Oleh: Atik Hermawati
Di tengah varian baru Omicron, pemerintah ngotot untuk mengambil langkah mengundang investor asing dalam pengadaan vaksin dalam negeri. Insentif yang luar biasa ditawarkan demi menarik lebih banyak. Hal ini digadang-gadang akan mewujudkan kemandirian dalam bidang kesehatan. Benarkah demikian?
Dilansir dari Kumparan.com (04/12/2021), Menkes Budi Gunadi Sadikin mengundang investor asing untuk memproduksi vaksin mRNA di Indonesia. Tujuannya agar negara ini melepaskan ketergantungan terhadap bahan baku obat-obatan hingga teknologi di bidang kesehatan dari luar negeri. Ia menawarkan investasi berupa penanaman modal atau berbagi kecanggihan teknologi dalam memproduksi dan pengembangan 14 jenis vaksin. Budi berjanji Indonesia bakal memberi keringanan baik dari segi regulasi hingga insentif pajak dalam kerja samanya. Hal itu ia sampaikan dalam acara Health Business Gathering 2021 yang bekerja sama dengan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves).
Lanjutnya Marves Luhut menjelaskan insentif tersebut adalah berupa penghapusan beberapa pajak, pengurangan biaya cicilan pajak hingga 50%, dan pengembalian kelebihan pajak hingga 5 miliar rupiah. Pemerintah juga telah menyiapkan Batang Industrial Zone seluas 400 hektare untuk Industri Kimia Farmasi, termasuk vaksin. Dari Tempo.co (08/11/2021), Luhut beralasan semua itu agar Indonesia memiliki kemandirian dan ketahanan industri farmasi secara nasional. Termasuk pandemi Covid-19.
Mandiri yang Ilusi
Membuka lebar keran insentif untuk investor asing tak lain adalah bentuk lepas tangan penguasa akan tanggung jawabnya terhadap masyarakat. Penyerahan terhadap asing akan membuat ketergantungan semakin menjadi, bukan kemandirian. Aroma bisnis yang tercium sudah tentu akan mengalir pada kantong korporasi dan lingkaran oligarki. Modal investor asing menjadikan penjajahan ekonomi semakin melilit.
Padahal sektor kesehatan ialah bagian vital dalam suatu negara. Kemandiriannya menentukan kedaulatan. Semestinya negeri ini mendukung maksimal dengan mandiri pada peneliti dalam negeri. Namun, bukan rahasia pendapat para pakar sering diabaikan. Justru lebih mementingkan ekonomi dengan para kapital.
Belum lagi tingkat keefektifan vaksin yang diproduksi yang masih disangsikan para pakar. Namun, pemerintah tetap nekat dalam pengadaannya. Akhirnya di samping masih banyaknya ketidaktahuan masyarakat akan vaksin, kepercayaan mereka pun semakin menurun.
Islam Mewujudkan Kemandirian yang Hakiki
Tak dipungkiri, Islam selalu mempunyai solusi. Karantina wilayah saat wabah dilakukan demi keselamatan, bukan setengah hati. Hal itu sudah tercantum dalam hadits Rasul SAW masyhur dan dilakukan pada masa Umar bin Khaththab ra. Kemudian Sekitar 1020 M pada masa kejayaan dunia Islam, Ibnu Sina ‘Bapak Kedokteran Modern Dunia’ dalam bukunya The Canon of Medicine telah menjelaskan konsep penting seperti metode karantina dalam membatasi penyebaran penyakit menular, serta menjelaskan tentang analisis faktor risiko.
Termasuk dalam hal vaksin. Tentu dalam Islam, para ilmuwan dituntut untuk mengamalkan ilmunya demi kemaslahatan umat. Dalam sejarah kegemilangan Islam, Khilafah mengoptimalkan perannya untuk mendukung mereka dalam mengembangkan farmasi maupun teknologi. “Wahai hamba Allah, carilah pengobatan. Sungguh, Allah tidak menciptakan sebuah penyakit kecuali menciptakan obatnya, kecuali satu. …. (yaitu) ‘tua’.” (Sunan at-Tirmidzi 2038).
Semua itu tanpa menggandeng asing-aseng, yang jelas-jelas akan menjajah negeri ini. Kekayaan alam yang melimpah dikelola mandiri, sangatlah cukup untuk modal pengembangan vaksin dalam negeri. Dengan demikian, hanya dengan sistem Islam yang menerapkan Islam secara kaffah, negeri ini akan mandiri. Sebab syariat Islam menjadi dasar dalam hal apapun.
Wallahu a'lam bishshawab.
Tags
Opini