh perjalanan untuk mencari ilmu, Allah memperjalankanya di atas salah satu jalan surga. Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap mereka karena ridha kepada penuntut ilmu,"
"Sesungguhnya seorang alim itu dimintakan ampunan oleh makhluk yang ada di langit dan di bumi hingga ikan yang ada di dasar lautan,"
"Sesungguhnya keutamaan seorang alim atas seorang ahli ibadah seperti keutamaan bulan purnama atas seluruh bintang-bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para Nabi,"
"Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, melainkan mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambilnya, ia telah mengambil bagian yang besar,"
(HR. Abu Dawud, Ibn Majah, at-Tirmidzi, Ahmad, ad-Darimi, al-Hakim, al-Baihaqi, dan Ibn Hibban).
Menurut al-Hafiz Ibn Hajar, frasa "ulama pewaris nabi" adalah orang yang mewarisi, menempati kedudukan yang diwarisi, beserta hukum pada posisi yang ia gantikan. Artinya, ulama menggantikan peran dan tugas para nabi yakni mengemban misi penyampaian dan penyebaran risalah Islam.
Dakwah amar makruf nahi mungkar adalah kewajiban tiap muslim tak terbatas pada ulama saja. Hanya saja, aktivitas ini membutuhkan ilmu sehingga lumrah bila para ulama menjadi yang terdepan mengemban tugas mulia ini.
Apalagi ulama hakikatnya adalah yang paling takut kepada Allah Subhanahu wa ta'ala. Maka sangat wajar bila mereka konsisten dalam menegakkan amar makruf nahi mungkar, terutama menasehati dan mengoreksi kebijakan penguasa.
Aktivitas ini pernah dicontohkan oleh para sahabat, tabiin, dan salaf saleh : seperti yang dilakukan Asma binti Abu Bakar kepada Muawiyah, Zubair bin Awwam kepada Yazid bin Muawiyah, Said bin Jubair kepada Hajaj bin Yusuf, Imam ahmad bin Hanbal kepada Khalifah al-Mamun, dan Buya Hamka kepada Soekarno.
Mereka semua melakukan tugas amar makruf nahi mungkar pada penguasa yang berkuasa di kala itu.
Abu Said al-Khudzri berkata bahwa Rasulullah Besrabda :"Jihad yang paling afdal adalah menyatakan keadilan di hadapan penguasa yang zalim,"(HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, dan ad-Dailami).
Tuntutan pembubaran MUI, harus dilawan bersama oleh umat dan para ulama. Kehadiran MUI semestinya makin menyuarakan kepentingan Islam dan kaum muslimin, membela kepentingan umat, dan menjaga pemahaman umat dari bahaya pemikiran yang menyimpang.
MUI tidak boleh hanya mencukupkan diri menjadi lembaga fatwa dan mengakomodasi program rezim yang bertentangan dengan syariat Islam. Hal ini karena ulama adalah pelita umat yang akan mengantarkan ke jalan kebenaran Islam.
Wallahu alam bish-sawab
Tags
Opini